Jawa Pos

Tak Semua Isi Ulang Bebas Bea

Bank Butuh Investasi Infrastruk­tur Nontunai

-

JAKARTA – Meski banyak ditentang, Bank Indonesia (BI) tetap memberikan lampu hijau bagi bank untuk menarik biaya isi ulang uang elektronik. Aturan tersebut akan diterbitka­n dalam peraturan BI (PBI) yang hingga kini masih digodok.

BI menegaskan bakal mendahuluk­an aturan tentang pengenaan biaya pada isi ulang lewat bank lain yang bukan bank asal uang elektronik dan merchant isi ulang yang bukan merupakan bank ( off us). Selanjutny­a, baru dikeluarka­n peraturan tentang pengenaan biaya isi ulang pada bank asal yang menerbitka­n uang elektronik ( on us).

Misalnya, transaksi isi ulang kartu uang elektronik secara off us dilakukan melalui ATM bank lain yang bukan penerbit kartu uang elektronik. Bisa juga isi ulang lewat minimarket serta stasiun Commuter Line dan halte Transjakar­ta. Ratarata, isi ulang uang elektronik di tempat-tempat tersebut dikenai biaya Rp 1.000–2.500.

Sementara itu, transaksi isi ulang secara on us adalah transaksi yang dilakukan lewat infrastruk­tur milik bank penerbit ( issuer). Misalnya, ATM bank penerbit, mobile banking, kantor cabang, dan elemen lain yang dimiliki bank tempat kartu uang elektronik tersebut diterbitka­n. Transaksi isi ulang secara on us juga akan dikenai biaya.

Namun, tarif batas atas ( cap) transaksi on us lebih rendah daripada off us. ”Nah, nanti kami atur agar ada cap- nya. Kalau selama ini ada biaya isi ulang Rp 2.000–2.500, nanti biayanya tidak boleh di atas cap yang ditetapkan,” kata Gubernur BI Agus D.W. Martowardo­jo setelah pembukaan Indonesia Banking Expo (Ibex) 2017 kemarin (19/9).

Berdasar kajian, BI menemukan, 96 persen nilai isi ulang uang elektronik mencapai Rp 200 ribu per transaksi. Jumlah tersebut bisa menjadi benchmark untuk menentukan apakah sebuah transaksi isi ulang perlu dikenai biaya atau tidak. ”Misalnya, kalau isi ulangnya di bawah Rp 200 ribu, baik on us maupun off us, gratis. Tapi, kalau isi ulangnya di atas Rp 200 ribu, sampai Rp 5 juta, misalnya, itu kena charge. Tetapi, charge- nya tetap ada cap- nya. Cap yang on

akan lebih murah daripada yang paparnya.

Agus menegaskan, BI tidak ingin membebani masyarakat dengan biaya isi ulang yang mahal. Namun, bank tetap perlu membangun infrastruk­tur nontunai sehingga investasi yang dikeluarka­n bisa balik modal. Bank juga tetap bisa menerima margin dari transaksi uang elektronik.

Sementara itu, bank-bank badan usaha milik negara (BUMN) yang tergabung dalam Himbara berencana menggratis­kan biaya isi ulang uang elektronik. Meski demikian, Himbara akan tetap tunduk pada PBI yang dikeluarka­n regulator. ”Semua bank yang tergabung dalam Himbara (BTN, Bank Mandiri, BNI, dan BRI, Red) sepakat top-up ini kami berikan suatu kebebasan (gratis), tapi tetap ikuti peraturan regulator,” ucap Ketua Himbara Maryono.

Di sisi lain, bank swasta seperti PT Bank Central Asia Tbk (BCA) siap mematuhi aturan BI. Namun, jika harus menggratis­kan isi ulang, memang akan ada konsekuens­i yang harus diterima masyarakat. ”Kalau mau ya, harus timbal balik. Kalau nya bermasalah, gangguan nance- nya, ya, itu konsekuens­i juga,” ujar Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmad­ja. Menurut dia, biaya isi ulang uang elektronik tidak ditujukan untuk keuntungan bank. (rin/c16/noe)

 ??  ?? excellent, service- mainte-
excellent, service- mainte-
 ??  ?? us off us,”
us off us,”

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia