Resmi Hadapi 10 Partai Politik
KPU Siapkan Jawaban bahwa Sipol Tidak Bermasalah
– Lawan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sidang laporan dugaan pelanggaran administrasi pendaftaran partai politik bertambah. Kemarin (2/11) Bawaslu menyatakan, tiga laporan tambahan memenuhi syarat formal dan materiel untuk masuk ke sidang pokok perkara.
Tiga laporan itu diajukan oleh Partai Rakyat, Partai Swara Rakyat Indonesia (Parsindo), dan Partai Indonesia Kerja (Pika). Dengan demikian, ada sepuluh laporan yang akan ditindaklanjuti dalam sidang pokok perkara.
Tiga parpol tambahan itu juga mempersoalkan sistem informasi partai politik (sipol). Mereka mengeluhkan aspek legalitas input data parpol ke dalam sipol sebagai syarat wajib pendaftaran pemilu. Apalagi, proses input data tersebut terjadi banyak kendala. ’’Hampir semua DPW Parsindo mengalami kendala yang sama,’’ ujar anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin saat membacakan permohonan dari Partai Parsindo di gedung Bawaslu RI, Jakarta.
Sementara itu, enam parpol mulai menjalani sidang pokok perkara kemarin. Yakni, PKPI versi Hendro- priyono, Partai Idaman, Partai Bulan Bintang, PKPI versi Haris Sudarno, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, serta Partai Republik.
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra mengatakan, kebijakan KPU menyatakan bahwa partainya tidak memenuhi syarat karena tidak tuntas meng- input sipol tidak memiliki landasan yang cukup kuat. ’’Sebab, kami memiliki bukti tanda terima dari 514 kabupaten/kota. Sipol kan hanya sarana,’’ ujarnya.
Yusril menjelaskan, substansi syarat yang diatur UU Pemilu sudah dipenuhi partainya. Mulai syarat kepengurusan di berbagai level hingga administrasi lainnya. Dengan fakta tersebut, dia menilai, tidak relevan jika pihaknya digagalkan oleh peraturan KPU (PKPU) yang merupakan aturan di bawah UU Pemilu. ’’Dia wajib mengesampingkan peraturan yang lebih rendah itu dan menggunakan peraturan yang lebih tinggi,’’ imbuhnya.
Mantan menteri kehakiman itu mengingatkan, kejadian pada 2012 bisa terulang. Saat itu PBB dinyatakan gagal karena syarat 30 persen keterwakilan perempuan di daerah sebagaimana yang tercantum dalam PKPU tidak terpenuhi. Namun, dalam putusannya, pengadilan tata usaha negara (PTUN) mengesampingkan PKPU karena UU Pemilu saat itu hanya mewajibkan keterwakilan di tingkat nasional. ’’ Kan yurisprudensi dalam kasus yang sama. Dalam kasus ini, namanya sipol,’’ terangnya.
Sebagaimana diketahui, sidang hari ini akan dibagi dua agenda. Pertama, menyampaikan laporan pelanggaran oleh Partai Rakyat, Parsindo, Partai Indonesia Kerja, dan Partai Bhinneka Indonesia. Setelah itu, ada sesi KPU memberikan jawaban atas laporan enam partai yang disampaikan dalam sidang kemarin.
Di bagian lain, komisioner KPU Wahyu Setiawan menyatakan, semenjak proses sengketa parpol berlangsung, pihaknya banyak disibukkan dengan wacana sipol antara wajib atau tidak wajib. Pihak yang merasa sipol tidak wajib merasa UU Pemilu sama sekali tidak mengatur hal itu. ”Di situ tidak ada bunyi-bunyian sipol,’’ kata Wahyu.
Menurut Wahyu, KPU dalam hal ini punya kewenangan membuat peraturan KPU sebagai bentuk operasionalisasi UU. Sebab, materi UU Pemilu masih bersifat pokok. Peraturan KPU dibuat demi menjelaskan secara teknis pelaksanaan dari UU Pemilu itu. ’’Sehingga dengan kewenangan KPU yang seperti itu, tidak salah jika KPU mewajibkan penggunaan sipol dalam pendaftaran pemilu,’’ ujarnya. (far/bay/c4/fat)