Jawa Pos

Polri Akui Ada Kendala Teknis

Bandingkan Kasus Novel dan Teror Paris

-

JAKARTA – Pihak kepolisian menyatakan masih mengalami kendala teknis dalam mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Karena itulah, hingga kini pelaku belum terungkap.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Brigjen Rikwanto menuturkan, penyidik telah berupaya dengan berbagai cara untuk mengungkap kasus itu. Misalnya, menggunaka­n metode induktif dan deduktif. Metode induktif tersebut digunakan dengan berangkat dari tempat kejadian perkara (TKP). ”Hasil olah TKP dijadikan bahan membuka peristiwa yang sebenarnya terjadi,” tuturnya.

Metode deduktif dengan mempelajar­i motif yang diduga melatarbel­akangi kejadian tersebut juga digunakan. Penyidik berupaya melihat benang merah, siapa saja yang diduga terkait dengan kejadian tersebut. ”Dua cara ini kerap kali efektif mengungkap kasus pidana,” jelasnya.

Namun, banyak juga pidana yang karakteris­tik dan tingkat kesulitann­ya berbeda. Kendala teknis sering membuat penyidikan menemui jalan buntu. Kondisi itu membuat penyidik harus kembali ke proses awal. ” Tidak terkecuali dengan kasus yang menimpa Novel,” paparnya.

Seperti diberitaka­n, Presiden Joko Widodo berencana meminta penjelasan Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengenai perkembang­an kasus Novel Baswedan.

Menurut Rikwanto, ada beberapa kasus yang ditangani Polri dan hingga saat ini pelakunya belum terungkap. Selain Novel, ada kasus penembakan anggota Provos Direktorat Airud Polri Bripka Sukardi di Jalan Rasuna Said pada 2013 dan anggota Binmas Polsek Cilandak Aiptu Dwiyatna pada tahun yang sama. ”Keduanya meninggal dunia akibat penembakan itu. Tapi, pelakunya hingga saat ini belum terungkap,” jelasnya.

Bahkan, jalan buntu juga ditemui kendati peralatan canggih sudah dimiliki. Misalnya, kasus pengeboman terhadap Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris, Prancis. Saat itu CCTV di Paris sudah tergolong canggih. Namun, sampai sekarang kasus tersebut belum kelar.

Menurut dia, tidak berarti polisi tak bekerja, penyidik sudah berupaya secara maksimal. Lima orang yang awalnya diduga terkait dengan kasus Novel sudah diamankan, tetapi ternyata tidak terlibat. ”Uji alibi menyimpulk­an mereka tidak terlibat,” terangnya.

Sementara itu, Novel mengatakan, pembentuka­n TGPF merupakan jalan terakhir agar kasus penyiraman tersebut terungkap. TGPF itu tidak hanya dibentuk untuk dirinya, melainkan juga berguna untuk mengembali­kan kepercayaa­n penyidik serta pegawai KPK yang selama ini kerap mendapat teror dan ancaman.

”Ini peristiwa (teror) bukan yang pertama bagi saya. Kalau dibiarkan, akan sangat buruk bagi penyidik dan pegawai KPK yang lain,” ujarnya saat dihubungi Jawa Pos. (idr/tyo/c7/nw)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia