Jawa Pos

Kini Sudah Terbiasa Mengepul Salak Busuk untuk Ambil Bijinya

Berawal dari tugas kewirausah­aan, lima siswa SMK Al Asy’ariyah sukses menciptaka­n kopi dari biji salak. Bahkan, kini mereka bisa menghasilk­an pendapatan dari kopi salak.

- REKIAN, Nganjuk

JARUM jam menunjukka­n pukul 16.00. Canda tawa siswa SMK Al Asy’ariyah di Desa Tanjungtan­i, Kecamatan Prambon, memecah kesunyian di ruangan 4 x 4 meter.

Sore itu, Kamis (2/11), lima siswa jurusan teknik komputer dan jaringan ( TKJ) melaksanak­an praktik pembuatan kopi salak. Sebagai langkah pertama, kelima siswa menyiapkan 2 kilogram (kg) salak.

Selanjutny­a, seluruh salak dikupas dan diambil bijinya. Selama mengupas salak, sesekali canda terlontar. Terkadang mereka juga saling berebut mengumpulk­an biji salak.

Selain itu, sembari mengumpulk­an biji, mereka memakan daging buah salak yang masih segar. Diselingi dengan guyon, kelima siswa merunut satu per satu cara kerja untuk menghasilk­an kopi dari biji salak.

Salah seorang siswa yang terlihat sibuk adalah Rangga Mahendra. Waktu itu dia memegang pisau berukuran besar. Pisau yang dipakai untuk memotong biji salak yang keras tersebut biasa digunakan pemotong daging di pasar. ”Wajib pakai pisau yang besar. Supaya biji salak bisa dipotong jadi empat bagian,” kata Rangga.

Prak...prak...!! beberapa kali pukul, biji salak warna coklat itu terbelah. Setelah membelah menjadi empat bagian, mereka kemudian mencincang­nya lagi. ”Dipecah jadi kecil-kecil sebesar biji kopi,” sahut Riko Santoso.

Dengan ukuran yang lebih kecil, biji salak lebih mudah digiling. Sebelum mendapatka­n cara untuk menggiling salak, lima siswa kelas XI jurusan TKJ itu sibuk mencari informasi biji salak tersebut agar bisa dikonsumsi. ”Demi tugas, kami butuh yang baru,” ungkap Rangga.

Sebelum memproduks­i kopi salak, mereka mempelajar­i cara membuat kopi biasa. Cara yang digunakan hampir sama. Biji salak yang dicincang kecilkecil itu dicuci, lalu dijemur. Setelah dijemur, kopi disangrai. Lalu diberi garam secukupnya untuk menghilang­kan rasa sepat pada biji salak. ”Kalau api untuk sangrai sedang saja. Waktunya sekitar 10 menit,” ungkap Riko.

Dia spesialis memasak biji salak agar bisa digiling. Riko menyatakan, saat penjemuran, biji salak memakan waktu lama. Setidaknya, butuh tiga hari agar biji salak benar-benar kering dan siap disangrai.

Belakangan, siswa itu mendapatka­n cara mudah dengan dioven. Namun, cara tersebut butuh biaya tinggi karena menggunaka­n gas untuk bahan bakar.

Bila sudah kering dan disangrai, barulah biji digiling. Cara-cara itu diperoleh tidak hanya mengandalk­an pelajaran di sekolah. Siswa aktif mencari informasi di luar sekolah. Mulai internet sampai konsultasi dengan orang tua.

Cara jitu untuk mengeringk­an biji salak itu didapat dari orang tua M. Rizki, salah seorang siswa pencetus kopi salak. ”Bapak petani, biasanya pengalaman­nya banyak,” terang Rizki.

Bahkan, informasi dari internet cukup membuat mereka yakin manfaat dari biji salak. Karena itulah, selain banyak, kopi yang mereka buat berbeda dengan yang lain.

Kelima siswa selalu bersyukur. Betapa tidak, dari modal Rp 100 ribu dengan patungan masing-masing anak Rp 20 ribu, mereka kini mendapatka­n penghasila­n sendiri.

Kopi yang mereka produksi sudah bisa menghasilk­an uang. Dari modal tersebut, omzet mereka bisa sampai Rp 400 ribu sekali produksi.

Kini mereka terbiasa mengepul salak busuk untuk diambil bijinya. Dua karung sedang dibeli dengan harga Rp 20 ribu.

Salak itu akan diambil bijinya. Bahkan, harga bubuknya satu toples dihargai hanya Rp 20 ribu. Hasil produksi mereka kini sudah banyak yang menikmati. ”Rata-rata pembelinya sekitar sekolah,” kata Rangga.

Supaya pemasaran semakin luas, mereka mulai menjangkau media sosial untuk menjual produk mereka. Produk lima siswa tersebut rasanya tidak kalah dengan kopi asli.

Hanya, rasa salaknya tidak bisa dihilangka­n. Sebagai menu kuliner baru, kopi salak layak untuk dicoba. Khususnya bagi mereka penghobi kuliner.

Kendala yang mereka alami adalah soal pengemasan ( packaging). Untuk pembeli, para siswa itu mulai mendapatka­n pasarnya. Mereka mestinya tetap harus didukung agar terus bisa berkarya. (*/baz/c25/diq)

 ?? REKIAN/JAWA POS RADAR NGANJUK ?? BERKARYA: Lima siswa SMK Al Asy’ariyah menunjukka­n kopi dan salak Kamis lalu.
REKIAN/JAWA POS RADAR NGANJUK BERKARYA: Lima siswa SMK Al Asy’ariyah menunjukka­n kopi dan salak Kamis lalu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia