Tanpa Kompetensi, Harga Lulusan Murah
PERGURUAN tinggi negeri maupun swasta mesti gesit menyikapi perubahan zaman. Hal itu diungkapkan pakar manajemen strategi Universitas Airlangga (Unair) Badri Munir Sukoco. Jurusan-jurusan baru yang relevan dengan kebutuhan masyarakat di masa depan mesti disiapkan.
Badri memprediksi, ke depan ada beberapa prodi di perguruan tinggi yang tetap eksis. Atau sebaliknya, harus ditambahkan. Prodi yang tetap dibutuhkan selama lima tahun ke depan, antara lain, bidang kesehatan, lingkungan, dan energi alternatif.
Selain pengembangan keilmuan, Badri menyebut, kampus harus berbenah untuk meningkatkan kemampuan mahasiswanya. Salah satu upaya tersebut bisa dilakukan dengan penyesuaian kurikulum. Misalnya, mengizinkan peserta didik untuk melakukan penyesuaian ( customize) mata kuliah. Mereka mendapat kebebasan untuk memiliki keahlian mayor dan minor.
Contohnya, mahasiswa memiliki mayor farmasi. Untuk keahlian minor, boleh belajar manajemen pemasaran. Melalui langkah itu, kemampuan mahasiswa akan lebih berkembang. Pola customize itu sudah diterapkan di California Institute of Technology, AS.
Penyesuaian prodi untuk menjawab tantangan zaman itu tak terelakkan. Sebab, hingga kini jumlah prodi belum seimbang. Jurusan sosial dan hukum misal- nya. Setiap tahun jumlah lulusan dari rumpun keilmuan tersebut mencapai 50,7 persen. Sementara itu, jurusan kedokteran dan kesehatan hanya 3,9 persen.
Di sisi lain, pengamat pendidikan Jawa Timur Akh. Muzakki menyebut, mahasiswa yang sedang studi harus mengetahui standar kompetensi lulus pada jurusan yang sudah dipilihnya.
Mahasiswa yang ”buta” profil dan standar kompetensi lulus program studinya sangat mengkhawatirkan. Sebab, dampaknya, kampus memproduksi alumni yang biasa-biasa saja. ”Masif, tidak istimewa, harga lulusannya murah. Apalagi, di era MEA (masyarakat ekonomi ASEAN) begini,” terangnya. (elo/puj/c6/nda)