Jawa Pos

Bukan Sekadar Bakar Uang

Maraknya ekosistem telah diikuti bangkitnya dana modal ventura. Seberapa aktif modal ventura itu benarbenar berkontrib­usi terhadap keberhasil­an peluncuran pasar perdana mereka di Indonesia? Apa peran yang mereka mainkan di ekosistem, selain menjadi penyed

-

start-up

STARTUP yang ingin masuk ke pasar Indonesia sering berusaha membawa investor modal ventura untuk membuka pintu pasar. Misalnya tutorial on demand asal Hongkong, Snapask, yang diluncurka­n di Indonesia pada awal September setelah bekerja sama dengan investor modal ventura Indonesia, Kejora Group.

Modalku, sebuah platform pinjaman peer-to-peer untuk usaha kecil dan menengah (UKM), juga terbantu oleh Alpha JWC, sebuah perusahaan investasi baru yang berbasis di Jakarta. Alpha JWC menanam modal di sister company Modalku yang berbasis di Singapura, Funding Societies. Investasi itu dilakukan pada tahap awal, tepatnya ketika pendirinya, Reynold Wijaya dan Kelvin Teo, membangun perusahaan tersebut pada malam hari di Harvard Business School. Ketika duo itu mengembang­kan perusahaan tersebut dari Singapura ke Indonesia bersama Iwan Kurniawan, Alpha JWC memberikan arahan kepada beberapa user pertama, karyawan kunci dan mitranya.

Selain membantu start-up dengan arahan operasi dan bisnis, beberapa investor memberikan saran mengenai keputusan strategis. Misalnya modal ventura baru asal Singapura, Monk’s Hill Ventures, yang didirikan mantan CEO Infocomm Investment­s Kuo-Yi Lim dan pendiri Match. com Peng Ong. Monk’s Hill dikelola para veteran start-up yang dapat memberikan saran mengenai, misalnya, waktu yang tepat untuk menimbang dan mengelola cash burn saat memasuki pasar.

Cash burn adalah situasi ketika perusahaan menghabisk­an modal untuk mem biayai pertumbuha­n sebelum menghasilk­an arus kas. ”Anda harus menunggu dan membakar uang selama beberapa tahun. Tapi, Anda harus memahami apa tujuan Anda membakar itu. Apakah itu untuk mengumpulk­an pengguna atau data? Berapa jumlah yang cukup? Berapa banyak dana yang akan membantu Anda melewati ambang batas tertentu sehingga menjadi kompetitif?” kata Kuo-Yi Lim.

Dia memperinga­tkan soal mental ”memperoleh semua dana” yang dipopulerk­an di dunia start-up dan pendapat bahwa beberapa investor modal ventura bersedia membiayai semuanya. Untuk aplikasi transporta­si seperti Go-Jek dan Uber, platform seperti Tokopedia dan Amazon, mental the winner takes all memang sulit ditolak. ”Di tempat seperti Indonesia, e-commerce e-commerce, start-up salah satu alasan ekosistem teknologi, terutama di sangat dinamis, hambatan masuknya tidak tinggi. Hal itu memungkink­an pemain baru masuk dengan relatif mudah,” katanya.

”Daripada berinovasi pada produk atau layanan, jika Anda tidak membakar uang untuk mendapatka­n pelanggan, Anda mungkin mengalami masalah saat pesaing dengan kocek yang lebih dalam masuk ke pasar,” lanjutnya.

Salah satu fungsi penting investor modal ventura adalah alokasi sumber daya. Chandra Tjan, salah satu pendiri Alpha JWC, melihat, banyak start-up berdiri setiap tahun. Tapi, dari sebagian mereka, meski produknya bagus, waktunya terlalu dini. ”Beberapa layanan mungkin cocok untuk pasar lain, tapi terlalu dini untuk Indonesia. on groceries,demand online, Layanan pengiriman kebutuhan bahan makanan ( Red) misalnya, adalah solusi yang bisa berjalan dengan baik di pasar yang matang seperti Singapura, tapi mungkin masih terlalu dini untuk Indonesia,” urainya.

Alpha JWC berhati-hati dalam berinvesta­si, yakni hanya di perusahaan yang memiliki visi dan potensi start-up pasar start-upyang besar. Dengan kata lain, yang potensi pasarnya hanya ada di kota besar dan terkonsent­rasi seperti Jakarta tidak akan masuk mandat investasi mereka. ” Start-up harus menargetka­n empat kota terbesar di Indonesia. Ketika Jakarta adalah pelabuhan pertama saat memasuki negara tersebut, proposisi value- nya harus PanIndones­ia,” kata Chandra Tjan.

Seorang pemodal ventura yang tidak ingin dikutip namanya mengatakan, mampu membangun tim berkinerja tinggi di luar kantor pusat sama pentingnya dengan mencocokka­n pasar dengan produk. ”Saat mengevalua­si pendiri, kami melakukan penilaian. Apakah para pendiri memiliki kecerdasan yang tepat untuk merekrut dan mempertaha­nkan tim yang menyelesai­kan pekerjaan dengan baik serta konsisten. Dibutuhkan keseimbang­an, kerendahan hati, dan kepercayaa­n diri untuk melakukann­ya dengan sukses,” tuturnya.

Seiring dengan ekosistem start-up di Asia yang berkembang, gagasan dan tim start-up menjadi lebih baik seiring berjalanny­a waktu. ”Kami melihat peluang di tiga tema: peniru ( copycat), solusi regional seperti layanan logistik dan pembayaran, serta gagasan kelas dunia yang dapat diukur secara global,” ujarnya. ”Dulu kami sering melihat copycat. Saat ini jauh lebih seimbang dengan 70 persen start-up masuk ke dua kategori inovatif berikutnya,” jelas Ku`o-Yi Lim. (rin/c11/ sof)

 ??  ?? Kuo-Yi Lim
Kuo-Yi Lim

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia