Presiden Bagi-Bagi Tanah 2.624 Hektare
Diserahkan kepada Petani, Berlaku 35 Tahun
PROBOLINGGO – Hutan sosial dengan sistem pinjam pakai diyakini bisa meningkatkan penghasilan petani secara signifikan. Terutama buruh tani di sekitar hutan yang selama ini hanya mengandalkan penghasilan dari panggilan untuk menggarap lahan.
Kemarin (2/11) sebagian lahan hutan sosial itu diserahkan kepada petani di Probolinggo, Jember, dan Lumajang. Bupati Probolinggo Tantriana Sari saat penyerahan lahan hutan sosial di Desa Brani Wetan, Kecamatan Maron, Probolinggo, Jatim, memberikan gambaran soal penghasilan para petani penggarap lahan itu. Menurut dia, buruh tani di desa tersebut dibayar Rp 15 ribu per hari. Itu pun tidak setiap hari mereka bisa mendapatkan pekerjaan karena bergantung ada tidaknya lahan untuk digarap
”Kalau sebulan kerja 20 hari, mereka bisa dapat Rp 600 ribu. Setelah ini, mereka berpotensi dapat penghasilan Rp 3 juta per bulan,” urainya.
Di Probolinggo, para petani diarahkan untuk menanam sejumlah tanaman produktif. Mulai sengon, tembakau, cabai, hingga kopi. Jenis tanaman tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing-wilayah sehingga benar-benar bisa menghasilkan.
Presiden Joko Widodo kemarin menyerahkan langsung lahan seluas 2.624 hektare yang dikonsesikan kepada sekitar 1.496 kepala keluarga di tiga kabupaten. Yakni, Probolinggo, Lumajang, dan Jember. ”(Konsesi) ini berlaku 35 tahun. Kalau dimanfaatkan betul, bisa diperpanjang lagi 35 tahun,” ujarnya. Presiden mem- persilakan petani menanami lahan tersebut dengan tanaman apa pun yang produktif.
Setiap KK mendapatkan konsesi 0,5 hektare–2 hektare. Mereka akan menggarap secara berkelompok dengan varietas yang sama. Dengan demikian, potensi pasarnya juga akan tinggi. Sebab, hasil pertanian tersebut akan lebih mudah terjual bila jumlahnya besar.
Selain itu, lanjut dia, dengan berpegang pada bukti konsesi, petani bisa dengan mudah mendapatkan kredit usaha rakyat (KUR) dari bank. Akses modal para petani diharapkan bisa semakin besar. Selain itu, petani mendapatkan asuransi untuk risiko kegagalan panen dan pendampingan dari Perhutani dalam mengembangkan produksi pertanian.
Mengenai target 4,3 juta hektare lahan, presiden menyatakan optimistis bisa tercapai pada 2019. ”Memang target yang tidak kecil, tapi segera direalisasikan agar masyarakat memiliki kepastian.”
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjelaskan, setiap hari selalu ada usulan lahan baru yang masuk ke kementeriannya. Meski demikian, pihaknya tidak bisa serta-merta menyetujui usulan tersebut. ”Kami harus verifikasi dulu lahan itu, apakah ada masalah atau tidak,” terangnya.
Kementerian LHK harus mengecek dahulu ke lapangan tentang status tanah tersebut. Apakah memang lahannya memungkinkan untuk diberi izin pemanfaatan, ada konflik atau tidak, hingga kondisi lahan itu sendiri. Karena itu, dari target awal 12,7 juta hektare lahan yang dikonsesikan, secara realistis yang bisa tercapai hingga 2019 hanya 4,3 juta hektare.
Hingga Desember mendatang, pihaknya menargetkan konsesi hutan sosial untuk Pulau Jawa bisa tuntas di 30 kabupaten. Untuk tahap pertama hingga 6 November, ada 11 kabupaten yang masyarakatnya diserahi hutan sosial.
Sholikin, buruh tani asal Ambulu, Jember, mengaku senang atas konsesi lahan tersebut. ”Saya buruh tani, biasanya dibayar Rp 40 ribu per hari,” tuturnya. Itu pun tidak setiap hari dia mendapatkan pekerjaan menggarap lahan. Terkadang bisa bekerja tiga hari, kemudian menganggur 10 hari. Bila sudah demikian, dia terpaksa menyabit rumput untuk membuat asap dapurnya tetap mengepul.
Rencananya, lahan konsesi tersebut ditanami sengon bersama petani lainnya. Di sela-sela pohon sengon, dia akan menanaminya dengan tanaman hortikultura dengan sistem tumpang sari. Sebab, sengon membutuhkan waktu empat tahun sebelum bisa dipanen. (byu/c6/nw)