Fuji, Tak Pernah Gagal Memikat Hati
Keindahan Gunung Fuji yang berselimut salju, seakan memanggil para pelancong untuk menghampirinya. Di kaki gunung suci itu, bertebaran tempat elok sebagai tujuan wisata yang wajib dikunjungi jika bertandang ke Jepang. (*)
KAMIS pagi (26/10) itu, ingin rasanya saya terus meringkuk di balik selimut. Sebab, suhu udara di Hamamatsu mencapai 14 derajat Celsius.
Tapi, saya dan rombongan dari PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) harus check-out. Tempattempat wisata di kawasan Gunung Fuji menanti kami. Jadi, sembari merapatkan coat agar tetap hangat, saya pun berkemas cepat.
Yup, bertandang ke Jepang rasanya kurang lengkap kalau nggak punya foto narsis berlatar belakang gunung yang dianggap suci oleh masyarakat Jepang itu. Saya yang baru kali pertama ke Jepang ini tentu tak ingin melewatkan kesempatan tersebut.
Kami bertolak dari Hamamatsu sekitar pukul 09.00 pagi. Kota yang terkenal dengan unagi atau belut itu terlihat lengang. Berbeda dengan di Tokyo yang sangat crowded di pagi hari. Bisa jadi karena populasi penduduknya kurang lebih 800.000 pada area seluas 1.558,06 km persegi.
Sepanjang perjalanan, kami melewati beberapa terowongan. Di kanan kiri, pemandangan pun beragam, mulai perkebunan teh hingga pergudangan atau perusahaan-perusahaan besar. Semua tertata rapi. Selang 1,5 jam perjalanan, kami tiba di
rest area. Beberapa rekan menggunakan kesempatan itu untuk ke toilet atau membeli camilan. Sebab, perjalanan masih panjang. Sekitar dua jam lagi.
Beruntung, cuaca saat itu cerah. Gunung Fuji terlihat jelas. Puncaknya berselimut salju. Membuat kami berkali-kali menjepret dengan kamera meski berada di dalam bus yang sedang berjalan. Hehe… Perjalanan dari rest area pertama sampai rest
area kedua membutuhkan waktu satu jam. Nah, tempat istirahat kedua bernama Fujikawa. Ia adalah photo spot paling populer.
Dilengkapi wahana bianglala, turis bisa meng- capture keindahan Gunung Fuji dari bianglala itu. Sayangnya, saya nggak sempat mencicipi naik wahana tersebut.
Tapi, tak mengapa lantaran ada area lapang yang pas untuk foto dengan background gunung yang ditahbiskan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada 2013 tersebut.
Perjalanan berlanjut ke Shiraito no Taki atau Air Terjun Shiraito. Setelah kurang lebih satu jam perjalanan dari rest area, kami tiba di area parkir tempat wisata itu. Matahari memang bersinar terang, tapi udara dingin tetap terasa menyergap tubuh ketika keluar dari bus. Udara musim gugur.
Sekitar 400 meter dari areal parkir, turis harus menuruni ratusan anak tangga. Tapi,
nggak terasa, kok. Lantaran, anak tangganya landai. Bahkan, saya bareng dengan banyak turis domestik yang usianya sudah sepuh.
Kata Hifumi Takimoto, pemandu lokal kami, orang Jepang kuat-kuat dan suka traveling. ’’Meski sudah tua, mereka masih kuat naik turun tangga,” katanya.
Shiraito no Taki adalah air terjun di Fujinomiya, Prefektur Shizouka, dengan tinggi 3 meter. Lebarnya menakjubkan. Lebih dari 70 meter. Dengan begitu, ia terus menerus memuntahkan air bagai ratusan sulur benang putih. ’’Ini sesuai namanya, shiraito yang berarti benang putih,” ujar Hifumi.
Salah satu spot terbaik untuk ambil gambar adalah di Jembatan Takini. Dari jembatan itu, pelancong bisa berfoto dengan latar belakang air terjun dengan jelas. Kalau mau mencoba bermain dengan air dinginnya, bisa turun lagi. Kalau saya sih cukup sampai di Jembatan Takini.
Menurut beberapa sumber, Air Terjun Shiraito di barat daya kaki Gunung Fuji itu adalah tempat bertapa sambil melakukan ritual mandi air dingin sejak abad ke-18. Kita bisa juga melihat batu prasasti yang menandakan bahwa warisan tradisi tersebut masih terjaga hingga sekarang. Letaknya sekitar 150 meter dari area parkir. Berdekatan dengan Otodome no Taki atau Air Terjun Otodome yang masih satu kawasan dengan Air Terjun Shiraito.
Karena jadi jujukan ziarah, banyak turis yang datang ke tempat itu untuk mendaraskan doa. Mereka menempelkan permohonan di papan pinggir Air Terjun Otodome.
Papan bisa dibeli seharga 500 yen. Saya sempat melihat beberapa doa yang tertera dari peziarah. Ada yang minta cepat dapat jodoh. Ada juga yang minta sukses di karir.
Oh ya, seperti tempat wisata pada umumnya, di sisi kanan dan kiri jalan menuju air terjun, terdapat lapak-lapak penjual suvenir. Misalnya kaus, boneka kayu, sumpit, sake set, dan gantungan kunci yang kawaii (lucu, Red).
Street food yang menggoda pun wajib dicoba. Ada takoyaki, rumput laut, dan tempura. Soal harga tak usah khawatir. ’’Meski di tempat wisata, harganya tidak jauh berbeda dengan tempat lain,” ujar Hifumi.
Semua penjual menyertakan harga di depan barang dagangannya. Jadi, pembeli tidak perlu tawar menawar lagi. Menurut saya sih harganya cukup masuk akal. Misalnya, soft
cream atau ice cream dibanderol 250 yen atau sekitar Rp 30 ribu. Berbahan susu sapi segar dipadu dengan green tea yang hmmm… oishii (lezat, Red). (xav)