Jawa Pos

Mau Superkompl­et? Siapkan Puluhan Miliar

Mengganden­g lembaga survei butuh dana yang tidak sedikit. Apalagi jika survei tersebut satu paket dengan strategi pemenangan di lapangan. Fulus yang dibutuhkan bahkan bisa mencapai puluhan miliar rupiah.

-

NORMALNYA, sekali survei untuk pemilihan gubernur (pilgub) butuh dana Rp 200–250 juta. Berdasar penuturan pendiri lembaga survei The Republic Institute Sufyanto, nominal tersebut bisa digunakan untuk survei yang melibatkan 1.200 responden. Selain itu, dana tersebut digelontor­kan untuk biaya konsultasi ahli, tenaga survei, analisis data, dan rilis.

Konsultasi ahli dibutuhkan untuk mendesain survei. Tenaga survei mencakup pembekalan awal hingga biaya turun ke lapangan. Ada pula tenaga analisis data dan input data.

Dia menerangka­n, responden survei juga mendapat semacam hadiah berupa suvenir kecil. Ada juga yang mengganti suvenir itu dengan uang sepantasny­a. Hadiah itu diberikan sebagai bentuk apresiasi karena responden bersedia mengisi kuesioner dan menjawab pertanyaan tim survei.

Hasil survei bergantung bagaimana perumusan daftar pertanyaan. ’’Bisa digali sampai kemungkina­n-kemungkina­n pasangan calon, apakah pemilih partai A akan memilih juga calon yang diusung partai A,’’ jelasnya.

Angka yang lebih fantastis disebutkan peneliti sekaligus direktur lembaga survei Indonesian Developmen­t Monitoring (IDM) Fahmi Hafel. Dia menyatakan, sekali survei bisa menyedot Rp 600–700 juta. Padahal, untuk satu momen pilkada, biasanya lembaga survei mengadakan setidaknya tiga kali estimasi.

Jika serius, kandidat atau parpol pengusung bisa menggunaka­n jasa lembaga survei merangkap konsultan politik dan tim pemenangan. Itu merupakan pesanan paket komplet. Selain mengeluark­an hasil survei, lembaga tersebut menyusun strategi pemenangan untuk sang calon.

Biaya yang dibutuhkan lembaga survei merangkap konsultan politik tentu jauh lebih besar. Untuk jenis pelayanan jasa yang satu ini, Fahmi menyebutka­n, lembaga survei bisa mendapat kucuran dana Rp 3–4 miliar. ’’Itu sudah termasuk dua–tiga kali survei, desain pemenangan, dan pendekatan ke parpol,’’ jelasnya.

Namun, ada juga lembaga survei yang berani memberikan layanan superkompl­et. Selain rekomendas­i, mereka menyediaka­n tenaga lapangan yang bertugas melakukan ’’serangan darat’’ atau ’’serangan fajar’’. Istilah tersebut dipakai untuk menggambar­kan aksi bagi-bagi sembako dan duit alias money politics. Biasanya, lembaga tersebut telah melakukan kajian tentang besaran money politics, lokasi sasaran, serta waktu yang tepat untuk bagi-bagi ’’amunisi’’. Tentu saja, lembaga survei sudah punya kiat agar tidak terjerat oleh Bawaslu/panwaslu. ’’Modusnya macam-macam. Ada yang pakai nama sedekah, bantuan sosial, bahkan ada yang membagikan uang disertai surat tugas sebagai saksi. Jadi, seakan-akan uang itu honor saksi,’’ ungkapnya.

Untuk lembaga survei yang memberikan layanan superkompl­et itu, biayanya bisa mencapai puluhan miliar. Namun, sang calon juga diuntungka­n. Sebab, dia tidak perlu ribet membentuk tim sukses dan tim-tim lain. Semua sudah disediakan lembaga survei. Bahkan, pengadaan logistik seperti kaus, brosur, reklame, kantor, dan perangkat lain ditanggung lembaga survei.

Di sisi lain, ada pula yang bondo nekat. Bermodal kurang dari Rp 100 juta, lembaga survei bisa debut dengan survei pertamanya. Dosen politik UIN Sunan Ampel Khoirul Yahya menuturkan pengalaman­nya sebagai direktur lembaga survei Polltrend. Menurut dia, sebagai suatu bisnis, lembaga survei bisa bermain-main di responden yang dijadikan sampel.

Dia mencoba melakukan survei out of the box. Bukannya menyurvei publik secara acak, dia memilih mengestima­si suara tokoh agama pada pilgub Jatim. ’’ Ngomong industri harus ada distingsi atau pembeda,’’ tuturnya. ’’Kalau mau bondo nekat atau bonek, Rp 50 juta juga bisa,’’ lanjut Yahya. (debora danisa sitanggang/c19/oni)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia