Bergaultanpa Menyakiti
Kampanye Anti Perundungan di MI Masjid Al Akbar Surabaya
ROAD show For Her Tangkis Bersama Antangin JRG terus berjalan. Kemarin (2/11) giliran para orang tua dan siswa MI Masjid Al Akbar Surabaya yang didatangi untuk tema Anti Perundungan. Berikut ringkasan materi yang disampaikan Taufik Akbar Rizqi Yunanto SPsi MPsi, psikolog dan dosen Universitas Surabaya.
Kapan sebuah tindakan tergolong perundungan?
Perundungan adalah tindakan, ucapan, maupun hal lain yang membuat seseorang tidak nyaman. Suatu tindakan atau ucapan bisa dikategorikan bullying ketika dilakukan secara berulang dan ada pihak yang merasa tersakiti.
Apakah mungkin seorang murid TK melakukan perundungan?
Pada usia balita, anak belum tahu konsep baik dan buruk. Seringnya, mereka melakukan suatu hal karena meniru orang sekitarnya. Mereka akan mengulanginya jika hal itu dianggap menyenangkan. Dengan begitu, kasus tersebut belum bisa dianggap bullying. Namun, anak amat mungkin jadi pelaku perundungan kelak.
Bagaimana kalau anak ketahuan melakukan perundungan?
Ajak anak mengobrol. Tanya mengapa anak melakukan tindakan tersebut, tapi dengan intonasi dan wajah yang tidak mengintimidasi. Jangan terbawa emosi, lantas mengecap anak sebagai ’’si salah’’. Posisikan anak sebagai korban. Tanyakan kepada mereka apakah benar tindakan yang mereka lakukan tersebut tidak menyakiti orang lain? Tujuannya, anak tahu pola sebab-akibat dari perbuatan
Sering kali, orang tua menemui kasus kenakalan yang dianggap wajar. Misalnya, anak mengolok teman. Bolehkah?
Tentu tidak. Tindakan yang merendahkan orang lain bukanlah hal yang benar. Jika tidak diingatkan, kebiasaan tersebut terbawa hingga anak besar. Orang tua perlu mengajarkan dan memberikan contoh bergaul yang baik. Tunjukkan bahwa banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk akrab dengan teman.
Apakah ada ciri anak yang berpotensi menjadi pelaku perundungan?
Anak umumnya merupakan tipe ekstrover. Mereka mudah membuka diri kepada orang lain. Dengan demikian, mereka kadang lupa memfilter harus bergaul dengan siapa. Selain itu, anak biasanya ingin pengakuan dan jadi pusat perhatian. Karena itu, mereka berusaha tampil lebih daripada yang lainnya meski cara yang mereka lakukan justru merugikan lainnya. Bagaimana dengan korban? Kebalikannya, korban biasanya merupakan tipe yang tertutup dan sulit bercerita kepada orang lain. Bahkan kepada orang terdekat seperti orang tua maupun teman. Selain itu, pada banyak kasus, anak- anak yang jadi korban memiliki kondisi fisik, ekonomi, maupun kognitif yang ber beda dengan sebayanya. Korban juga biasanya tidak punya supporting system atau ’’pendukung’’ seperti keluarga dan teman yang baik. (fam/c22/ayi)