Jawa Pos

Bendera Terbalik di Balai Desa

-

SIDOARJO – Kasus pemasangan bendera Merah Putih terbalik terulang. Kemarin (8/11) peristiwa itu terjadi di Desa Gempolsari, Tanggulang­in. Bendera dengan warna merah di bawah putih tersebut terpasang di balai desa. Namun, setelah empat jam terpasang, akhirnya posisinya dibetulkan.

Seperti biasa, pihak desa memasang bendera pada pukul 06.00. Nah, aktivitas di balai desa mulai bergeliat sekitar satu jam berselang. Namun, saat itu tidak ada orang yang menyadari. Termasuk warga yang berlalu-lalang di jalan depan balai desa. Sekitar pukul 10.00, bendera terbalik tersebut diketahui Slamet Wibowo. Pemuda 29 tahun itu pun mengabadik­annya.

’’Bendera itu dipasang tukang kebun,’’ tutur Kepala Desa (Kades) Gempolsari Syahroni Aliem.

Tukang kebun tersebut sudah berusia 60 tahun. Selama ini tukang kebun itulah yang memasang bendera di balai desa. ’’Sudah bekerja di balai desa kurang lebih 20 tahun terakhir. Orangnya sudah tua,’’ jelasnya.

Syahroni menuturkan, pihaknya juga kaget begitu mendapat kabar bahwa bendera di halaman balai desa terpasang terbalik. Dia pun buru-buru menurunkan bendera dan membetulka­n posisinya. ’’Balai desa sudah ramai, tetapi tidak ada yang tahu,’’ ungkapnya.

Kapolsek Tanggulang­in Kompol Sirdi menyatakan, insiden pemasangan bendera Merah Putih terbalik tersebut harus menjadi pelajaran bersama. ’’Mungkin tidak sengaja,’’ katanya. (edi/c7/hud)

Besaran upah minimum kabupaten (UMK) Sidoarjo pada 2018 hingga kemarin (8/11) tidak kunjung ditetapkan. Pekerja maupun pengusaha tetap bergeming dengan usul masingmasi­ng. Pemkab pun akhirnya memilih jalan tengah. Yakni, mengusulka­n dua besaran UMK ke Pemprov Jatim.

Menurut Wakil Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin, rapat terakhir dewan pengupahan berjalan alot. Pihak serikat pekerja dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tetap belum bersepakat dengan besaran upah. Mereka memiliki dasar dan pertimbang­an masing-masing. ’’ Masih deadlock,’’ katanya.

Alhasil, sampai saat ini masih ada dua usulan UMK di Kota Delta. Pihak Apindo memutuskan, nilai upah sesuai regulasi yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Yakni, formulasi UMK berjalan ditambah inflasi nasional dan pertumbuha­n ekonomi nasional. Nah, hasilnya berkisar Rp 3.576.500. Besaran itu naik Rp 285.700 jika dibandingk­an dengan nilai UMK 2017 yang sebesar Rp 3.290.800.

Di pihak lain, para pekerja juga menggunaka­n PP Nomor 78 Tahun 2015. Namun, ditambah inflasi daerah dan pertumbuha­n ekonomi daerah. Hasilnya, UMK versi pekerja mencapai Rp 3.710.010. Sebab, pertumbuha­n ekonomi di Sidoarjo lebih tinggi daripada pertumbuha­n ekonomi nasional.

Menurut Nur Ahmad, kemarin perbedaan angka itu sudah disampaika­n dewan pengupahan ke pemkab. Tujuannya, memastikan dua besaran UMK tersebut ke provinsi. Namun, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah sedang bertugas ke luar negeri. Padahal, deadline pengajuan ke pemprov berakhir kemarin. Karena itu, pemkab langsung menyampaik­an surat pemberitah­uan ke pemprov. Harapannya, Sidoarjo diberi perpanjang­an waktu. ’’ Kami minta perpanjang­an satu hari lagi,’’ paparnya.

Sementara itu, Ketua Apindo Sidoarjo Sukiyanto mengatakan, besaran UMK memang tidak bisa ditawar. Yakni, berkisar Rp 3,5 juta. Sebab, angka itu sudah sesuai dengan aturan pemerintah. ’’ Kami hitung sesuai dengan aturan pemerintah,’’ jelasnya.

Menurut dia, sudah seharusnya aturan yang dikeluarka­n pemerintah itu dipatuhi bersama. Sebab, regulasi dibuat untuk mengatur cara menentukan UMK. Meski demikian, pihaknya tetap menghargai kalau ada perbedaan nilai yang diajukan kalangan pekerja. ’’ Biar pemprov nanti yang menentukan,’’ tuturnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sidoarjo Soekardji menjelaska­n, pengajuan nilai UMK itu sudah sesuai dengan kesepakata­n saat rapat antara pemprov dan pekerja beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan tersebut, ditetapkan bahwa PP Nomor 78 Tahun 2015 bukan satu-satunya pedoman dalam menentukan besaran UMK. ’’ Bisa dari hal-hal pertimbang­an yang lain,’’ lanjutnya.

Seperti diberitaka­n, penentuan UMK di Sidoarjo selalu berjalan alot seperti tahun-tahun sebelumnya. Jika dibandingk­an dengan kabupaten/kota lain di Jawa Timur, angka UMK Sidoarjo selama ini masuk dalam ring tertinggi setelah Kota Surabaya. Selama tujuh tahun terakhir, angka UMK di Kota Delta selalu naik cukup signifikan. Pada 2010 UMK masih berkisar Rp 1 juta per bulan, kini menjadi Rp 3,2 juta. Meski dalam prosesnya terjadi tarik-ulur, suasana Sidoarjo tetap kondusif. (aph/c7/hud)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia