Terpantau lewat Zat Kontras
PENANGANAN penyakit jantung koroner bisa mencakup pemberian obat-obatan, intervensi kateter, hingga bedah jantung. Pada tahap awal, dokter spesialis jantung akan melakukan pemeriksaan di cath lab dengan alat angiografi.
”Dari pemeriksaan tersebut, dokter bisa merekomendasikan tindak lanjut pengobatan yang paling tepat. Apakah cukup dengan pengobatan saja atau perlu dilakukan pelebaran pembuluh darah jantung yang menyempit,” ujar spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah Siloam Hospitals Surabaya Dr. Yudi Her Oktaviono, dr., SpJP(K), FIHA, FICA, FAsCC, FSCAI.
Belakangan, kateterisasi menjadi sangat populer untuk melakukan diagnosis dan evaluasi serta mencari penanganan yang tepat dalam kasus penyakit jantung koroner. Dr. Yudi mengatakan, proses kateterisasi tidaklah rumit. ”Sebuah alat tipis dan panjang berupa slang atau pipa dimasukkan ke dalam pembuluh darah besar yang mengarah ke jantung. Lewat kateter itu, zat kontras disuntikkan,” terang dia.
Peredaran zat kontras dalam pembuluh darah selanjutnya dipantau melalui monitor dengan sinar X. Dengan metode itu, penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh koroner akan mudah terlihat di layar monitor. ”Pelebaran bisa dilakukan dengan memasukkan stent (cincin), wire, atau bor untuk mengikis kapur di pembuluh darah,” paparnya.
Jika penyempitan atau penyumbatan yang parah ditemukan saat kateterisasi dan angiografi, dokter biasanya melakukan intervensi dengan cara memasukkan balon khusus untuk melebarkan pembuluh darah. ”Tindakan itu juga bisa digunakan dalam kasus penyakit jantung koroner akut,” ungkap dokter yang hingga kini aktif mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tersebut.
Siloam Hospitals Surabaya menghadirkan fasilitas penunjang yang lengkap di cath lab- nya, yakni optical
coherence tomography (OCT) dan fractional flow reserve (FFR). Lewat OCT, pemeriksaan berbasis kateter dapat dilakukan dengan pencitraan resolusi tinggi. Sedangkan dengan FFR yang menggunakan sistem pencatat
hemodynamic, kebutuhan peralatan tambahan dapat dikurangi. ”Pengurangan prosedur tentunya dapat menekan biaya pengobatan tanpa harus mengurangi kualitas penanganan,” jelas dia. (ree/c11/wir)