Kadisnak Jatim Jadi Justice Collaborator
SURABAYA – Kepala Dinas Peternakan Jatim (nonaktif) Rohayati boleh tidur nyenyak. Terdakwa perkara suap kepada pimpinan Komisi B DPRD Jatim itu dituntut ringan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin (13/10).
Sidang yang dilaksanakan di Ruang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya itu dimulai pukul 09.45. Mengenakan sepatu kets dan baju batik berwarna dasar putih, Rohayati tampak ragu masuk ke ruang sidang. Raut mukanya sayu. Apalagi saat persidangan mulai dibuka Ketua Majelis Hakim Rochmad.
Dalam sidang, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 1,5 tahun kepada Rohayati
Selain itu, perempuan yang menjadi pegawai negeri sejak 1986 tersebut harus membayar denda Rp 50 juta. Jika denda tidak dibayar, dia harus menggantinya dengan tiga bulan kurungan.
Jaksa juga menyatakan menerima permohonan Rohayati sebagai justice collaborator ( JC). Permohonan JC diajukan Rohayati sejak tahap penyidikan. Karena itu pula, KPK bisa mengungkap fakta yang lebih luas dan menjerat tersangka lain.
Dalam sidang, jaksa yang dipimpin Budi Nugraha membacakan amar tuntutan secara bergantian. Maklum, tebal berkasnya mencapai 275 halaman. Dalam amarnya, JPU berkeyakinan Rohayati telah terbukti menyuap pimpinan Komisi B DPRD Jatim. Dia dianggap terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf A UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHP. Total dana Rp 175 juta disetorkan Rohayati kepada pimpinan Komisi B DPRD Jatim, Mochammad Basuki dan M. Ka’bil Mubarok, selama 2017.
Jaksa berkeyakinan, suap tersebut dilakukan untuk memuluskan evaluasi triwulanan dewan. Dengan uang itu, Komisi B DPRD tidak melakukan fungsi pengawasan secara maksimal.
Maret 2017 duit Rp 75 juta diberikan oleh staf Rohayati, Siti Aisyiah, kepada staf Sekretariat DPRD Jatim R. Rahman Agung. Kemudian, uang tersebut diberikan kepada Wakil Ketua Komisi B M. Ka’bil Mubarok. Tepat sebelum hearing antara komisi B dan dinas peternakan (disnak) serta dinas perkebunan (disbun). Hearing pun tidak membutuhkan waktu lama. Semua paparan diterima komisi B. ”Selain itu, tujuannya agar tidak berdampak terhadap alokasi anggaran tahun berikutnya,” ucap Budi.
Suap kedua terkait dengan pembahasan revisi Perda No 3 Tahun 2012 tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif Jatim. Dalam sidang sebelumnya, Rohayati mengaku dimintai uang Rp 200 juta untuk pembahasan revisi perda tersebut. Namun, yang bersangkutan hanya merealisasikan separonya, Rp 100 juta. Uang diberikan untuk mengegolkan pembahasan perda yang mulai dibahas pada awal 2016 itu. ”Terdakwa dan anggota komisi B yang lainnya, Pranaya Yudha Mahardika, menyepakati hal tersebut,” lanjut Budi dalam persidangan.
Pranaya sebelumnya pernah disebut-sebut Basuki terkait perannya sebagai tim negosiator. Bersama Ka’bil dan Atika Banowati, ketiganya melakukan negosiasi dengan para kepala dinas provinsi. ”Harus ada dananya, masak cuma bahas-bahas tok,” ujar Budi lagi
Kali ini uang diberikan staf Rohayati yang lain, yakni Mitro Nurcahyo dan Fitri Istianah, kepada R. Rahman Agung. Setelah diberikan kepada Basuki, uang itu diberikan kepada anggota komisi B lainnya, Ninik Sulistyaningsih. ”Oleh Ninik, uang itu dibagikan kepada seluruh anggota komisi B,” urai Budi. ”Keterangan ini sesuai dengan keterangan dari Basuki dan Ninik,” imbuh Budi.
Hanya satu hal yang memberatkan perbuatannya. Perilakunya dinilai tidak sesuai dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Namun, sikapnya yang mengakui perbuatannya, sopan, belum pernah dihukum, dan masih memiliki keluarga memperingan tuntutan JPU. Yang paling penting, dia dianggap memberikan bukti yang signifikan sehingga bisa mengungkap tersangka lain.
Mendengar tuntutan itu, pengacara terdakwa Ari Nizam menghormati tuntutan JPU. Namun, dia menyatakan punya argumentasi lain. Menurut dia, dalam kasus itu, perlu dilihat inisiatornya. Kliennya hanya menjalankan kesepakatan yang ditanda tangani pejabat sebelumnya. ”Kami tidak mengingkari kesalahan, klien saya hanya ketiban pulung,” terangnya.
Komitmen bukan dilakukan kliennya. Belum lagi gratifikasi kepada anggota DPRD merupakan tradisi negatif yang tidak mampu dibendung kliennya. Terkait dikabulkannya pengajuan JC kliennya, dari awal kliennya sudah punya semangat untuk mengungkapkan fakta sebenarnya. ”JC ini hanya prosedural, tapi kami bersyukur bisa memperingan tuntutan JPU,” ujarnya.
Rochmad kemudian menunda persidangan selama sepekan. Rencananya Rohayati maupun kuasa hukumnya membacakan nota pembelaan. (aji/c10/git)