Pemkab-Dewan Harus Satu Kata
Penetapan Mekanisme Pembangunan RS Barat
SIDOARJO – Penentuan mekanisme pembangunan rumah sakit wilayah barat masih menjadi perdebatan. Belum ada kesepakatan antara pemkab dan dewan. Pemkab memutuskan rumah sakit bakal dibangun dengan sistem kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Sedangkan DPRD menilai pendirian sarana kesehatan di Desa Tambak Kemerakan, Krian, itu bisa dianggarkan lewat APBD.
Untuk menyatukan pandangan, pemkab bakal bertemu dengan DPRD Sidoarjo. Wakil Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin menyatakan, pemkab akan memaparkan mekanisme pembangunan rumah sakit. Ada tiga konsep yang akan dipaparkan. Yakni KPBU, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dan pembangunan dengan dana APBD. Ketiganya akan dipaparkan secara terperinci. ”Keuntungan dan kerugiannya juga akan disampaikan,” jelasnya.
Sebenarnya, pemkab sudah memilih sistem KPBU. Mekanisme itu dipandang sangat menguntungkan. Sebab, pemkab tidak perlu menyediakan anggaran, obat-obatan, dan sumber daya manusia (SDM). Pemkab hanya menyediakan lahan.
Meski begitu, politikus PKB tersebut menuturkan, tiga mekanisme itu bakal dikaji ulang bersama DPRD. Sebab, dewan juga berhak mengambil keputusan dalam pembangunan. ”Mana yang lebih menguntungkan, itu yang kami pilih,” paparnya.
Pemilihan sistem itu harus berdasar kondisi saat ini. Jika opsi menggunakan APBD yang dipilih, kata Nur, Sidoarjo juga mampu. Anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 250 miliar. Namun, ada faktor lain yang harus dipikirkan. Misalnya, kesiapan SDM. ”Pemkab harus mencukupi kebutuhan SDM,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKS-Nasdem Aditya Nindyatman menuturkan, pembangunan rumah sakit barat seharusnya bisa dikerjakan dengan APBD. Selain nilai anggaran masih terjangkau, pemkab dirasa bisa menyediakan SDM. ”Mulai sekarang SDM dipersiapkan, saya rasa bisa,” paparnya.
Senada dengan Aditya, Wakil Ketua DPRD Sidoarjo Taufik Hidayat Tri Yudono menyatakan, banyak keuntungan jika rumah sakit dibangun dengan dana APBD. Pertama, pemkab bebas mengatur pembangunan karena tidak terikat dengan pihak ketiga. Selanjutnya, pelayanan rumah sakit bisa dimaksimalkan.
”Karena dibangun sendiri, ketika jadi, biayanya tidak memberatkan pasien,” jelasnya.
Selain mekanisme pembangunan, pemkab berupaya menambah luasan lahan rumah sakit. Yang semula hanya 1,3 hektare menjadi 5 hektare.
Koordinator pembangunan Rumah Sakit Sidoarjo Barat Agoes Boedi Tjahjono menjelaskan, luas bangunan memang minimal 5 hektare. Hal tersebut mengacu pada aturan pemerintah pusat. Aturan tersebut memudahkan untuk pengembangan rumah sakit di masa mendatang.
”Salah satunya menambah jumlah ruang rawat inap. Itu kan juga butuh lahan yang memadai,” tutur pria yang juga menjabat Asisten II Pemkab Sidoarjo. (aph/c21/ai)