Karena Tak Mau Kalah dengan Para Lelaki
Polda Jatim punya polwan yang suka ngotot, bikin jantung Sudah
MEMOLESKAN
pada wajah sudah biasa. Yang dilakukan para bloger ini adalah merias sketsa wajah di kertas. Seperti apa ya? (*) cemot-cemot.
SELASA pagi (31/10), enam mobil Satuan Patroli Jalan Raya (Sat PJR) Polda Jatim berjajar rapi di garasi. Saat didekati, terdengar bahwa mobil-mobil Mazda 6 anyar itu menggeram halus. Di balik salah satu kemudi, seorang polwan yang berambut cepak menyiapkan mobil bermesin 2.500 cc itu.
Dia sibuk mengecek dan membersihkan kelengkapan berkendara. Klakson dibunyikan, lampu dinyalakan, debu yang menempel di kaca depan disingkirkan.
Polwan tersebut adalah Iptu Pujiati. ngepot. Kegiatan itu adalah salah satu aktivitas rutinnya. Maklum, itulah cara Pujiati untuk mendekatkan diri dengan mobil-mobil tersebut.
Kedekatan Pujiati dengan sedan memang sedang hangat-hangatnya. Terutama sejak dia mengenal dan menggeluti slalom pada awal Agustus. ’’Dua tahun lalu pernah kenal sebenarnya, tapi kenalan aja,’’ kata perempuan 39 tahun itu.
Kegemaran pada kegiatan ekstrem tersebut tergolong langka di lingkungan polwan
Menabung pun bisa. Dengan catatan, dia masih melajang.
Namun, kondisi tersebut sangat berbeda dengan sekarang. Sebab, kini dia memiliki istri dan dua anak yang masih kecil. ’’Sekarang istri saya tidak bekerja setelah punya anak. Kondisi fisiknya enggak kuat,” katanya.
Dengan begitu, Nanang hanya mengandalkan gaji bulanan tersebut. Tanpa ada uang lembur. Kebutuhan dua anaknya juga tidak kecil. Pendapatan yang dia peroleh lebih banyak tersedot untuk membeli susu dan popok. ’’Kalau untuk saya pribadi, gaji sesuai UMK tahun ini cukup buat menghidupi keluarga. Istri dan dua anak saya yang masih kecil. Sampai segitu saja,” ujarnya.
Pria 31 tahun itu menambahkan, agar pendapatannya cukup, dirinya harus pandai mengatur keuangan. Ngirit habis-habisan agar cukup untuk sebulan. ’’Itu tanpa menabung,” katanya.
Kini, anaknya akan masuk pendidikan anak usia dini (PAUD). Kebutuhan keluarga tentu akan jauh meningkat. Padahal, peningkatan upah tidak terlalu tinggi. Karena itu, sebagai tulang punggung keluarga, dia memilih untuk mencari pekerjaan sampingan sebagai driver angkutan online. ’’Untungnya, sebelum punya anak, saya bisa nyicil sepeda motor bareng istri,” ujarnya.
Nanang mengatakan, kondisinya saat ini tentu berubah ketika kedua anaknya sudah masuk sekolah. Selain biaya untuk indekos per bulan Rp 500 ribu dan listrik kurang lebih Rp 150 ribu, dia harus membayar kebutuhan sekolah. ’’Teman-teman saya yang anaknya sudah sekolah rata-rata mencari kerja sampingan agar cukup untuk kehidupan seharihari,” ungkapnya.
Dengan upah yang ngepres tersebut, tentu Nanang akan sulit membeli rumah di Surabaya dan sekitarnya. Betapa tidak, angsuran untuk rumah sederhana saja sudah di atas Rp 3 juta.
Sebagai buruh, Nanang sejatinya memiliki keinginan serupa dengan buruh-buruh pabrik lainnya. Yakni, mendapatkan kenaikan gaji lebih tinggi dari PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Namun, jika kenaikan UMK tetap berdasar PP tersebut, Nanang masih cukup bersyukur. ’’Syaratnya, pemerintah bisa menjamin agar tarif dasar listrik dan bahan bakar minyak (BBM) tidak naik,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya Dwi Purnomo mengungkapkan, rapat pleno dewan pengupahan dilaksanakan minggu depan. Penentuan UMK di Surabaya akan disesuaikan dengan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Yakni, UMK sekarang ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang sudah ditetapkan 8,71 persen. ’’Jadi, jangan takut dengan UMP yang ditetapkan gubernur. Surabaya pasti di atas itu (UMP),” jelasnya.
Menurut dia, penentuan UMK sesuai dengan PP tersebut sudah sangat ideal. Namun, dia tidak bisa menyalahkan buruh ketika menuntut kenaikan UMK lebih tinggi. ’’Namanya buruh, naik berapa saja pasti kurang. Tetapi, PP ini sudah sangat ideal jika dibandingkan dengan survei KHL,” katanya.
Saat ini disnaker sudah melakukan survei KHL di beberapa pasar di Surabaya. Hasilnya pun sudah diketahui. Namun, Dwi masih enggan menyebutkan angkanya. Sebab, hasil survei KHL akan dibahas pada saat rapat pleno dengan dewan pengupahan minggu depan.
Dwi menuturkan, perhitungan berdasar PP tersebut sangat ideal jika dibandingkan dengan KHL yang hasilnya ternyata lebih rendah. Dalam hal ini, justru yang lebih diuntungkan adalah buruh. ’’Minggu depan kami dengar pengajuan dari pengusaha dan buruh,” tuturnya.
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi di Jawa Timur year-on-year (yoy) September 2016 dibandingkan September 2017 adalah 3,84 persen. Inflasi nasional yoy 3,72 persen. Pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur pada 2016 sebesar 5,55 persen, sedangkan pertumbuhan nasional 5,05 persen.
Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Jatim Khaerul Agus mengatakan, pertumbuhan ekonomi di Jatim beberapa tahun terakhir ini selalu di atas nasional. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi tahun ini terbilang lambat.
Meski begitu, Khaerul menuturkan, pihaknya tidak bisa menyimpulkan tentang UMP yang ditetapkan berdasar inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional tersebut ideal atau tidak ketika diterapkan di Jawa Timur. ’’Kami tidak tahu perhitungannya. Yang jelas, BPS hanya memberikan data. Sebab, BPS sekarang tidak masuk dalam dewan pengupahan,” tuturnya.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebutkan, kenaikan UMK 8,71 persen belum dipandang sebagai angka yang ideal. Besaran kenaikan UMK itu justru dianggap memberatkan bagi pengusaha.
Anton Subagyo, ketua Apindo Jawa Timur, mengatakan, idealnya kenaikan UMK berada di kisaran 4 persen saja. ’’Itu didasarkan pada inflasi plus 1 persen,” jelasnya. (ayu/gal/c7/git)