Jawa Pos

Setelah Tagihan Kredit Tak Lagi Ditagihnya...

- Oleh RANGGA JATNIKA

Tekanan ekonomi diduga menjadi penyebab stresnya Wawan Gunawan hingga berujung bermuarany­a paku-paku di perutnya. Wawan kerap bicara ngelantur, sedangkan ”manusia paku” lainnya, Hendro Wijatmiko, sering menyendiri.

KONDISI pria itu masih terlihat lemah. Maklum, setelah menjalani operasi pada Rabu lalu ( 1/ 11), dia belum diperboleh­kan makan dan minum.

Tapi, dari balik selimut merahnya, Wawan Gunawan, pria tersebut, masih bisa berkomunik­asi. Kendati suaranya pelan

”Iya, enggak akan lagi (makan paku, Red),” ungkapnya dengan nada pelan saat ditemui Radar Tasikmalay­a ( Jawa Pos Group) di ICU RSUD dr Soekardjo, Kota Tasikmalay­a, Jawa Barat, kemarin.

Operasi Rabu lalu memang berhasil mengeluark­an 48 paku dari perut tukang becak yang berusia 44 tahun itu. Bayangkan, 48 paku!

Akibatnya, organ dalamnya seperti lambung dan usus mengalami luka-luka gores. Namun, potensinya untuk sembuh masih terbuka. Hanya, diperlukan waktu yang tidak sebentar.

Menurut Kabid Pelayanan RSUD dr Soekardjo dr Budi Trimidi, karena kondisinya sempat drop, ayah dua anak tersebut harus tetap dalam penanganan intensif. Itu berkaitan dengan asupan gizi Wawan yang selama ini cukup buruk.

”Mengenai sampai kapan harus berada di ICU, kami juga belum bisa memastikan,” katanya.

Wawan bukan ”manusia paku” pertama. Juli lalu, berdasar hasil rontgen dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdoer Rahem, Situbondo, Jawa Timur, diketahui juga ada paku di perut Hendro Wijatmiko. Bahkan bukan cuma paku. Seperti dilansir Jawa Pos Radar Jember, ada pula pinset (pisau kecil), sendok, dan korek api di perut pria 37 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan tersebut.

Tentu saja keduanya kasus medis yang langka. Pertanyaan besarnya: Apa yang mendorong mereka mengonsums­i ”makanan” yang sangat tidak lazim itu?

Sampai kemarin, Wawan tetap bersikukuh dengan cerita awalnya: Ada ”seseorang” yang menyuruh dirinya memakan pakupaku itu. Tujuannya, supaya bisa menjadi presiden.

Tapi, versi keluarga, Wawan tengah stres. Juga, stres itu sudah berlangsun­g cukup lama. Ani Kumaryani, adik Wawan, mengatakan, sebelum ngemil paku, sang kakak pernah memakan sekaligus paku dan batu ketika bekerja sebagai buruh bangunan. Termasuk pula meminum cat tembok.

Suatu hari jumlah paku dan batu yang ditelan cukup banyak sampai membuat Wawan tersedak. Itu diketahui Ani dari teman kerja Wawan yang membantuny­a memuntahka­n benda-benda yang berbahaya untuk dikonsumsi tersebut.

”Pas keluar itu, ada beberapa paku dan batu,” ungkapnya.

Sampai 2007, keluarga Wawan tergolong berkecukup­an. Jejak kemakmuran tersebut bahkan masih terlihat sampai sekarang lewat rumah yang ditinggali Wawan bersama istri dan kedua anaknya.

Di masa ”jayanya” itu, selain mengayuh becak, dia jadi pengusaha kredit peralatan rumah tangga dan elektronik. Ani mengenang, sikap aneh sang kakak mulai muncul ketika becak miliknya hilang pada 2008.

Wawan sangat terpukul karena kehilangan alat pencari nafkahnya itu. Bahkan, tagihan-tagihan kredit tak lagi dia tagih. Otomatis, sumber pendapatan­nya merosot. Sebab, keluargany­a tinggal bergantung pada kayuhan becak yang dia sewa.

Padahal, pendapatan per hari kian hari kian sedikit. ”Dapat tiga puluh ribu (dalam sehari, Red) sudah untung,” ungkap Wati Karwati, istri Wawan.

Tekanan kepada Wawan semakin berat karena sang istri dan anak bungsunya, Cindi Maulani, juga dikabarkan sakit. Wati menderita epilepsy dan Cindi mengalami kebocoran jantung.

Staf Pencegahan dan Pengendali­an Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Dinas Kesehatan Kota Tasikmalay­a Indra L. Malik juga menduga Wawan stres sehingga berbuntut tindakan nyeleneh itu.

”Banyak faktor yang bisa mengakibat­kan seseorang mengalami stres berat, seperti ekonomi, permasalah­an rumah tangga, dan penyebab sosial lain,” ujarnya kepada Radar Tasikmalay­a Jum- at lalu (3/11).

Di Situbondo, Arik Budi Hariyanto, kakak Hendro, juga masih ingat ketika sang adik bercerita tentang hobi ngemilnya yang sangat tidak lazim. Itu terjadi sebelum hasil rontgen rumah sakit membenarka­n pengakuan tersebut.

Tiap kali perutnya terasa sakit, menurut Arik, Hendro mengaku akan menelan berbagai benda tajam. ”Saya abaikan saja cerita itu karena saya nggak percaya,” katanya kepada Jawa Pos Radar Jember (7/7).

Yang Arik tahu, Hendro mulai memperliha­tkan gelagat aneh alias agak terganggu jiwanya sepulang merantau dari Batam tiga atau empat tahun lalu. Saat ”kambuh”, Hendro kerap menyendiri tanpa komunikasi. Tidak mengamuk, tapi menyendiri.

Apakah statusnya yang masih lajang di usia yang sudah 37 tahun menjadi penyebab? Arik tak tahu. Yang pasti, tak ada bekas luka sedikit pun di mulut Hendro meski telah menelan berbagai benda berbahaya itu.

Seperti Arik, Ani juga tak menyangka bahwa sang kakak bisa menelan semua benda yang tak terpikirka­n tersebut. Juga tanpa pernah mengeluh sakit.

Padahal, sehari-hari tetangga sekitar mengenal Wawan sebagai pria yang rajin beribadah. Setiap subuh dialah yang mengumanda­ngkan azan sekaligus puji-pujian di masjid.

”Dia tak pernah bikin ribut atau melakukan hal yang meresahkan masyarakat. Paling hanya sering ngelantur saja ngobrolnya,” kata Nendi, tetangga.

Kini yang bisa dilakukan keluarga adalah menjaga Wawan sebaik-baiknya. Seperti kemarin, ketika Ani, Wati, dan Cindi bersama-sama menungguin­ya di rumah sakit. Sebab, mereka belum sepenuhnya percaya bahwa Wawan tidak akan lagi menelan paku. Atau batu. Atau meminum cat tembok. (*/ujg/yfi/JPG/ram/ hdi/c11/ttg)

 ??  ?? RANGGA JATNIKA/RADAR TASIKMALA/JPG
RANGGA JATNIKA/RADAR TASIKMALA/JPG
 ?? RANGGA JATNIKA/RADAR TASIKMALA/JPG ?? MENGAGETKA­N: Kepala Ruang ICU RSUD dr Soekardjo, Tasikmalay­a, Wulan Siti Wahidah menunjukka­n hasil rontgen Wawan Gunawan. Wawan masih lemah sampai kemarin (4/11).
RANGGA JATNIKA/RADAR TASIKMALA/JPG MENGAGETKA­N: Kepala Ruang ICU RSUD dr Soekardjo, Tasikmalay­a, Wulan Siti Wahidah menunjukka­n hasil rontgen Wawan Gunawan. Wawan masih lemah sampai kemarin (4/11).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia