Akhir Perjalanan Satlak Prima
Pangkas Birokrasi, Anggaran Langsung Dikucurkan ke PB
JAKARTA – Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) menghitung hari. Task force yang bertugas membina atlet elite tanah air itu malah dianggap menjadi masalah dalam sistem pembinaan olahraga tanah air. Draf perpres untuk menggantikan Perpres 15/2016 tentang Perubahan atas Perpres 22/2010 tentang Program Indonesia Emas sudah masuk ke kantor presiden.
Jawa Pos mendapatkan salinan draf perpres baru tersebut
Nama perpres baru itu bukan lagi Program Indonesia Emas, melainkan Penyelenggaraan Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional.
Disebutkan dalam pertimbangannya, tujuan pembentukan per pres baru itu, antara lain, ada lah menyongsong Asian Games 2018. Multievent yang akan diseleng garakan kurang dari sepuluh bu lan lagi tersebut ditargetkan bisa menjadi momentum ke bang kitan olahraga nasional di pentas internasional. Selain suk ses penyelenggaraan di Jakarta dan Palembang, pe merintah me nargetkan suk- ses prestasi.
Perpres baru itu akan mengatur mekanisme peningkatan prestasi olahraga nasional. Itu menjadi tanggung jawab induk organisasi olahraga. Selama ini dikenal dengan pengurus besar (PB) cabang olahraga (cabor). Mereka akan dipantau Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Sebelumnya peran pengawasan itu menjadi tugas Satlak Prima.
Begitu pula dalam seleksi atlet. Peran yang lebih besar diberikan kepada PB cabor dengan pengawasan KONI. Tidak lagi ada kriteria atlet andalan nasional yang terbagi dalam jenjang utama, muda, dan pratama seperti pada Perpres 15/2016.
Mengenai pembiayaan, PB cabor bisa langsung mengajukan pendanaan kepada menteri dengan difasilitasi KONI. Aturan saat ini, PB cabor harus melalui perantara Satlak Prima untuk mendapatkan dana.
Penegasan dari semua isi draf perpres terbaru itu adalah Satlak Prima dilikuidasi. Pengurusnya diminta segera menyelesaikan laporan pertanggungjawaban anggaran dan kegiatan Program Indonesia Emas.
Jawa Pos juga mendapatkan salinan memo dari Wapres Jusuf Kalla kepada Presiden Joko Widodo yang menjadi pengantar draf perpres baru tersebut. Tertulis memo tersebut pada 2 Ok- tober. Ada nama Jusuf Kalla serta tanda tangannya pada lembaran pengantar itu.
Johan Budi S.P., juru bicara presiden, membenarkan tentang adanya draf perpres baru terkait olahraga. Isinya tentang pembinaan atlet. Draf tersebut kemarin (13/10) berada di meja Kementerian Sekretariat Negara. Belum sampai ke tangan Jokowi karena masih perlu paraf dari sejumlah menteri.
”Masih menunggu paraf dari Menko PMK (Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Red), Menkum HAM (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly), dan Menpora (Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi),” kata Johan kepada Jawa Pos kemarin.
Johan menambahkan, Jokowi menginginkan adanya perubahan dalam sistem pengelolaan olahraga tanah air. Keinginan itu disampaikan Jokowi dalam satu rapat kabinet untuk mengevaluasi perolehan medali di SEA Games 2017 di Malaysia. Dalam event tersebut, target Indonesia tidak tercapai karena hanya bisa menduduki peringkat kelima.
”Perlu dilakukan pembenahan secara substantif, mendasar, untuk memperbaiki olahraga nasional,” imbuh mantan Jubir KPK itu.
Senada dengan Johan, Jubir Wapres Husain Abdullah membenarkan bahwa ada komunikasi Jokowi dengan JK untuk meningkatkan prestasi dan pembinaan atlet. ”Pak JK yang diserahi Pak Jokowi untuk mengurusi Asian Games. Nah, salah satu yang harus dilakukan adalah debirokratisasi,” kata Husain kemarin.
Dia menuturkan, pembinaan atlet menjelang Asian Games tidak akan terganggu meski Satlak Prima dibubarkan. Sebab, masih ada struktur lain. Yakni, KONI dan pengurus besar cabang olahraga masing-masing. ”Ada KONI, pelatih, atlet juga masih ada,” tegas dia.
Rencana pembubaran Satlak Prima dalam sepekan terakhir memunculkan polemik. Mulai kalangan PB cabor, atlet, hingga mantan atlet. Jika pemerintah tidak pas dalam mengendalikan kondisi itu, bukan tidak mungkin persiapan menuju Asian Games akan terganggu.
Ketua Satlak Prima Achmad Soetjipto menyesalkan adanya rencana pemerintah untuk membubarkan lembaga yang dipimpinnya. ”Jika kegagalan di SEA Games Malaysia 2017 dijadikan alasan, saya sebagai komandan siap bertanggung jawab,” katanya. ”Jangan Prima yang dibubarkan, tapi saya saja yang diganti dengan orang yang dinilai lebih baik,” lanjutnya.
Satlak Prima dibentuk pada 2010. Task force itu menggantikan satlak sebelumnya, Program Indonesia Emas (PAL) yang berdiri pada 2008. Awalnya task force itu sukses mendongkrak prestasi Indonesia. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, ”fungsi” task force tersebut malah menambah panjang rantai birokrasi. Tidak lagi hanya mengawasi PB cabor untuk membina atlet elite dengan sebaik-baiknya.
Djoko Pramono, wakil ketua umum PB PABBSI (Persatuan Angkat Besi, Berat dan Binaraga Seluruh Indonesia), berharap pembubaran Satlak Prima tidak akan menimbulkan guncangan. Dia juga ingin pemerintah bisa memilih personel yang pas untuk mengawasi PB cabor yang melakukan pembinaan olahraga secara langsung. ”Arahnya memang mau balik lagi ke zaman dulu, dari kementerian langsung ke PB cabor,” ucapnya.
Yayuk Basuki, legenda tenis putri Indonesia yang kini berada di Komisi X DPR, khawatir perpres baru itu akan menimbulkan masalah. ” Yang pasti, pos anggaran tetap masih atas nama Satlak Prima,” urainya. Perubahan tersebut dikhawatirkan bakal mengubah pos anggaran secara keseluruhan Kemenpora.
”Mau diganti apa aja kalau sistem keuangan masih sama, ya tidak akan berubah. Yang ada makin rusak karena uang buat keroyokan PB cabor,” tegasnya. Satu hal yang dia harapkan, janganlah polemik yang ada saat ini mengganggu atlet dalam menjalani pelatnas. (jun/nap/c10/ang)