Peduli Rohingya, Siswa Beri Bantuan
SIDOARJO – Tragedi kemanusiaan Rohingya, Myanmar, juga mengundang keprihatinan siswa SMP Progresif Bumi Sholawat, Lebo. Kemarin pagi (19/9) puluhan siswa mendatangi Apartemen Sederhana (Aparna) Puspa Agro, Jemundo, Taman. Anakanak itu mengajak makan bersama dan membagikan sembako pada para pengungsi asal Myanmar yang tinggal di Aparna.
Menurut Suherman, koordinator sekaligus pengajar bahasa di Sekolah Progresif Bumi Sholawat, dana bakti sosial untuk para pengungsi tersebut berasal dari donasi siswa, guru, dan karyawan. Selain itu, ada hasil penggalangan dana selama seminggu belakangan. ’’Kami berkomitmen mencetak generasi bangsa yang sensitif pada halhal kemanusiaan,’’ ujarnya.
Dia menuturkan, rasa kemanusiaan harus didahulukan. Dengan kegiatan tersebut, para siswa diajarkan peduli terhadap sesama walaupun memiliki latar belakang yang berbeda. ’’Dengan begini, anak-anak akan banyak belajar,’’ jelasnya.
Dalam pertemuan itu, mereka cukup lama bercengkerama dangan para pengungsi. Tidak ada keterbatasan bahasa. Sebab, sejumlah pengungsi cukup fasih berbahasa Indonesia. Mohammad Suaib, misalnya. Pengungsi berusia 31 tahun tersebut berbagi kisah tentang tragedi Myanmar di hadapan para siswa. Dia bercerita telah putus komunikasi dengan keluarganya di Maungdaw sejak 25 Agustus.
Suaib mengaku sudah mencoba menghubungi adik dan ibunya. Namun, hingga kini, belum ada jawaban. Hatinya pun berkecamuk. Yang terjadi saat ini di Negara Bagian Rakhine merupakan peristiwa terparah sejak Suaib meninggalkan Myanmar pada 2005. ”Khawatir sama ibu dan keluarga di rumah. Tak ada kabar sampai sekarang,” katanya.
Suaib menjelaskan, tragedi kemanusiaan itu meletup sejak awal 1990-an. Etnis Rohingya kerap tertindas. Mereka mendapat perlakuan tidak adil. Dia tidak mengetahui penyebabnya secara pasti. Yang jelas, situasi sempat mereda saat Suu Kyi diangkat jadi penasihat negara. Namun, tidak berselang lama, kekerasan kembali memuncak. ’’Kalian pergi sana, ini bukan negara kalian,’’ ucap Suaib mengingat umpatan yang pernah diterima.
Di Aparna Jemundo tersebut, ada 13 orang etnis Rohingya. Mereka mengantongi kartu pengungsi dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Mereka ingin seluruh negara membantu menciptakan Myanmar yang kondusif. (jos/c20/hud)