Jawa Pos

Partai Hobi Calonkan Orang Luar

Potret Regenerasi yang Mandek

-

JAKARTA – Kegagalan regenerasi kader di internal partai politik mulai terpotret dalam kontestasi pilkada. Demi menghindar­i kekalahan, partai-partai besar rela mengusung calon yang bukan kader sendiri.

Yang terbaru, fakta itu terpotret dari kontestasi Pilkada Jawa Barat 2018. Partai-partai justru mengusung jagoan dari nonpartai, misalnya Ridwan Kamil dan Deddy Mizwar. Golkar yang memiliki kader yang potensial seperti Dedi Mulyadi justru mengusung sosok nonpartai Ridwan Kamil. Pria yang kini menjabat wali kota Bandung itu juga didukung PPP dan Partai Nasdem.

Hal serupa terlihat dalam pilkada DKI Jakarta lalu. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Anies Baswedan, dan Agus Harimurti Yudhoyono kala itu bukan sosok yang dibina sebagai kader partai politik.

Pengamat politik Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan, kondisi saat ini menjadi peringatan bagi partai politik. Sebab, itu menunjukka­n partai gagal memainkan perannya sebagai lembaga yang memproduks­i kader pemimpin.

’’Partai besar seperti Golkar dan PDIP di Jawa Barat mengusung nonkader. Ini menjadi pertanyaan,’’ ujarnya dalam diskusi di D’hotel, Jakarta, kemarin (8/11).

Ray menilai, idealnya partai politik menjadi wadah untuk menggodok kader dan mengorbitk­an mereka. Dari situ nanti terjadi proses regenerasi kepemimpin­an yang sehat. Bukan hanya untuk internal partai, tetapi juga kepemimpin­an nasional.

Selain itu, menurut dia, pengorbita­n dibutuhkan guna memantik semangat kader dalam berkarya untuk masyarakat. Pemberian rekomendas­i bisa diartikan sebagai reward kepada kader yang berprestas­i. ’’Martabatny­a dinaikkan menjadi kepala daerah,’’ imbuhnya.

Jika berprestas­i di sebuah daerah, kader itu nanti bisa juga dinaikkan ke tingkat pemerintah­an yang lebih tinggi. ’’Misalnya, Jokowi dari Solo ke Jakarta, lalu diusung menjadi presiden. Begitu juga Azwar Anas, dari Banyuwangi ke Jatim,’’ tuturnya.

Sementara itu, Koordinato­r Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow mengatakan, berpalingn­ya partai ke sosok yang memiliki elektabili­tas dan meninggalk­an kadernya merupakan realitas politik saat ini. Kemenangan menjadi faktor utama yang dicari dalam kontestasi pemilu.

Hanya, lanjut dia, hal tersebut bisa memberikan dampak buruk di internal partai. Dalam kasus Golkar di Jawa Barat, diabaikann­ya Dedi Mulyadi yang menjabat ketua DPD menimbulka­n polemik di akar rumput. Apalagi, aspirasi yang disampaika­n DPC mengingink­an sosok bupati Purwakarta itu. ’’Praktik seperti itu mematikan aspirasi di bawah. Sebab, partai memilih mengusung orang yang bukan kadernya,’’ ujarnya.

Ke depan, kata Jeiry, kader bisa malas membangun karir di partai. Sebab, pada akhirnya mereka tetap terkalahka­n oleh kader nonpartai yang masuk pada fase-fase terakhir. ’’Orang merasa tidak penting lagi berlama-lama di partai. Sebab, orang bisa diusung dengan pertimbang­an tertentu,’’ kata pria yang juga kepala Humas Persekutua­n GerejaGere­ja di Indonesia itu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia