GARA-GARA KEUSILAN TEMAN
Karir Maxime Bouttier di dunia akting makin mantap saja. Saat ini filmnya yang berjudul One Fine Day bisa dinikmati di bioskop. Namun, siapa sangka masuknya Maxime ke dunia seni peran tidak disengaja. Itu semua terjadi karena ’’kecelakaan’’ konyol yang di
RABU siang (27/9) Maxime sedang bersiap untuk taping program The Comment NET. di kawasang Pancoran, Jakarta Timur. Cowok berdarah Prancis-Indonesia itu akan tampil bersama dua lawan mainnya di film One Fine
Day, Jefri Nichol dan Michelle Ziudith. Sembari menunggu, Maxime membuka nasi kotak dan mulai menyantapnya.
Sambil menikmati makan siang yang humble itu, cowok kelahiran Poitiers, Prancis, 24 tahun lalu tersebut menceritakan awal mula dirinya terjun ke dunia hiburan. Itu semua terjadi selagi dia sebagai siswa SMA di Bali. ’’Ayah minta aku cari pekerjaan. Biar nggak senangsenang dan ngabisin duit aja,’’ ungkap Maxime, lantas tertawa.
Saat itu Maxime memang sedang suka-sukanya main alat musik. Terutama gitar. Karena membuatnya tampak keren. Bersama beberapa teman, dia membentuk band. Tetapi, alih-alih komersial, band itu hanya tampil di acara-acara pentas seni. Sang ayah, rupanya, gemas melihat dia hangout melulu. Dibawalah sang anak ke FS Management, sebuah agensi model ternama di Bali.
Wajah ganteng Maxime dengan mudah menjadi tiket untuk menembus catwalk. Dia sering mendapat
job fashion show. Sekali show Maxime dibayar Rp 500 ribu. Meski begitu, dia tidak bisa enjoy. ’’Aku merasa kaku banget, tapi harus bisa membuat bajunya kelihatan bagus,’’ tutur Maxime.
Dua tahun menekuni modeling menjadi batu loncatan bagi Maxime. FS Management punya banyak kenalan dan koneksi, termasuk production
house yang aktif merilis film dan sinetron. Suatu hari kru FS Management menawari dia casting sinetron di Jakarta. Walaupun suka berakting sejak kecil, tawaran tersebut tidak serta-merta dia iyakan. Sebab, dia berencana kuliah manajemen perhotelan di Prancis setelah lulus SMA.
Lulus SMA pada 2011, Maxime akhirnya memilih ke Jakarta untuk mengembangkan bakat di bidang akting dan musik. Sejumlah rumah produksi dia datangi, berbagai casting dia ikuti. Hingga akhirnya, dia mendapat job sebagai kameo di sinetron Nada Cinta. Hanya numpang lewat, itu pun cuma dua episode. Setelah dua episode itu, Maxime kembali ke Bali lantaran merasa tidak cocok dengan dunia akting dan sinetron. ’’Rasanya kok aneh, tekanannya banyak,’’ jelas Maxime.
Di Bali, Maxime kembali manggung bersama band yang dibentuknya saat SMA. Eh, di tengah
nge-gig bareng teman-teman band, teleponnya berdering. Dari manajemen. Mereka kembali mengajukan tawaran akting. Kali ini datang dari Rapi Films yang memproduksi sinetron
Arti Sahabat. Ingat pengalaman terakhir bermain sinetron, Maxime ogah.
Tiba-tiba salah seorang teman Maxime merebut ponsel dari tangannya. Sang teman kepada pihak manajemen mengatakan bahwa Maxime setuju. ’’Jadi, teman aku yang bikin keputusan besar,’’ kata Maxime, lantas tertawa. Temanteman bandnya itu memang sangat mendukung Maxime mengembangkan karir di Jakarta.
Ngomong-ngomong, siapa sih teman yang keusilannya telah mengubah hidup Maxime itu? ’’Jangan (tanya) namanya deh, ntar dia protes ke aku,’’ ujarnya, lalu kembali melepas tawa.
Singkat cerita, berangkatlah Maxime ke Jakarta untuk mengambil peran sebagai Bryan di Arti
Sahabat musim kedua. Kali ini dia menjadi pemeran utama, bukan kameo lagi. Dia resmi menjadi pemain sinetron striping. Tentu awal perjalanan itu tidak mulus. Banyak yang harus dikejar. Dia belajar akting secara otodidak maupun dari lawan mainnya. Menghafal skenario dilakukan saat break syuting.
Dari semua tantangan itu, yang paling susah, bagi Maxime, ternyata adalah cara bicaranya. Sehari-hari di rumah Maxime lebih banyak menggunakan bahasa Inggris atau Prancis. Di
Arti Sahabat, dia harus menggunakan bahasa Indonesia. Ini yang susah. ’’Kalau ngomong pakai bahasa Indonesia, logat aku bener-bener logat Bali,’’ katanya.
Bagaimana juga, Arti Sahabat melambungkan nama Maxime sehingga dia punya banyak fans dan dikenal berbagai rumah produksi. Setelah membintangi sinetron yang diputar Indosiar itu, sejumlah judul sinetron dan FTV datang silih berganti. Juga film. Film pertamanya adalah
Kata Hati (2013). Lalu, menyusul sejumlah film lain dari berbagai genre. Mulai drama hingga horor.
Bagi Maxime, pengalaman bermain di banyak jenis film makin mengembangkan kemampuan aktingnya. Kendati begitu, dia masih penasaran menjajal satu genre film lagi. Yakni, action. Rupanya, dia terobsesi nonton film-film Jackie Chan semasa kecil. Setelah nonton, dia suka menirukan gerakan-gerakan sang master asal Hongkong tersebut. Selain itu, Maxime punya satu impian lagi. Dia ingin beradu akting dengan favoritnya, Reza Rahadian. ’’Sempat ketemu beberapa kali dan dia berkarisma banget,’’ kata Maxim kagum. (len/c4/na)