Selalu Mengucap Basmalah sebelum Memacu Kendaraan
Apalagi sampai menggeluti olahraga lenggak-lenggok mobil itu. Bagi Pujiati, slalom memiliki tantangan dan sangat memacu adrenalin.
Kecintaan Pujiati terhadap segala aktivitas yang memacu adrenalin berawal ketika dirinya masuk ke kepolisian pada 1997. Setelah lulus dari sekolah bintara yang diikutinya setahun, perempuan kelahiran Nganjuk tersebut langsung masuk ke pasukan elite Polda Jatim.
Dalam Tim Unit Perintis Sabhara (UPS) Polda Jatim, Pujiati termasuk tim pendobrak. Hal itu memaksanya untuk mempelajari beberapa keahlian yang sebenarnya lebih banyak dikuasai polisi laki-laki.
Naik-turun gedung atau tebing sudah menjadi sarapan sehari-hari. Menembak dari posisi yang sulit seolah-olah jadi camilan saat senggang. Belum lagi, dia harus menunggangi motor trail. Kijang besi tersebut memang menjadi barang baru baginya. Waktu itu, jangankan menunggangi, melihat saja jarang.
Sambil menyingkap baju dinasnya, dia menceritakan bahwa bulu kuduknya berdiri saat kali pertama duduk di sadel motor tersebut. Ibu dua anak itu ingat betul, jemari tangan dan kakinya sempat bergetar. Grogi.
Namun, bukan Pujiati namanya kalau gampang menyerah. Motivasinya malah terlecut. Sebab, beberapa polwan dalam pasukan tersebut sudah bisa menguasai kendaraannya. Tekadnya sudah bulat: harus bisa.
Tak sampai seminggu, perempuan tomboi itu mulai mahir. Dia malah keranjingan. Beberapa kali dia berkendara di arena offroad. Gerakan favoritnya adalah jumping (melompat) setelah melewati gundukan tinggi.
Menurut Pujiati, pengalaman yang paling berkesan adalah mengikuti simulasi pengamanan tamu VVIP di Hotel Tunjungan. Saat itu, dia dan anggota UPS lainnya harus terjun dari puncak gedung 22 lantai tersebut dengan kepala berada di bawah. Bisa dibayangkan, adrenalin pasti meluap.
Kegemaran itu sempat terhenti belasan tahun. Sejak 2000, dia dipindahtugaskan ke Satlantas Polrestabes Surabaya. Tak banyak kegiatan yang menguras tenaga.
Perempuan yang gemar menonton film tersebut kembali menggeluti hobinya setelah menuntaskan pendidikan perwira pada November 2013. Begitu lulus, dia ditempatkan di Sat PJR Polda Jatim. ’’Kata orang, cocok iwak endok gak ono erine (Cocok ikan telur tidak ada durinya, Red),’’ tuturnya, lantas tertawa lepas.
Bagaimana tidak, di Sat PJR Polda Jatim, dia bisa menunggangi mobil atau sepeda motor setiap hari. Penempatan sebagai Panit 2 Jatim 4 Sat PJR membuatnya sering ditunjuk untuk mengawal tamu VVIP. Misalnya, presiden dan tamu-tamu asing.
Bahkan, dia berkesempatan mencoba mobil dan sepeda motor spesial milik korps seragam cokelat itu di luar kegiatan dinas. Saat itu, dia penasaran untuk menunggangi motor gede (moge). Dia pun ikut ke Tim Dara Semeru (Darsem) Polda Jatim.
Dalam tim yang berisi polwan penunggang moge tersebut, Pujiari mulai belajar menunggangi motor Harley-Davidson Police. Lagi-lagi, istri Eka Anggreana itu menjajal sejumlah teknik menunggang motor dengan bobot lebih dari 500 kilogram tersebut.
Pada saat bersamaan, dia mempelajari safety driving. Di program pendidikan kejuruan PJR itu, dia dikenalkan dengan beberapa teknik slalom. Saat itu baru berupa materi-materi. Jadi, anak tunggal tersebut belum tertarik mendalaminya.
Setelah menguasai teknik mengendarai moge seperti zig-zag, berdiri di atas pijakan kaki, dan berputar saling silang, penyuka bakso itu ingin mencoba tantangan baru yang lebih seru.
Kebetulan, pada Agustus, dia berkesempatan untuk belajar safety driving di arena balap Kenjeran. Dia pun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Di bawah asuhan tim mantan pembalap nasional Moreno Suprapto, Pujiati menjadi satu-satunya polwan di Polda Jatim yang ambil bagian. ’’Saya selalu tertarik ketika ada lakilaki yang ikut,’’ ujarnya.
Maklum, sejak kecil, dia lebih banyak bermain dengan laki-laki. Mulai bermain kelereng hingga nyolong jambu milik tetangga. Kenangan akan kenakalan masa kecil itu terbawa sampai sekarang. Pujiati mengakui, rasa penasaran muncul ketika ada laki-laki yang mahir dalam satu keahlian. Misalnya, slalom. Dia pun mulai menggeluti teknik-teknik slalom.
Selama latihan, usahanya tidak berjalan mulus. Saat atraksi slalom yang berkolaborasi dengan Bripka Arif Sudibyo, benturan sempat terjadi. Hal itu membuat Pujiati agak shock. Meski keduanya tak sampai cedera, mobil rusak cukup parah. Terutama bagian moncong yang saling beradu.
Bagi Pujiati, slalom tak sekadar ngepot. Hal pertama yang harus dimiliki adalah ketertarikan pada otomotif. Kemudian, yang paling penting, harus ada pengetahuan seputar karakter kendaraan yang akan digunakan.
Hal itulah yang membuatnya harus mempelajari karakter mobil, terutama mesin dan rem. Sebab, dua komponen tersebut paling mengganggu saat muncul masalah. Dia harus bisa mengendalikan mobil jika sewaktu-waktu rem blong.
Meski demikian, perempuan kelahiran 7 Mei 1978 itu tidak kapok. Dia masih sering berlatih. Bahkan, dia merasa lebih nyaman ketika menunggangi kuda besi. Sebab, menurut dia, risiko yang ditimbulkan lebih ringan. ’’Kuncinya, baca basmalah sebelum injak pedal gas,’’ katanya.
Saat memutuskan untuk mempelajari teknik-teknik moge dan slalom, motivasinya adalah ’’ berdakwah’’ di bidang safety riding dan safety driving. Perempuan yang saat ini berdinas sebagai Pamin Samsat Surabaya Selatan tersebut menyadari bahwa keselamatan berkendara sangat penting. Karena itu, dia mewajibkan dirinya untuk terus meningkatkan kemampuan berkendara. Menurut dia, skill slalom akan berguna saat menghadapi situasi tak terduga di jalanan. Misalnya, menghindari mobil yang remnya blong.
Hal itu sering disampaikannya dalam sosialisasi kepada masyarakat maupun pelajar. Pujiati berharap usahanya dapat mengubah budaya berkendara masyarakat yang masih sering ugal-ugalan. Jadi, angka kecelakaan di jalan raya bisa terus ditekan. ’’Kalau mau balap, buktikan saja di sirkuit,’’ ucapnya. (*/c18/dos)