DPRD Sidoarjo Menargetkan 21 Raperda
Sidoarjo kembali mendapatkan apresiasi melalui kinerja DPRD yang terbilang tak kenal lelah. Salah satu prestasinya adalah tutup tahun dengan enam perda yang telah diluncurkan untuk kesejahteraan masyarakat.
SEBANYAK enam perda dikeluarkan DPRD Sidoarjo tahun ini dan ada dua perda yang langsung berimbas kepada masyarakat. Yaitu, Perda Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS serta Perda Penyelenggaraan Pelatihan Kerja dan Pelayanan Produktivitas. Perumusan perda-perda tersebut pun menyeluruh. Pada Perda Penanggulangan HIV/AIDS, sebanyak 38 pasal dicetuskan untuk memastikan perda tidak ompong dan bisa dilaksanakan secara hukum.
Menurut Ketua DPRD Sidoarjo Sulamul Hadi Nurmawan, perubahan rancangan perda (raperda) menjadi perda cukup memakan waktu. Lulusan IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta ini menyebutkan bahwa raperda biasanya membutuhkan waktu 3 bulan sebelum finalisasi.
’’Selain melalui empat tahapan proses yang memakan waktu tersebut, kami harus merumuskan yang terbaik dari keinginan semua pihak. Kedua, kami harus pastikan perda tersebut nantinya mungkin untuk dilaksanakan secara hukum,’’ ujar pria yang kerap disapa Wawan itu.
Pada empat tahapan perubahan raperda menjadi perda itu, pansus dan komisi bertugas melakukan peninjauan terkait raperda. Di antaranya, melakukan kajian akademis terkait problematika yang dihadapi dan turun ke lapangan untuk memahami persoalan yang jadi sorotan.
Setelah itu, badan musyawarah (bamus) dibentuk untuk merumuskan tanggapan komisi dan pansus terkait raperda. Korespondensi pansus dan komisi dengan badan pembuat perda ( bapemperda) secara terperinci juga wajib dilakukan agar perda tersebut memenuhi kualifikasi dan tidak menyakiti warga, baik golongan mayoritas maupun minoritas.
Menurut Wawan, pembentukan perda dilakukan sangat hati-hati dan sangat sesuai dengan hukum. Selain itu, perda akan diuji dan dinilai sebelum finalisasi untuk menentukan yang terbaik bagi 2,4 juta warga Sidoarjo. ’’Jika sedari awal raperda tersebut diprediksi membawa kemaslahatan, tapi jika diterapkan secara umum melanggar hak asasi golongan tertentu, raperda tersebut bisa dikaji lagi, bisa digugurkan, dan bisa juga terus diperjuangkan. Bergantung kondisi dan yang terbaik bagi masyarakat,’’ imbuh Wawan yang dua minggu lalu turun ke lapangan untuk meninjau sendiri Raperda Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK).
Saat ditanya salah satu raperda yang menyita waktu, salah satunya terkait minimarket. Raperda yang ditujukan untuk membela pelaku pasar tradisional tersebut berkonflik dengan kepentingan para pemilik lahan Sidoarjo. Para pemilik lahan itu menolak jika pendapatan mereka berkurang akibat penyewa lahan untuk pendirian minimarket berkurang. Untuk mengatasi permasalahan antar golongan tersebut, Komisi B DPRD Sidoarjo ditugaskan untuk meninjau dan merancangkan raperdanya.
Selain dituntut untuk menyelesaikan per- masalahan antar pedagang, Komisi B DPRD Sidoarjo akan melakukan finalisasi terhadap beberapa raperda yang mendapatkan prioritas, yaitu raperda perubahan pajak hiburan. Ketua Komisi B DPRD Sidoarjo Bambang Pujiono menyebutkan bahwa pajak hiburan yang tinggi baik untuk menjaga safety dan regulasi hiburan dan masyarakat Sidoarjo.
’’Sesuai UUD No 28 Tahun 2009, pajak maksimal sebesar 75 persen. Mahal memang. Tapi, itu lebih baik agar hiburan tersebut tidak diselewengkan fungsinya dan tetap aman,’’ ujar Bambang. Untuk prafinalisasi pada pertengahan November, Bambang selaku ketua komisi B akan mengundang tokoh masyarakat dan pengusaha untuk mengkaji kembali raperda terkait hiburan malam tersebut.
Sidoarjo pun telah memiliki raperda terkait obat-obatan terlarang. Didukung pula dengan raperda retribusi kos. Raperda itu merupakan hasil inisiatif DPRD Sidoarjo dan ditujukan untuk mengurangi okupansi tak terlacak di rumah kos yang sering berujung pada transaksi obat-obatan terlarang.
Dari segi lingkungan, raperda terkait limbah pun dijadwalkan untuk ketok palu akhir tahun ini. Abdillah Nasih selaku ketua Komisi C DPRD Sidoarjo mengaku kukuh untuk terus memperjuangkan raperda yang telah diuji dan dievaluasi selama satu tahun belakangan tersebut. ’’Sidoarjo kota industri. Jika raperda terkait limbah domestik tidak gol, pelaku jasa swasta penyedotan limbah domestik akan terus mengotori saluran air dan sungai Sidoarjo. Hal itu tidak bisa dibiarkan. Karenanya, raperda ini terus kami perjuangkan,’’ ujar Nasih. ( rah/c19/xav)