Dari Hobi Menjadi Sehari-hari
TAK dimungkiri, sebagian besar pengguna motor sport, khususnya model trail, merupakan penghobi. Kendaraan tersebut menjadi motor kedua yang hanya keluar saat akhir pekan atau waktu senggang lainnya. Namun, tren tersebut mulai menjamur ke penggunaan harian. Rasanya bukan ide buruk untuk memanfaatkan postur trail untuk melibas kondisi jalanan berlubang dan macet di perkotaan.
Motor trail memiliki tubuh ramping jika dibandingkan dengan motor sport pada kubikasi mesin yang sama. Sebagai perbandingan, misalnya, Kawasaki KLX 250 yang memiliki bobot 138 kilogram. Motor tersebut jauh lebih ringan dibanding Kawasaki Ninja 250R yang berbobot 172 kilogram.
”Trail memiliki riding position yang tinggi berkat suspensi dan diameter roda. Memang tidak semua orang nyaman dengan pandangan yang terlalu tinggi, tapi sebagian justru suka,” ujar Fais Priyadi, owner bengkel Inti Jaya Motor, yang khusus menangani motor trail 4 tak dan 2 tak.
Bukan hanya soal posisi berkendara, dengan kapasitas mesin yang sama, motor trail memiliki karakter performa mesin yang berbeda dengan sport pada umumnya. ”Karena dijagokan supaya bisa multipurpose, trail unggul di putaran bawah atau akselerasi. Maka tidak heran jika susah untuk mencapai top speed yang ideal saat jalan di aspal. Kebalikannya dengan
jelas Fais. Keunggulan itulah yang semakin membuat motor
diminati pengguna harian. Karakter mesin yang gesit dan lincah lebih nyaman digunakan di jalanan padat dan sempit. ”Dengan sedikit ubahan pada suspensi dan jenis ban, motor
hampir tak ada bedanya dengan motor lain. Malah cenderung lebih asyik dikendarai,” ujar Evan Tjandra, 24, salah seorang anggota komunitas Supermoto Society yang berisi para pengguna motor trail.
Penggantian jenis ban memang cukup umum dilakukan bagi pengguna yang ingin menggunakan trail sebagai motor harian. Sebab, umumnya, ban motor trail dari pabrikan dibekali ban yang bertekstur (agf/c21/sof)