Ajari Membatik, Janji Sambang setelah Bebas
Djayadi sudah 10 bulan menjalani hidup di tahanan. Mantan direktur utama (Dirut) PDAM Delta Tirta tersebut ingin hidupnya membawa manfaat. Terpidana kasus korupsi itu pun menularkan ilmunya. Antara lain, ilmu membatik dan keagamaan pada sesama narapidana
”INI kurang tebal malamnya. Harus tebal sampai tembus bagian belakang,” ujar Djayadi memberikan pengarahan pada Ari Andria, salah seorang napi kasus narkoba yang ikut kegiatan membatik di Lapas Kelas I Surabaya (Porong).
Malam yang disebut Djayadi itu bukan kebalikan dari siang, tetapi malam batik. Dalam pembuatan batik, malam berperan sebagai penutup bagian kain agar tidak terwarnai dalam pencelupan.
Djayadi lantas bercerita, jika malam batik hanya dioleskan ala kadarnya, yakni tidak tebal dan tak tembus kain bagian belakang, bagian yang diharapkan tidak terkena warna itu akan terkontaminasi warna. Akibatnya, batik tidak sesuai dengan hasil yang diinginkan. Warnanya bisa tercampur-campur, jlembret.
Mendengar arahan Djayadi, Ari manggut-manggut. Napi kasus narkoba yang dihukum penjara lima tahun tersebut memperhatikan cara pemberian malam seperti yang dipraktikkan Djayadi. Setelah paham, napi berusia 39 tahun itu mengulangi lagi pemberian malam yang masih kurang. ’’Iya, Pak,’’ tuturnya.
Setelah memberi petunjuk pada Ari, Djayadi berpindah tempat. Dia melihat hasil karya batik tulis napi lain. Satu per satu karya para pelaku tindak pidana tersebut dilihat. Tak sekadar melihat, Djayadi juga memberitahu kekurangannya. Jika ada napi yang bertanya, Djayadi langsung menjawab. Ternyata, Djayadi dipercaya pihak lapas sebagai pengajar untuk membuat batik.
Hingga kemarin (2/11), Djayadi tetap membimbing para napi untuk membuat batik tulis. Batik hasil karya para napi itu dipasarkan. Djayadi menggandeng penjual di luar. ”Di sini saya memang ingin belajar jadi orang bermanfaat. Memanfaatkan ilmu untuk sesama,” ungkap pria berusia 54 tahun tersebut.
Saat awal masuk tahanan, Djayadi memang tidak ikut kegiatan pembinaan lebih dulu. Dia berada di blok rumah sakit karena membutuhkan perawatan. Namun, dia tidak lama berada di tempat itu. Djayadi mulai aktif berkegiatan. Sering berada di masjid, Djayadi pun dipercaya sebagai takmir. Beragam kegiatan keagamaan dilakukan bersama napi lain.
Kala itu Djayadi pun sudah menerima dan menjalani dengan ikhlas harus hidup di bui. Dia memiliki keinginan tetap bermanfaat bagi sesama. Akhirnya, dia pun ikut aktif dalam kegiatan pembinaan. Djayadi tidak ingin napi yang sudah masuk bui akan kembali lagi. ”Salah satu problem mantan napi biasanya sulit mencari pekerjaan di luar nanti,” jelasnya.
Tidak semua perusahaan mau mempekerjakan mantan napi. Masih banyak yang belum percaya dengan mantan tahanan. Karena itu, keterampilan pribadi sangat diperlukan untuk bekal. ”Jadi, napi yang ke luar dari sini sudah memiliki bekal komplet. Ijazah sudah dapat, skill juga menguasai,” ucap pria yang kini menghuni blok bersama puluhan napi lainnya.
Jika cuti bersyarat (CB) yang diajukan dikabulkan, Djayadi bakal bebas pada Februari 2018. Selepas bebas, dia berjanji tetap sambang ke lapas. Dia tidak akan memutus ikatan silaturahmi untuk membantu memasarkan produk para napi. ”Pasti ke sini setelah bebas nanti,” katanya.
Seperti diketahui, Djayadi menjadi terpidana kasus peminjaman dana PDAM untuk PS Deltras sebesar Rp 3 miliar pada 2011. Dia dihukum 1,5 tahun. Djayadi dieksekusi Kejari Sidoarjo pada 7 Januari 2017 setelah salinan putusan dari MA turun. Selain Djayadi, terpidana lain adalah Vigit Waluyo (mantan pengurus PS Deltras). Hukumannya sama. Namun, hingga kini, Vigit belum dieksekusi. (*/c20/hud)