Eksekusi Satu Persil Tunggu Sikap PN
SURABAYA – Proyek frontage road sisi barat segera dituntaskan tahun ini. Satu persil lahan di Kecamatan Gayungan yang kini belum dibebaskan segera dieksekusi. Saat ini berkas permohonan konsinyasi sudah masuk ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Berdasar pemantauan Jawa Pos kemarin, jalur penyangga sisi barat dari Bulog menuju Dinas Kesehatan Jawa Timur belum tersambung. Ada satu bangunan yang masih berdiri di tengahtengah proyek jalan.
Rumah tersebut tidak ditinggali. Namun, masih ada yang menggunakan untuk bengkel kecil. Sebagian bangunan juga hampir roboh. Di samping bangunan tersebut, juga disiapkan puluhan box culvert.
Kepala Dinas PU Bina Marga dan Pematusan Erna Purnawati mengatakan, pembangunan frontage road sisi barat sejatinya tinggal satu tahap. Sebagian besar pembangunan fisik sudah selesai dilakukan. ”Tinggal satu persil itu yang belum dikerjakan,” katanya
Erna menuturkan, satu persil lahan tersebut saat ini sudah dikonsinyasi. Pengesahannya juga sedang diproses. Dengan begitu, dalam waktu dekat ini, proses eksekusi satu persil lahan tersebut bisa dilakukan. ”Ini sudah ditandatangani. Tinggal tunggu waktu saja,” ujarnya.
Sebelumnya, warga pemilik lahan tersebut menolak untuk dieksekusi. Sebab, dalam keluarga pemilik lahan bangunan itu,terdapat delapan ahli waris. Mereka belum setuju dengan pembagian uang konsinyasi Rp 2,2 miliar tersebut. Selain itu, pemkot akan melanjutkan proyek pelebaran frontage road di sisi Wonokromo. Saat ini pemkot masih menunggu penetapan lokasi (penlok) dari pemprov. ”Kami butuh penlok sebagai dasar pembangunan jalan,” kata Ganjar Siswo Pranomo, kepala bidang jalan dan jembatan Dinas PU Bina Marga dan Pematusan Surabaya.
Ganjar menuturkan, saat ini pihaknya mengerjakan saluran air lebih dahulu. Lokasinya di beberapa bangunan yang sudah dirobohkan. Selain itu, dipasang pembatas jalan. ”Kami beri batas jalan pada bangunan yang belum dieksekusi,” ujarnya.
Saat ini pelebaran jalan nasional tersebut masih terkendala pembe- basan lahan. Khususnya lahan milik warga. Ganjar menjelaskan, ada perubahan nama program yang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Surabaya. ”Sebelumnya, memang namanya frontage road Wonokromo. Tetapi, tidak ada di RTRW. Maka, kami sesuaikan,” katanya.
Menurut Ganjar, sejatinya setelah perubahan nama program, penlok bisa segera dikeluarkan oleh pemprov. Sebab, rumah warga yang terdampak pelebaran jalan tersebut masuk wilayah Surabaya, bukan milik nasional. ”Kami akan coba koordinasi dengan pemprov untuk menyamakan persepsi,” ujarnya. (ayu/c6/git)