Sopir Outlander Tidak Ditahan
Dikategorikan Pelanggaran Lalu Lintas
SURABAYA – Kasus tabrakan Mitsubishi Outlander yang seruduk tiga motor di Jalan Raya Darmo terus bergulir. Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, George Gilberth Thie tidak ditahan. Penyidik punya pertimbangan tersendiri soal keputusan tersebut.
Menurut Kanitlakalantas Polrestabes Surabaya AKP Bayu Halim Nugroho, hal itu terkait dengan faktor objektif kasus. Insiden lakalantas yang terjadi Kamis (9/11) hanya masuk kategori pelanggaran lalu lintas. Penyebabnya, kelalaian pengendara. Dengan begitu, pasal 360 KUHP dan pasal 310 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bisa dijeratkan. ”Tidak ada yang meninggal atau luka berat, itu yang perlu ditekankan,” tegasnya.
Kemudian, berat perkara juga jadi pertimbangan objektif.
Kelalaian yang dilakukan Gilberth tidak ada yang memenuhi batas wajib ditahan
Untuk diketahui, polisi wajib melakukan penahanan apabila seseorang tersangkut kasus yang memiliki ancaman penjara lebih dari lima tahun. Sementara itu, ancaman hukuman yang bisa dikenai kepada Gilberth hanya enam bulan hingga dua tahun penjara.
Alasan kedua, faktor subjektivitas penyidik. Pihak keluarga tersangka dianggap kooperatif dan bertanggung jawab. Terlebih, mereka mengakui kesalahan yang diperbuat Gilbert. Pihak keluarga juga responsif membantu pembiayaan para korban hingga sembuh total.
Termasuk urusan motor korba n yang rusak. Terlebih, sejumlah kerabat berani menjadi jaminan tersangka akan taat pada proses hukum.
Bayu menjelaskan, para penyidik Unit Lakalantas Polrestabes Surabaya punya ukuran tersendiri tidak melakukan penahanan. Mereka juga mempertimbangkan faktor umur, mentalitas, dan psikologis Gilberth yang terpukul akibat kejadian itu. ”Masa depannya masih panjang,” kata polisi dengan tiga balok di pundak tersebut.
Selain itu, mantan anggota Korlantas Mabes Polri tersebut melakukan skema lain. Yakni, pengawasan terhadap tersangka dan keluarga korban. Menurut Bayu, polisi perlu melakukan pendekatan halus untuk melakukan penindakan dan penegakan hukum.
Dengan diawasi orang tua dan polisi, Bayu berharap Gilberth bisa taat dan tanpa beban mengikuti proses hukum. ”Nanti kan ada banyak proses persidangan, tersangka butuh dukungan keluarga,” jelasnya.
Hingga kemarin sore, Gilberth masih dimintai sejumlah keterangan tambahan oleh polisi di Unit Lakalantas Polrestabes Surabaya. Sejumlah keluarga tersangka juga mendampingi Gilberth di luar ruangan penyidik di lantai dua.
Bentuk tanggung jawab Gilberth dan keluarganya memang bukan isapan jempol belaka. Rudy Yuwana dan Novie Anggraeny membenarkan pernyataan polisi tersebut saat ditemui Jawa Pos di rumahnya di kawasan Lebak Jaya, Tambaksari.
Pasutri yang juga jadi korban kelalaian pemuda asal Kaimana, Papua Barat, itu mengaku terkesan dengan ketulusan keluarga tersangka. Dua kakak tersangka yang dikenal Rudy bernama Herman dan Cece dengan sabar mengikuti pengobatan di RS Adi Husada pada Kamis (9/11).
Bahkan, Rudy sempat kaget saat bertemu Cece di ruang instalasi gawat darurat (IGD). ”Dia datang masih pakai piyama,” ujarnya.
Saat itu jarum jam menunjukkan pukul 09.30. Cece baru saja mendampingi sang adik, Gilberth, menjalani pemeriksaan di Unit Lakalantas Polrestabes Surabaya. Dia berkali-kali menangis sambil meminta maaf kepada Rudy dan Novie. ”Adik saya yang salah, saya mohon maaf,” ujar Rudy menirukan perkataan Cece.
Pasutri itu hanya mengalami luka ringan. Rudy cedera di bagian punggung. Ada bekas memar dan luka parut sepanjang 30 cm lantaran tergores aspal. Sementara itu, Novie menderita luka memar di bagian paha kiri dan retak panggul sebelah kanan. ”Ada retak kecil banget, nggak sampai 1 cm,” terang Novie.
Lantaran luka tersebut, ibu dua anak itu harus beristirahat di rumah dua hari. Novie harus berhati-hati saat berjalan. Sekilas terlihat sedikit pincang. ”Masih nyeri,” ujarnya. (mir/bin/c25/git)