Jawa Pos

Serap Aspirasi Ditemani Mi dan Teh

Jejak masa kecil Halimah Yacob di tempatnya berjualan nasi padang memang sudah sulit terlacak. Tapi, pengaruh ibu dan hari-hari berat di kawasan itu turut membentuk karakterny­a sampai sekarang: sederhana, pekerja keras, dan peduli kepada warga sepuh.

-

CHYE SIMON masih mengingat benar hari-hari ketika Halimah Yacob kerap blusukan ke warungnya. Memesan makanan dan minuman sembari menyerap aspirasi.

Sampai dengan terakhir bertemu dengannya pada 2015, Halimah me- mang wakil rakyat yang mewakili Bukit Batok, kawasan di mana warung Simon berada. ’’Biasanya dia pesan mi rebus atau mi siam, sama teh. Saya masih simpan foto saat dia makan di tempat saya,’’ katanya tentang Halimah

Setiap kali perempuan 63 tahun yang Kamis lalu (14/9) dilantik sebagai presiden Singapura itu datang ke daerahdaer­ah yang diwakiliny­a, terang Simon, warga bisa langsung melapor. Misalnya masalah pelayanan publik, kondisi ekonomi, atau nasib orang-orang tua yang tak memiliki penghasila­n tetap. ’’Dia paling perhatian dengan nasib orangorang sepuh. Yang dilakukan ya menyantuni mereka. Biasanya satu orang SGD 200 atau SGD 300,’’ terangnya.

Kepedulian Halimah terhadap warga senior sangat dipengaruh­i kecintaann­ya terhadap sang ibu, Maimun Abdullah. Zaenal, sopir pribadinya selama delapan tahun, mengenang bagaimana ibu lima anak itu konsisten memperjuan­gkan dana sosial bagi janda-janda tua dan warga senior tak berpenghas­ilan.

Halimah bahkan menyebut hari meninggaln­ya sang bunda dua tahun lalu sebagai hari paling sedih sepanjang hidup. ’’Ibu saya adalah sosok yang membuat saya bisa seperti sekarang,’’ ucapnya dalam sejumlah kesempatan seperti ditirukan Zaenal saat bertemu Jawa Pos sehari setelah pelantikan­nya (15/9).

Sang ayah meninggal ketika Halimah baru berusia 8 tahun. Untuk menghidupi keluarga, sang ibu, dengan dibantu Halimah, berjualan nasi padang di kawasan Shenton Way. Tapi, sudah sangat sulit melacak jejak perjuangan masa kecil Halimah itu sekarang.

Shenton Way pada 1960-an adalah kawasan laut dan pertambaka­n. Namanya Telok Ayer Basin. Karena kebutuhan lahan, pemerintah Singapura kemudian melakukan reklamasi di sana.

Lebih dari setengah abad kemudian, Shenton Way menjelma menjadi kawasan pusat bisnis. Dijejali kantor bank-bank level internasio­nal seperti Deutsche Bank dan Citibank.

’’Di sini dari dulu memang banyak orang jual makanan. Tapi, saya baru dengar dari Anda kalau Madam Halimah pernah jualan nasi padang di daerah sini,’’ kata Simon yang juga memiliki restoran, Hello Food, di kawasan tersebut.

Status warisan masa lalu Shenton Way yang masih tersisa sampai sekarang memang sebagai salah satu pusat icip-icip Singapura.

Di seberang Shenton Way, misalnya, berdiri pusat kuliner Lau Pa Sat. Sementara itu, di trotoar samping Lau Pa Sat, terdapat deretan penjual sate yang berdiri dengan kedai semiperman­en. Penjual sate itu baru buka pukul tiga sore.

Dari sejumlah referensi, Halimah diketahui juga berjualan menggunaka­n rombong seperti kaki lima. Itu dilakukan sebelum ibunya bisa memiliki tempat permanen di kawasan tersebut.

’’Waktu saya masih muda dulu sering makan di daerah sini memang. Banyak stall yang berdiri dan kalau sudah tutup, stall itu ya didorong lagi pulang,’’ kata Nihayah Ali Yunus, seorang petugas sekuriti di sebuah kondominiu­m di dekat Citibank yang kini usianya sudah 63 tahun.

Jejaknya di Shenton Way mungkin memang sudah sulit terlacak. Tapi, hari-hari berat bersama sang ibu di kawasan itulah yang tampaknya turut membentuk karakter Halimah yang sederhana dan peduli rakyat kebanyakan sampai sekarang.

Berjualan makanan dan berinterak­si dengan orang dari segala latar belakang membuatnya bisa luwes bergaul dengan siapa saja.

’’Dulu masih gampang berfoto dengan dia,” kenang Simon.

Ya, dulu. Halimah mungkin memang masih tetap figur sederhana sampai sekarang. Tapi, apa boleh buat, aturan protokoler membuat geraknya otomatis terbatasi.

’’Ada banyak pengawal yang menjaganya sekarang. Mau salaman saja susah, apalagi foto,’’ kata Simon.

Halimah memang juga memilih tetap tinggal di flat yang telah dia tempati selama 30 tahun terakhir bersama keluarga. Tapi, di mata warga seperti Simon, pilihan itu juga banyak mudaratnya.

Terutama terkait tentang repotnya pengamanan. Yang paling dirasakan adalah ketika presiden perempuan pertama Singapura itu harus masuk dan keluar flat untuk pergi ke suatu tempat.

Tiap pilihan memang akan selalu mendatangk­an konsekuens­i. Halimah tentu juga punya pertimbang­an mengapa memilih bertahan di flat. Agar tak lupa pada akar, misalnya.

Toh Halimah sudah membuktika­n kepedulian itu sepanjang karir politiknya. Bahkan, mungkin sepanjang hidupnya.

’’Bahwa bagaimanap­un kondisi Anda, Anda tetap bisa mengejar mimpi di tanah harapan ini,’’ puji Perdana Menteri Lee Hsien Loong saat Halimah dilantik. (cak/c17/ttg)

 ??  ?? PUSAT KULINER: Restoran Hello Food di kawasan Shenton Way pada Minggu lalu (17/9). Di kawasan ini dulu Halimah Yacob berjualan nasi padang bersama sang ibu. CANDRA KURNIA/JAWA POS
PUSAT KULINER: Restoran Hello Food di kawasan Shenton Way pada Minggu lalu (17/9). Di kawasan ini dulu Halimah Yacob berjualan nasi padang bersama sang ibu. CANDRA KURNIA/JAWA POS
 ??  ?? CANDRA KURNIA/JAWA POS DULU LAUT: Shenton Way sekarang. Pada 1960-an, kawasan ini masih berupa laut sebelum kemudian direklamas­i.
CANDRA KURNIA/JAWA POS DULU LAUT: Shenton Way sekarang. Pada 1960-an, kawasan ini masih berupa laut sebelum kemudian direklamas­i.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia