Pendatang Berdagang, Warga Lokal Mendulang
KELOMPOK kriminal bersenjata (KKB) bukan cerita kemarin sore. Sudah lama mereka beroperasi meneror warga di Kampung Banti dan Kimbely. Mereka memalak warga lokal maupun pendatang di dua kampung itu
Kemarin (10/11) penyekapan di Kampung Banti dan Kimbely itu sudah memasuki hari keempat. Kampung di Distrik Tembagapura tersebut sebenarnya cukup dekat dengan pos keamanan di Tembagapura, hanya berjarak 5 km. Namun, karena khawatir tindakan tegas akan menimbulkan korban jiwa, sampai kemarin aparat belum mendekat ke lokasi penyekapan.
”Satgas terpadu sudah mencoba menghubungi pimpinan kelompok. Belum ada kontak yang intens, belum ada negosiasi,” kata Kadiv- humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto di Jakarta kemarin.
Setyo memprediksi kelompok itu ingin mempertahankan keuntungan ekonomi yang selama ini didapatkan dari aktivitas memalak, menjarah, dan memajak secara ilegal warga dua desa tersebut. ”Bisa saja ada motif lain, tapi kami harus dalami dulu,” ucapnya.
Dua desa itu memang dikenal sebagai tempat tinggal para pendulang ilegal sisa tambang PT Freeport Indonesia (PT FI). Ada seribu warga asli yang tinggal di Banti dan sekitar 300 warga pendatang yang tinggal di Kimbely.
Setyo menyatakan, secara umum kondisi warga di dua desa itu dilaporkan masih baik. Belum ada laporan tindak kekerasan oleh KKB kepada warga. Kabar bahwa KKB menjarah harta benda warga juga dibantah Setyo. Yang jelas, menurut Setyo, ada intimidasi psikis terhadap warga.
Untuk akses bahan makanan, sementara tidak ada masalah karena ibu-ibu diperbolehkan pergi ke luar kampung untuk berbelanja kebutuhan makanan. ”Tapi, kalau bapak-bapak dan yang laki-laki, semuanya tidak boleh keluar kampung,” katanya.
Polisi juga tengah mendalami asal senjata para anggota KKB. Setyo menyatakan tidak sulit jika mereka menggunakan senjata api rakitan. Namun, dia juga menduga ada senjata pabrik yang kemudian didistribusikan secara ilegal. ”Kalau senjata-senjata rakitan, pasti disuplai dari beberapa wilayah dekat situ. Tapi kalau yang pabrikan, pasti hasil selundupan,” tutur dia.
Sementara itu, kepolisian juga tidak mematok target khusus dalam negosiasi. Tim gabungan masih akan melihat perkembangan sambil terus mencoba untuk menjalin komunikasi dan bargaining.
Lebih lanjut, Direktur Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menjelaskan bahwa pihaknya juga masih mendalami kasus tersebut. Dia menuturkan, jumlah penyandera 20 hingga 50 orang. ”Mereka menggunakan senjata lama. Ada laras panjang,” ujarnya.
Pengguna senjata itu, menurut Wawan, bisa jadi adalah para separatis. Apalagi, peredaran senjata di Papua belum mendapat pengawasan yang baik. Masih bebas. ”Kita tidak bisa langsung menuding siapa yang menjadi pelakunya,” tutur Wawan. Satu Warga Diduga Diculik KKB Sementara itu, sebagaimana dilaporkan Radar Timika ( Jawa Pos Group), seorang warga Utikini, Distrik Tembagapura, Mar- tinus Beanal, dilaporkan telah menjadi korban penculikan. Pelakunya diduga KKB.
Kabidhumas Polda Papua Kombespol A.M. Kamal dalam rilisnya yang diterima Radar Timika kemarin menyatakan, keluarga menyebut Martinus tidak kembali ke rumah sejak dua hari lalu.
”Berdasarkan laporan dari pihak keluarga bahwa Saudara Martinus Beanal sudah tidak pulang ke rumah selama dua hari. Atas dasar laporan tersebut, Polda Papua saat ini terus melakukan penyelidikan tentang kebenaran informasi penculikan itu,” ujar Kamal.
Menurut Kabidhumas, terkait dengan beredarnya video penganiayaan terhadap warga sipil yang dilakukan KKB, Kapolda Papua sangat menyayangkan tindakan tersebut. ”Polda Papua masih mendalami apakah korban penganiayaan adalah Martinus Beanal,” katanya.
Kamal mengungkapkan, Satgas Terpadu Penanggulangan KKB terus melakukan upaya persuasif untuk membebaskan ratusan warga yang disandera baik di sekitar Kimbely, Utikini, maupun Kampung Banti tanpa menimbulkan korban jiwa dari masyarakat. (tau/ lyn/tns/JPG/c11/c10/ang)