Warga Takut Kutukan, Kendala Memindah Cagar Budaya
Komunitas Sewelasan di Benjeng membangkitkan kecintaan generasi muda terhadap sejarah. Mereka mengajak siswa SMA meneliti peninggalan zaman kuno. Hasilnya, buku ekspedisi cagar budaya Kota Giri telah terbit.
KEMARIN tujuh laki-laki berbeda usia duduk di tepi Telaga Metatu. Tiap orang menenteng buku tebal. Suasana rindang mendukung kesantaian mereka. Sesekali, muncul guyonan yang meramaikan suasana.
Padahal, diskusi Komunitas Sewelasan membahas perbincangan yang tidak ringan. Anggota beradu argumen dan referensi. Salah satu buku acuan adalah Benjeng Tempo Doeloe karya Komunitas Benjeng Pribumi. ’’Kata orang-orang, dulu ada putri dari Majapahit yang mandi dan minum di telaga ini (Telaga Metatu, Red). Ceritanya dari sesepuh,’’ celetuk pembina Komunitas Sewelasan Ali Murtadlo.
Pernyataan pengajar MAN 2 Gresik itu disambut anggukan anggota komunitas. Anak-anak yang mayoritas duduk di bangku SMA tersebut menyimak.
Ali menyatakan, mereka sudah lama mengkaji budaya masyarakat Kota Pudak. Terutama Kecamatan Benjeng. Pemuda berusia 22 tahun itu menyebutkan, budaya masyarakat identik dengan kehidupan pada era Majapahit.
Sisa-sisa peninggalan kerajaan yang didirikan Raden Wijaya itu masih bertebaran. Selain di Wringianom, banyak yang ditemukan di Benjeng. Meski de- mikian, sebagian belum terkuak. Nah, lanjut Ali, alasan tersebut mendasari terbentuknya Komunitas Sewelasan pada 2016. Sewelasan merupakan kumpulan anak-anak sekolah yang aktif meneliti dan menggali cagar budaya di Benjeng. Mereka bergerilya ke 23 desa. ”Soal kegiatan, kami rutin melakukan ekspedisi setiap bulan. Tahapannya lumayan banyak,” ucap Ali.
Dia menyatakan, sepanjang setahun terakhir, anggota Sewelasan mendatangi sesepuh yang mengetahui sejarah di desa-desa. Mereka berupaya menggali cerita yang masih ada. Anggota Sewelasan tidak hanya wawancara. Mereka mengecek, meneliti, dan menandai lokasi cagar budaya. Hasilnya disampaikan kepada perangkat desa. ’’Kami akan menandainya serta mengusulkan adanya perhatian lebih. Sebab, banyak warga yang tidak mengerti,’’ tutur Ali.
Ali menyebutkan, hampir semua cagar budaya ditemukan rusak. Kalaupun masih utuh, lokasinya tersembunyi dan tidak pernah terjamah. Komunitas Sewelasan pun telah menemukan banyak sisa benda dan bangunan kuno. Bentuknya beragam. Mulai sisa batu bata pada pagar, fondasi, sumur, gerabah, hingga pecahan dinding candi. Komunitas aktif berdiskusi dengan tim cagar budaya di Trowulan. ”Setelah dicek, mereka membenarkan kalau benda yang ditemukan sisa peninggalan Majapahit. Namun, sulit dibawa ke museum,’’ kata Ali.
Langkah tersebut terhambat izin warga. Warga menganggap sebagian cagar budaya itu benda keramat. Mereka percaya akan lahir kutukan jika benda tersebut diambil.
Ali menjelaskan, anggota komunitas berjumlah 30 orang. Statusnya pelajar SMA. Namun, kemampuan meneliti mereka bisa dibilang sudah terasah. Terbukti, mereka mampu membedakan mana yang sisa peninggalan Majapahit atau Giri Kedaton.
Saat ini Ali menyebut komunitasnya ingin hasil penelitian lebih bermanfaat. Mereka membukukannya. Berkolaborasi dengan Komunitas Benjeng Pribumi, mereka mengenalkan hasil penelitian kepada anak-anak di Gresik Selatan.