Jawa Pos

SUDAH TUA, MESIN TETAP ORISINAL

London punya Big Ben, menara jam yang terletak di Istana Westminste­r. Bukittingg­i punya Jam Gadang. Kalau Surabaya, punya jam besar penanda waktu di tiga titik. Ketiganya juga jadi saksi bisu bergantiny­a zaman.

-

SETIAP melintas di sekitar Jalan Pahlawan pada jam-jam tertentu, Anda pasti akan mendengar suara dentingan lonceng yang begitu keras. Suara tersebut berasal dari jam dinding yang berada di puncak menara kantor gubernur Jatim. Tingginya sekitar 45–50 meter.

Jam kuno tersebut juga terlihat mentereng di puncak menara gedung pemprov itu. Bentuknya klasik. Ada tiga kubah yang mengelilin­gi jam tersebut seperti segi tiga. Jam itu juga menyatu dengan dinding di puncak menara.

Ya, jam menara tersebut merupakan salah satu peninggala­n zaman Belanda. Usianya sudah 85 tahun. Mesin penggerakn­ya masih manual. Semua masih orisinal. Hingga kini, jam tersebut terawat dengan baik.

Menara itu terletak tepat di sisi selatan gedung. Selain petugas yang merawat jam dinding tersebut, jarang ada orang yang naik ke puncak menara itu. Padahal, jam tersebut sangat memiliki nilai sejarah yang begitu tinggi.

Senin (23/10), Jawa Pos berkesempa­tan melihat mesin jam kuno itu. Kami diantar langsung oleh Pegy Yadianto, perawat jam dinding menara di gedung pemprov. Sebelum naik ke puncak menara, pria yang karib disapa Gipong tersebut mengawalin­ya dengan berdoa. ”Jangan lupa berdoa sebelum naik,” kata Gipong mengingatk­an.

Pria 37 tahun itu langsung membuka pintu tersebut dengan hatihati. Ruangan itu sangat sempit. Hanya terlihat tangga berbahan semen untuk menuju puncak menara. Setelah melewati 37 anak tangga, kami masih harus meneruskan­nya dengan tangga besi yang begitu sempit.

Ada tujuh tangga besi dengan 101 anak tangga lagi yang harus dilewati. Tangga tersebut sudah ada pelindung agar setiap orang yang naik ke puncak menara tidak terperosot ke bawah. Meski begitu, tetap harus hati-hati. Sebab, banyak oli yang menetes di setiap anak tangga. ”Oli ini dari mesin jam di atas puncak,” urainya.

Sekitar 20 menit, kami baru sampai hingga di puncak menara. Tapi, kalau Gipong, biasanya hanya butuh waktu sepuluh menit. Di lantai tersebut ada balkon. Dari sana, kita bisa langsung memandang sejajar Tugu Pahlawan. Konon, pada zaman Belanda, balkon tersebut berfungsi sebagai tempat pemantauan. Sebab, dari puncak menara, seantero kota Surabaya bisa terlihat.

Mesin penggerak jam berada di tempat khusus. Untuk melihat mesin itu, kita harus menaiki tangga yang lurus sejajar dinding. Kira-kira setinggi 3 meter.

Gipong menyatakan, tidak sembarang orang bisa melihat mesin penggerak jam menara pemprov. Sebab, jam tersebut salah satu peninggala­n bersejarah yang terus dijaga keaslianny­a. Karena itu, ruang khusus di puncak menara tersebut selalu dikunci. ”Boleh melihat mesinnya, tetapi harus izin dulu dan diantar saya,” ujar Gipong.

Mesin penggerak yang diproduksi pada 1930 tersebut berukuran besar. Panjangnya sekitar 1 meter. Lebarnya 0,5 meter. Mesin penggerak jam mekanik itu memiliki banyak roda besi. Dua pemberat berfungsi menggerakk­an menit dan jam. Masing-masing beratnya sekitar 110 kilogram. Serta satu pemberat untuk menghitung detik, yakni seberat 10 kilogram.

Teng.. teng.. teng... Tiba-tiba suara lonceng terdengar kencang. Tepat di depan kami, gigi-gigi roda tersebut bergerak. Satu denting, dua denting, hingga sebelas denting. Saat itu tepat pukul 11.00 kami berada di puncak. ”Coba perhatikan, mesin ini terus bergerak yang dibantu dengan listrik,” tuturnya.

Desain mesin penggerak jam mekanik tersebut memang sangat unik. Pada mesin itu juga tertulis Nederlands­chefabriek van Torenuurwe­rken B.Eijsbouts ASTEN No 3108 ANNO 1932. ”Saya kurang paham artinya. Tetapi, mungkin mesin ini ada sejak 1932,” katanya.

Gipong pun aktif bertugas merawat jam menara tersebut sejak 2013. Namun, dia sudah sering membantu merawat pada 2011. Setiap dua minggu sekali, setidaknya dia harus naik ke puncak menara untuk melumasi mesin penggerak dengan oli.

Hingga kini, jam menara tersebut terawat dengan baik. Hampir dipastikan 90 persen mesin masih orisinal. Dan kerap dijadikan sebagai penanda waktu aktivitas di lingkungan pemprov dan masyarakat sekitar. ”Kalau rusak, harus segera diperbaiki karena pasti akan ditanyakan pejabatpej­abat,” ungkapnya.

Jam di menara tersebut juga menarik perhatian banyak orang. Beberapa kali, ada pengunjung yang datang ke kantor gubernur untuk melihat jam peninggala­n zaman Belanda itu. ”Pernah ada orang Belanda datang ke Surabaya didampingi tour guide, pengin tahu mesin penggerak jam ini,” ujarnya.

Sebelumnya, jam menara tersebut dirawat Muskan. Bahkan, hingga memasuki masa pensiun, dia tetap didapuk sebagai perawat jam menara itu. Hal tersebut disebabkan sulitnya mencari pengganti yang mau merawat jam itu. ”Saya sejak 1985 merawat jam menara. Sekarang sudah diteruskan Gipong,” kata Muskan.

Dia menjelaska­n, selama merawat jam tersebut, hanya satu kali jam itu mengalami kerusakan. Satu bulan jam tersebut mati. Bunyinya tidak pernah tepat. Dia pun harus memperbaik­inya. ”Saya sampai tidur di puncak menara untuk memperbaik­i mesin jam menaranya,” ungkapnya.

Kerusakan itu terjadi lantaran rantai-rantai mesin penggerak jam berkarat. Sebab, oli pelumas yang digunakan adalah oli bekas. ”Saya cuci dengan bensin hingga bersih. Dan bisa menyala kembali,” ujarnya.

 ??  ?? BUNYINYA DITUNGGU: Jam besar di menara gedung Bank Mandiri, Jalan Pahlawan. Kalau lonceng jamnya tak bunyi, warga langsung melapor.
BUNYINYA DITUNGGU: Jam besar di menara gedung Bank Mandiri, Jalan Pahlawan. Kalau lonceng jamnya tak bunyi, warga langsung melapor.
 ?? DIPTA WAHYU/JAWA POS ?? DEDIKASI: Pegy Yadianto lincah menaiki tangga menara setinggi 45 meter untuk merawat jam di gedung pemprov.
DIPTA WAHYU/JAWA POS DEDIKASI: Pegy Yadianto lincah menaiki tangga menara setinggi 45 meter untuk merawat jam di gedung pemprov.
 ??  ??
 ??  ?? MANUAL: Semua mesin penggerak jam di menara gedung pemprov tetap asli. Perawatann­ya, hanya dilumasi dengan oli.
MANUAL: Semua mesin penggerak jam di menara gedung pemprov tetap asli. Perawatann­ya, hanya dilumasi dengan oli.
 ??  ?? TAK BERDENTING: Jam besar di gedung PTPN XI ini ada sejak 1924, bersamaan dengan dibangunny­a gedung yang menjadi cagar budaya tersebut.
TAK BERDENTING: Jam besar di gedung PTPN XI ini ada sejak 1924, bersamaan dengan dibangunny­a gedung yang menjadi cagar budaya tersebut.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia