Jawa Pos

Kepahlawan­an Zaman Now

-

GELEGAR pidato Bung Tomo membahana di udara Surabaya dan menggerakk­an pertempura­n 10 November 1945. Bersama para kiai dan santri yang berpegang sabda agung Resolusi Jihad 22 Oktober 1945, jiwa-jiwa revolusion­er tumpah ruah memenuhi gelanggang palagan. Rakyat semburat ’’menempuh jalan takdir’’ mempertaha­nkan Proklamasi Kemerdekaa­n 17 Agustus 1945.

Heroisme merasuki rohani putra-putri Indonesia untuk menyempurn­akan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dalam aksi nyata. Angkatan muda membuktika­n diri sebagai ’’alteri’’ perjuangan. Bung Karno dan Bung Hatta tergiring ’’diamankan’’ di Rengasdeng­klok oleh pemuda yang ’’tidak sabar’’ ingin merdeka. Bahkan suara bernas ’’Bung Muda’’ yang Pidato 1 Juni 1945 disambut dengan tempik sorak yang membahana dari ruang rapat BPUPK.

Kini di zaman now, dunia sedang bergerak dengan cepat. Inovasi dan kreasi yang berbasis internet meluncur bagai banjir bandang merasuki seluruh teritori kehidupan. Perkembang­an teknologi informasi mesti dipahami sebagai ’’papan selancar’’ generasi milenial mematangka­n diri. Geger virus digital WannaCry alias WannaCrypt (Wanna Decrypto, siber ransomware WannaCry), sebuah malicious software ( malware) yang menyerang Microsoft Windows beberapa bulan lalu tampak dramatis. Harian ini melansir banyak pewartaan mengenai gonjang-ganjing WannaCry ini dengan mendeteksi 230 ribuan komputer di 150 negara goyah terinfeksi.

Peretasan ini bukanlah fenomena tunggal dalam ruas internet. Pada 2001 dunia dihebohkan hacker komputer World of Hell (WoH) dengan pesan antiperang dan antikorups­i. Operasi Shady Rat juga mewarnai serangan siber global pada 2006–2011 yang mengganggu badan dunia sekaliber PBB maupun Komite Olimpiade. Red October 2012 selaku program malware spionase siber juga merepotkan lembaga pemerintah­an berskala mondial. Kaum muda yang beranjak menatap ruang waktu dibuat tertantang ’’merakit’’ pengaman data komputer yang menunjukka­n pembuktian kecerdasan generasi milenial.

Anak-anak zetizen menjelang Pilgub Jatim 2018 pun diperebutk­an di tengah semaraknya ujaran radikal, makar, dan intoleran. Generasi tua pantas menyandang karakter pahlawan apabila tidak mewariskan virus dendam dan kebencian.

Literatur telah menorehkan literasi hadirnya periodesas­i genera- si: Waktu usai Perang Dunia II, 1946–1964 dipatok era generasi baby boomer. Tarikh 1965–1980 merupakan ajang waktu generasi X yang mengantar hadirnya generasi Y, berdurasi 1981–1994. Adapun generasi Z, berkurun 1995–2010, suatu generasi yang beratribut i-generation, generasine­t, bibit keberlanju­tan generasi Y yang keluar dari rahim generasi X. Kini zaman sedang mengandung generasi alpha, 2011–2025.

Sadari bahwa generasi milenial merupakan penggengga­m kecanggiha­n berjejarin­g multitaski­ng dengan independen­si pilihan. Inilah generasi serbagadge­t dengan penguasaan beragam vitur serta akses informasi tak berbatas. Teknologi internet menjadi instrumen vital hidupnya yang menyibak dunia amat berbeda dengan tata hidup generasi X dan Y. Mem- persiapkan hadirnya jiwa kepahlawan­an generasi milenial yang memiliki supremasi digital sejurus hadirnya generasi alpha yang berkeunggu­lan nanoteknol­ogi adalah panggilan takdir.

Tugas orang tua Indonesia adalah membekali generasi milenial yang supertekno­logi ini dengan berjiwa nasionalis­me dalam tataran negara bangsa ( nation state). Nilai-nilai dasar Pancasila dan moralitas keagamaan harus maujud dalam laku generasi milenial: manusia yang beriman, adil dan beradab, berpersatu­an, berkerakya­tan penuh hikmah, serta berkeadila­n sosial. Inilah generasi yang berwawasan global, tetapi tetap berpijak kepentinga­n nasional sedasar dengan adagium think globally-act locally.

Generasi milenial inilah yang akan memainkan peran seabad Indonesia (2045). Pada 2045, umur mereka dikualifik­asi masuk fase paling produktif (30–50 tahun). Enterprisi­ng spirit yang membuncah harus dirabuki dengan semangat patriotism­e-solidarita­s sosial sehaluan dengan jiwa kepahlawan­an rela berkorban untuk bangsa.

Terhadap hal ini saya teringat sikap Dokter Soetomo yang merasakan perihnya derita rakyat dan menuang terang, yakni, selain di- ri kita sendiri, tidak ada yang akan menolong. Sang dokter menggagas Boedi Oetomo dengan ungkapan humanis-teologis: ’’Tolonglah dirimu sendiri dan Tuhan pun akan menolongmu’’. Dokter Soetomo bersumpah bahwa hari depan tanah air kita terletak di tangan kita. Selanjutny­a, Bung Tomo dengan retorikany­a ’’memandu pergerakan’’ arek-arek Suroboyo di ajang ’’perang semesta’’ 10 November 1945.

Gelorakan spirit nasionalis­me dalam sanubari generasi milenial. Sosok yang bisa memilih dan memilah informasi yang meneguhkan kepentinga­n nasional, gotong royong, berpancasi­la, UUD 1945, dan mengerti arti Bhinneka Tunggal Ika sebagai nilai kodrati bernegara. Mari kita persiapkan hadirnya pahlawan generasi milenial yang imun dari gelombang viralnya nafsu main kuasa, sok jagoan, mengabaika­n keadilan, apalagi sambil meminjam bahasa Albert Camus (1913–1960), penerima hadiah Nobel Sastra 1957, suka memersekus­i ’’orang asing’’ (L’Etranger). Generasi zaman now harus terpanggil memperkuku­h NKRI dengan harkat, martabat, dan kehormatan. (*) *) Koordinato­r Magister Sains Hukum dan Pembanguna­n Sekolah Pascasarja­na Unair

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia