Eks Kades Sidokelar Akan Diadili Lagi
Dijerat dengan Pasal TPPU
SURABAYA – Mantan Kepala Desa (Kades) Sidokelar, Paciran, Lamongan, Imron Rosyadi harus menambah masa tinggalnya di hotel prodeo. Narapidana kasus penipuan dan penggelapan penjualan tanah di Desa Sidokelar itu kembali dijerat polisi dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Wadirkrimsus Polda Jatim AKBP Arman Asmara Syarifuddin menjelaskan, sebelum ditetapkan tersangka oleh pihaknya, Imron sudah mendekam di Lapas Kelas II-B Lamongan. Dia dilaporkan atas dugaan penipuan dan penggelapan uang pembayaran pembebasan tanah (jual beli tanah) milik beberapa warga pada 25 Juli 2016.
Sebelumnya, pada April hingga Agustus 2014, Imron yang saat itu menjabat kepala Desa Sidokelar menangani jual beli tanah milik enam warga. Tanah seluas 17.114 meter persegi tersebut dibeli PT Sari Dumai Sejati (SDS). Harganya berva riasi, mulai Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu per meter. Total nilai transaksinya sekitar Rp 5,045 milliar.
Pembayaran dipusatkan kepada Imron melalui transfer ke rekeningnya. Namun, uang tersebut tidak diserahkan kepada korban. Pria kelahiran 25 Agustus 1979 itu akhirnya dilaporkan ke Polres Lamongan. ”Seluruh pembayaran digelapkan tersangka,” ujar Arman.
Imron mulai diadili pada Juli 2016. Empat bulan kemudian, majelis hakim memvonisnya dengan hukuman 3 tahun dan 9 bulan penjara. Penyidikan dalam kasus tersebut tidak berhenti sampai di situ. Setelah Imron menerima vonis, penyidik Subdit II Perbankan Ditreskrimsus Polda Jatim melanjutkan perkara tersebut.
”Awal tahun ini berkasnya sudah kami kirim ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim,” kata mantan Kapolres Probolinggo itu.
Namun, jaksa peneliti sempat menyatakan berkas tersebut belum sempurna (P-18). Alasannya, ada beberapa uang yang belum bisa ditelusuri. Berkas pun dikirimkan kembali ke jaksa dan dinyatakan P-21 pada 31 Oktober lalu. ”Setelah ini akan kami tahap duakan (pelimpahan tersangka dan barang bukti, Red),” jelasnya.
Berdasar penelusuran penyidik, uang Rp 5,045 miliar tersebut digunakan keperluan pribadi tersangka. Yakni, pembelian mobil, uang muka pembelian tanah dan apartemen, serta dipinjamkan kepada beberapa orang. ”Sekitar Rp 4 miliar digunakan investasi batu bara,” terang Arman.
Dari jumlah itu, penyidik berhasil menelusuri sekitar Rp 1,3 miliar. Uang sebanyak itu disita dari delapan orang. Termasuk uang muka pembelian apartemen di daerah Surabaya Selatan.
Akibat perbuatannya, Imron dijerat pasal berlapis. Yakni, pasal 3, 4, 5 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ancaman hukuman maksimalnya 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 5 miliar. (aji/c21/diq)