Bukan Agama Sempalan
Jumlah Penghayat Kepercayaan Capai 12 Juta Jiwa
JAKARTA – Banyak kekhawatiran yang muncul setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan hak catatan sipil penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME)
Di antaranya menjurus pada potensi munculnya agama-agama sempalan. Pemerintah memastikan bahwa kepercayaan kepada Tuhan berbeda dengan sempalan agama.
Hal itu ditegaskan oleh Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi Ditjen Kebudayaan Kemendikbud Sri Hartini kemarin (8/11). Dia mengungkapkan, dari 187 organisasi atau lembaga kepercayaan kepada Tuhan yang tercatat di Kemendikbud, tidak ada yang menjurus pada sempalan agama tertentu. Dalam catatan Kemendikbud, jumlah penghayat kepercayaan di seluruh Indonesia sekitar 12 juta jiwa.
Dia menyatakan, pemerintah sudah memiliki sistem penyaringan ketika menginventarisasi organisasi atau lembaga kepercayaan kepada Tuhan YME. Di antaranya, penghayat kepercayaan yang ingin terdaftar harus mengisi sejumlah formulir.
”Di antara formulir yang diisi adalah ajaran-ajaran mereka,” katanya di Jakarta kemarin (8/11).
Dengan penjelasan ajaran itu, pemerintah bisa mempelajarinya terlebih dahulu. Apakah ajaran kepercayaan kepada Tuhan yang dianut cenderung sempalan dari agama tertentu atau bukan.
Sri menuturkan, secara umum kepercayaan kepada Tuhan di Indonesia terbagi menjadi tiga. Yakni kerohanian, kebatinan, dan kejiwaan. ”Mereka menyembah Tuhan. Tidak ada kok yang menyembah patung,” ujarnya.
Bertahun-tahun menggeluti direktorat yang membidangi urusan kepercayaan kepada Tuhan, Sri menyampaikan pokokpokok ajarannya. Di antaranya mengajarkan bagaimana mengenali diri sendiri serta berbuat baik kepada sesama dan alam. Lalu juga berbakti kepada Tuhan, bersikap welas asih, dan menjalani hidup dengan berbudi pekerti luhur. ”Putusan MK merupakan momentum untuk menunaikan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tuturnya.
Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan mematuhi putusan MK soal kepercayaan kepada Tuhan YME. Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag Mastuki menjelaskan, konteks putusan MK itu adalah urusan kependudukan atau pencatatan sipil. Apalagi yang digugat UU 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk).
Mastuki menilai, putusan MK itu tidak berarti mempersamakan antara kepercayaan kepada Tuhan YME dan agama. Dia menuturkan, dalam TAP MPR Nomor IV/ MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara ditegaskan, kepercayaan terhadap Tuhan YME bukan merupakan agama. ”Ketentuan-ketentuan ini yang perlu kami koordinasikan dengan instansi lain. Supaya masyarakat mendapatkan pandangan yang lebih lengkap,” tuturnya.
Dia menyatakan, sampai saat ini ada 187 lembaga atau perkumpulan kepercayaan kepada Tuhan YME di Indonesia. Pembinaannya berada di Direktorat Kepercayaan kepada Tuhan YME dan Tradisi Ditjen Kebudayaan Kemendikbud.
Meskipun kepercayaan kepada Tuhan YME berbeda dengan agama, Mastuki menuturkan bahwa pemerintah menjamin hak-hak layanan untuk para penghayatnya. Hak menjalankan keyakinan sampai pencatatan sipil dijamin negara. Dia menyatakan, putusan MK terkait dengan kepercayaan kepada Tuhan akan menjadi masukan dalam pembahasan RUU Perlindungan Umat Beragama.