Jawa Pos

Jadi Tahanan Kota, Mariani Menangis

-

SURABAYA – Terdakwa kasus pemalsuan tanda tangan ibu kandung, Mariani Setyowati, tidak kuasa menahan tangis setelah majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengubah status penahanann­ya kemarin (19/9). Kini dia tidak perlu mendekam di penjara lantaran telah menjadi tahanan kota.

”Mengabulka­n permohonan terdakwa dan mengalihka­n penahanan dari tahanan rutan menjadi tahanan kota,” ujar Sarwaedi, ketua majelis hakim, saat membacakan penetapann­ya.

Dengan perubahan status itu, Mariani bisa lebih tenang mengurus kandungann­ya. Usia kehamilann­ya sudah memasuki 27 minggu. Dia terancam melahirkan di penjara apabila tetap berstatus tahanan di rutan. Apalagi, pada 12 Juli jaksa penuntut umum (JPU) menuntutny­a delapan bulan penjara.

Karena itu, wajar jika air mata Mariani langsung mengucur sesaat setelah pembacaan penetapan hakim. Dua tangannya menutup muka. Dia lalu melihat ke arah suaminya, Pralampita Deddy Purnama Putra, yang selalu hadir saat sidang.

Wajah Mariani memerah. Air matanya tetap menetes walau sudah diseka. ”Anda tidak boleh ke luar kota dan pada sidang selanjutny­a Anda harus hadir,” jelas Sarwaedi.

Mariani hanya mengangguk. Dia seperti sudah tidak sabar memeluk suaminya. Benar saja, setelah sidang, dia langsung menuju ke arah suaminya. Tangisnya belum reda saat memeluk erat Deddy. Pelukan tersebut berlangsun­g cukup lama, sekitar lima menit.

Setelah itu, ayah mertuanya, Setyo Hari Mustiko, juga turut memberikan pelukan hangat. ”Alhamdulil­lah, akhirnya bisa pulang,” ucap Mariani.

Perempuan 34 tahun tersebut mengaku sempat stres sejak dijebloska­n ke penjara oleh jaksa. Padahal, sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi pada Februari lalu, dia hanya berstatus tahanan kota. ”Saya semakin stres saat jaksa bilang kalau saya sepertinya harus melahirkan di dalam penjara,” ungkapnya.

Namun, hakim akhirnya mengalihka­n status penahanan setelah Mariani membacakan nota pembelaan (pleidoi) yang ditulisnya kemarin. Meski demikian, dia mengaku masih bingung harus senang atau sedih. ”Besok kan masih harus menunggu putusan hakim, doakan saja ya,” tuturnya sambil berurai air mata.

Ihwal kasus yang menimpa Mariani berawal dari keputusann­ya menikah dengan pria yang bukan pilihan ibunya, Sri Sugiharti. Saat sang ibu naik haji tahun lalu, Mariani memalsukan tanda tangannya. Pemalsuan itu dilakukan untuk keperluan membuat surat pernyataan belum pernah menikah yang diminta oleh kelurahan.

Sepulang dari menunaikan ibadah haji, ibunya kaget saat mendengar kabar bahwa Mariani telah menikah. Dari situlah, Sri Sugiharti akhirnya melapor ke polisi. (aji/c20/fal)

 ??  ?? FAJRIN MARHAENDRA BAKTI/JAWA POS MENUNGGU VONIS: Mariani (kanan) menangis di pelukan ayah mertuanya, Setyo Hari Mustiko, setelah sidang di PN Surabaya kemarin (19/9).
FAJRIN MARHAENDRA BAKTI/JAWA POS MENUNGGU VONIS: Mariani (kanan) menangis di pelukan ayah mertuanya, Setyo Hari Mustiko, setelah sidang di PN Surabaya kemarin (19/9).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia