800 Jenis Narkoba Baru Akan Masuk
Lewat Jaringan Internasional
BATU – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso mengakui bahwa pihaknya kalah cepat jika dibandingkan dengan sindikat internasional yang menyuplai narkoba di Indonesia. Kendalanya bukan hanya kondisi geografis Indonesia yang berpencar, tapi juga jaringan nar koba yang beroperasi di Indonesia menggunakan teknologi canggih.
Menurut pria yang akrab dipanggil Buwas tersebut, Indonesia bagi sindikat narkoba adalah pasar yang gemuk. Selain itu, harga narkoba di Indonesia paling mahal ketimbang negara lain.
Buwas mencontohkan, harga sabu-sabu di Indonesia lebih mahal ketimbang harga emas. Hal itu dia kemukakan saat menjadi pemateri dalam Reuni Akbar IKA (Ikatan Keluarga Alumni) I-3 (Institut Injil Indonesia) XII di Sekolah Alkitab Batu (SAB), Jalan Soekarno, Beji, kemarin (2/11).
”Kita kalah cepat dengan 72 jaringan narkoba internasional. Suplai narkoba di Indonesia melibatkan sebelas negara. Mereka mengirim secara aktif. Belum lagi jaringan narkoba Filipina yang mulai pergi dari negaranya karena kebijakan pemerintah yang keras,” tutur Buwas.
Salah satu indikator mulai masuknya jaringan Filipina ke Indonesia adalah diamankannya satu kontainer narkoba di Thailand. Menurut dia, di dunia saat ini ada 800 jenis narkoba baru.
Di Indonesia, sudah masuk 68 narkoba baru. Dari jumlah tersebut, hanya 60 narkoba jenis baru yang diatur dalam Permenkes Nomor 41 Tahun 2017. Sedangkan sisanya belum masuk peraturan di Indonesia.
Buwas mengatakan, jumlah 68 itu adalah yang ditemukan petugas. Dia memperkirakan jenis baru narkoba lebih banyak lagi. ”Cepat atau lambat, 800 jenis baru itu akan masuk ke kita (Indonesia, Red),” ujarnya.
Terlebih, menurut Buwas, dengan letak geografis Indonesia yang berpencar, banyak pelabuhan tikus yang memudahkan akses sindikat narkoba. Selain itu, masyarakat Indonesia terlalu apatis dengan peredaran narkoba dan banyak yang belum me- mahami persoalan narkoba di negeri ini. Bahkan, di instansi pemerintah saja, masih banyak yang menunjukkan sikap apatis dan tidak mau bekerja sama dengan BNN.
Berdasar analisis BNN, peredaran gelap narkoba selalu mengarah kepada penghuni lapas.
”Seharusnya kita bersinergi. Kita lebih semangatkan lagi peringatan Presiden Jokowi bahwa Indonesia darurat narkoba,” tegas Buwas.
Peringatan itu sebenarnya kali kesekian. Sebab, pada 1971 Presiden Soeharto mengungkapkan hal senada. Namun, saat ini jumlah korban narkoba semakin besar dan peredaran barang haram tersebut kian luas. Karena itu, Buwas meminta seluruh masyarakat waspada dan tidak terlena dengan sanjungan ”Indonesia hebat, Indonesia tangguh” sehingga tidak bisa membaca ancaman serta fakta di depan mata.
”Kita harus berpikir langkahlangkah melindungi anak-anak kita sejak TK. Kita harus memikirkan cara agar anak kita yang berada di TK menjadi tahu ancaman narkoba,” tegas dia. (dan/jon/JPG/c11/diq)