Serap 45 Ribu Ton Limbah Plastik untuk Aspal
PENANGANAN limbah plastik menjadi salah satu upaya untuk mengantisipasi pemanasan global, terutama plastik jenis nondegradable yang memiliki waktu urai sangat lama. Sebab, limbah plastik nondegradable bisa memengaruhi keseimbangan lingkungan dan mengakibatkan banjir karena tersumbatnya saluran air.
Karena itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman (Kemenko Kemaritiman) telah menerapkan teknologi campuran beraspal yang menggunakan limbah plastik di Jalan Sultan Agung, Bekasi. ”Kami telah melakukan penelitian dan percobaan dengan kualitas lebih baik agar plastik dapat dijadikan salah satu komponen campuran beraspal,” ujar Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di Bekasi pada Sabtu (16/9).
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan (Pusjatan) Deded P. Sjamsudin memperkirakan, penggunaan limbah plastik bisa mencapai 5–6 persen dari kadar aspal. Di samping itu, terdapat 50 persen konstruksi jalan yang berpotensi memanfaatkan teknologi aspal limbah plastik. Dari keduanya, potensi penggunaan limbah plastik diperkirakan mencapai 0,045 juta ton (45 ribu ton) per tahun. ”Industri ini harus dibangun karena supply and demand tersedia,” katanya.
Polimer merupakan salah satu bahan tambah yang umum digunakan untuk memodifikasi campuran beraspal panas. Kantong plastik yang sering kita gunakan sehari-hari merupakan polimer dari jenis plastomer yang bisa dipakai sebagai bahan tambah perkerasan jalan. ”Secara teknologi sudah best practice. Bikin campuran beraspal dan plastik seperti membuat kue saja, plastik kan sifatnya modifikasi untuk meningkatkan kinerja aspal,” lanjut Deded.
Presiden Joko Widodo pada pertemuan G20 menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengurangi sampah plastik laut sebesar 70 persen hingga 2025. Salah satu caranya, memanfaatkan limbah plastik untuk pengerasan jalan. Hal itu sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019, di mana Indonesia membangun 2.600 km jalan nasional dan 1.000 km jalan tol serta melakukan pekerjaan pemeliharaan di semua wilayah dengan kebutuhan aspal sekitar 1,5 juta ton per tahun.
Penelitian mengenai pemanfaatan limbah plastik untuk bahan campuran beraspal sudah dimulai pada 2004, dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR melalui Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan). Juga, atas inisiatif dari Kemenko Kemaritiman, penelitian itu dilanjutkan pada awal 2017. Penelitian serupa sudah dilakukan di India.
Berdasar hasil pengkajian laboratorium, campuran beraspal panas dengan bahan limbah plastik menunjukkan peningkatan nilai stabilitas Marshall 40 persen serta lebih tahan terhadap deformasi dan retak lelah pada kadar limbah plastik tertentu jika dibandingkan dengan campuran beraspal panas standar. Campuran beraspal itu diterapkan di jalan lingkungan Universitas Udayana, Jimbaran, Bali, sepanjang sekitar 700 meter pada 28– 29 Juli 2017. Bekasi adalah lokasi kedua yang menerapkan campuran beraspal menggunakan limbah plastik.
Selanjutnya, Kementerian PUPR dengan dibantu Pusjatan akan menerapkannya di Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar. Kadar limbah plastik yang digunakan 6 persen dari berat aspal. Saat ini limbah plastik yang digunakan masih berasal dari Pulau Jawa dan Bali. Pengolahan limbah dilakukan di Bandung.
Bahan limbah plastik yang digunakan dalam campuran beraspal panas dibatasi hanya untuk jenis kantong kresek (LDPE/ low density polyethylene) yang telah melalui pencucian dan pencacahan. Cacahan limbah plastik yang akan digunakan harus kering, bersih, dan terbebas dari bahan organik dengan ukuran maksimal 9,5 mm. (tih/c11/wir)