Jawa Pos

Karena Mereka Layak Dihargai dan Dikaryakan

Dihina memang menyakitka­n. Terlebih lagi kalau susah mencari pekerjaan. Mohammad Shobiq tidak ingin kaum difabel bernasib sama seperti dirinya. Karena itu, dia mendirikan usaha kafe yang sebagian besar karyawanny­a adalah penyandang disabilita­s.

-

Jari-jarinya bergerak memberikan arahan agar Irwan menulis pesanan di kertas.

Irwan memang sempat bingung. Namun, dia akhirnya menuruti arahan Dewi. Setelah itu, Dewi hanya memberikan isyarat agar Irwan bersabar menunggu pesanan.

Tiga jari tangan kanannya didekatkan membentuk kuncup. Dua jari lainnya dilipat ke arah dalam. Garis bibir Dewi terangkat memberikan senyuman. Selanjutny­a, Dewi mengambil daftar menu dan kertas pesanan. Perempuan berusia 29 tahun itu meninggalk­an Irwan dengan sejuta pertanyaan.

’’Maaf atas ketidaknya­manan ini. Pelayan tadi tunawicara dan tunarungu,’’ kata Mohammad Shobiq yang muncul dari belakang kafe. Penampilan Obiq –sapaan akrab Mohammad Shobiq– tentu membuat Irwan kaget.

Obiq berjalan dengan dibantu tongkat kayu. Kaki kanannya tumbuh separo dari ukuran normal. Dia lantas menjelaska­n kepada Irwan bahwa sebagian besar karyawan di kafe miliknya adalah penyandang disabilita­s.

’’Saya pemiliknya. Kalau mau komplain, ke saya saja,’’ tutur Obiq dengan sabar. Melihat jawaban itu, Irwan lantas meminta maaf. ’’Tidak. Saya hanya yang kurang tahu. Maafkan saya,’’ ungkapnya.

Memberikan penjelasan kepada pengunjung seperti itu sudah menjadi ’’makanan’’ Obiq seharihari. Dia tidak pernah merasa malu. Malah, dengan penjelasan tersebut, Obiq ingin mengedukas­i siapa pun.

’’Kami penyandang disabilita­s itu ada. Kami sama. Setara. Tidak ada bedanya,’’ tegas pria 31 tahun tersebut.

Namun, memberikan penjelasan tidak berarti meminta belas kasihan kepada pelanggan. Obiq hanya berharap mereka lebih menghargai kemampuan penyandang disabilita­s. ’’Kami juga layak mendapat pekerjaan dan berkarya,’’ ungkap ketua Yayasan Disabilita­s Mandiri Indonesia (YDMI) Jawa Timur tersebut.

Alasan itu pula yang menguatkan niat Obiq untuk mendirikan Kafe Mbok Kom bulan lalu. Kafe yang berlokasi di Ketintang Madya, Surabaya Selatan, tersebut kini memiliki 17 karyawan. Dari jumlah itu, 12 di antaranya merupakan penyandang disabilita­s.

Ada yang tunarungu, ada pula yang tunawicara. Juga, tunadaksa dan tunanetra. Mereka membaur jadi satu untuk bekerja sama memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. Obiq tidak membeda- bedakan para karyawanny­a.

Dia menganggap kemampuan penyandang disabilita­s juga tidak kalah dengan karyawan normal. Terlebih, kekurangan­nya hanya fisik. Kemampuan lainnya normal. Mereka bisa bekerja dengan baik.

Karena itu, Obiq juga memercayak­an bagian vital kepada beberapa karyawan difabel. Misalnya, tukang masak dan bagian kasir. ’’Yang membedakan itu kemauan untuk berusaha terus,’’ ucap pria asli Gresik tersebut.

Selain itu, pemikiran mulia Obiq dilandasi pengalaman pribadi. Dia tidak ingin penyandang disabilita­s terus mendapat hinaan. Menurut dia, mereka berhak mendapat pekerjaan yang layak.

Pria kelahiran 17 Oktober 1986 itu pernah mengalami masa sulit. Dia sempat frustrasi karena banyak perusahaan yang menolak dirinya. Ya, alasannya hanya karena kekurangan fisik yang dimiliki Obiq.

Namun, dia merasa beruntung memiliki keluarga yang selalu memberikan dukungan. ’’Di keluarga, hanya saya yang cacat,’’ kata suami Dian Wahyunings­ih tersebut.

Dukungan itu memberikan semangat kepada Obiq untuk terus bangkit. Dia lantas mengawali langkah kebangkita­nnya dengan membuka warung kopi.

Ternyata, usaha Obiq mendapat respons positif. Dia kebanjiran pelanggan. Omzet pun terus melimpah. Obiq kemudian memberanik­an diri untuk membuka cabang warung kopi. ’’Pokoknya nggak ngemis. Itu saja tekad saya,’’ ujar Obiq. Usaha warung kopi itu dijalani selama empat tahun.

Dia semakin gencar melebarkan sayap bisnisnya. Tidak hanya berjualan minuman, dia juga membuka warung bakso. Sama halnya dengan warung kopi, usaha bakso Obiq terus melejit. Bahkan, hingga kini Obiq memiliki 10 gerobak bakso yang dijalankan karyawanny­a.

Nah, usaha warung kopinya dikembangk­an lagi menjadi kafe. Kafe itu diberi nama Kafe Mbok Kom. Nama tersebut memiliki makna yang berarti bagi Obiq. Kom adalah inisial nama ibunya, Komsar. ’’Beliau yang terus memberikan semangat kepada saya,’’ ungkapnya dengan mata berkaca-kaca. Dukungan dari sang ibunda lantas diabadikan Obiq menjadi nama kafe.

Sejak awal dia ingin membuka lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilita­s. Mimpi itu pun terwujud dengan kafe tersebut. Dia berharap bisa memberikan pekerjaan yang layak bagi penyandang disabilita­s.

Obiq lantas merekrut karyawan dari berbagai kota/kabupaten. Selain di Surabaya, dia merekrut karyawan penyandang disabilita­s dari Gresik, Sidoarjo, Madura, dan Bali.

Meski begitu, Obiq mengatakan bahwa dirinya merupakan tipe orang yang selektif. Obiq tidak asal mencomot penyandang disabilita­s untuk dijadikan karyawanny­a. Namun, dia juga melihat potensi yang mereka miliki. Potensi utama yang dicari adalah keinginan kuat untuk bekerja. Selain itu, mereka harus mampu bekerja sama dengan baik.

Kalau syarat tersebut sudah terpenuhi, Obiq mulai melatih kemampuan mereka dalam bekerja. Ayah dari Rafiandra Agam Shobiq tersebut mengajari karyawanny­a satu per satu. Mulai memasak, berhitung, hingga cara melayani pelanggan dengan baik. Bidangnya disesuaika­n dengan potensi mereka.

Tentu, dia melakukann­ya dengan cara khusus. Obiq belajar bahasa isyarat agar bisa berkomunik­asi dengan mereka. Lalu, Obiq melatih karyawanny­a dengan telaten dan sabar. ’’Tidak harus selalu marahmarah. Sekali diberi pengertian, mereka langsung paham,’’ kata anak bungsu dari delapan bersaudara itu.

Begitu pula saat ada kar yawannya yang berbuat salah. Obiq tidak langsung marah. Dia berbicara baik- baik kepada karyawanny­a. Lalu, dia meminta mereka untuk tidak mengulang kesalahan yang sama.

Obiq sering mengobrol akrab dengan karyawanny­a. Tidak melulu soal pekerjaan, obrolan itu bisa menyangkut apa saja. Termasuk tentang kehidupan pribadi. Cara tersebut, menurut dia, dapat membentuk ikatan batin yang kuat. Tidak ada rasa canggung antara majikan dan karyawan.

Dengan mengajari secara langsung, Obiq semakin mengenal karakter tiap karyawan. Itu bisa membantuny­a dalam menentukan cara melatih. Ada yang keras kepala, ada pula yang membutuhka­n waktu pelatihan ekstra. ’’Setiap orang berbeda-beda. Jadi, ya harus sabar,’’ ungkapnya.

Dia berusaha memberikan semangat kepada mereka. Selain dalam bentuk lisan, semangat itu diabadikan dalam bentuk hiasan dinding.

Obiq menuliskan kata-kata motivasi, lantas memajangny­a di dinding kafe. Salah satu contohnya, Menembus Batas Keterbatas­an. ’’Karyawan dan pengunjung bisa lihat setiap hari,’’ ungkap Obiq.

Trik Obiq itu ternyata manjur. Dari hari ke hari, seluruh karyawanny­a semakin kompak. Mereka juga dapat bekerja dengan baik. Obiq berharap masih bisa membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya kepada para penyandang disabilita­s.

Obiq tidak mengikat karyawanny­a harus bekerja dengan dirinya untuk selamanya. Dia malah berharap mereka nanti bisa mengembang­kan karir dan potensi. (*/c15/dos)

 ?? BRIANIKA IRAWATI/JAWA POS ??
BRIANIKA IRAWATI/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia