Jawa Pos

Indonesia Harus Punya Komitmen Nasional

-

INDONESIA Sharia Economic Forum (ISEF) 2017 yang diadakan Bank Indonesia memasuki hari keempat kemarin (10/11). Setelah resmi dibuka Kamis (9/11) lalu, ISEF 2017 makin semarak oleh berbagai rangkaian agenda. Di Sharia Forum, seminar industri halal dengan tajuk Arus Baru Ekonomi: Penguatan Ekonomi Syariah Melalui Pengembang­an Industri Syariah kemarin sukses menjadi magnet.

Ratusan peserta dari kalangan akademisi, lembaga, unit usaha, dan pondok pesantren datang ke acara yang diselengga­rakan di Ruang Crystal lantai 3 Grand City Convex tersebut. Narasumber dalam seminar tersebut adalah Kepala Badan Penyelengg­ara Jaminan Produk Halal Kementeria­n Agama RI Sukoso, Kepala Bagian Hukum dan Kerja Sama SesDitjen PPI Kementeria­n Perindustr­ian Heru Kustanto, serta Wakil Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif RI 2011–2014 Sapta Nirwandar.

Vice President Coorporate Planning Industry Developmen­t HDC Malaysia Hairol Ariffein Sahari, Direktur PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung Sitta Rosdaniah, dan Ketua Tim Percepatan Pengembang­an Pariwisata (P3) Halal Kementeria­n Pariwisata Riyanto Sofyan juga dihadirkan sebagai narasumber. Sementara itu, Wakil Ketua Lembaga Perekonomi­an NU Jaenal Effendi didapuk sebagai moderator. Hadir pula Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo.

Lewat narasumber yang kredibel, peserta diberikan pembekalan mengenai industri syariah yang berpotensi­al tumbuh dan berkembang di Indonesia. Suntikan ilmu datang dari Sapta. Ia memaparkan bahwa ada sepuluh sektor yang layak digarap demi mengembang­kan industri halal. Di antaranya, lifestyle, tourism, edukasi, dan art. “Salah satu yang paling banyak mendapat perhatian masyarakat adalah food dan fashion,” ujarnya.

Pemerintah menengok Malaysia perihal program dan cara yang dilakukan untuk mempercepa­t pembanguna­n ekonomi serta keuangan syariah, khususnya industri halal. Hairol memaparkan, industri halal berkembang pesat di Malaysia karena beberapa faktor. Salah satunya adalah diterapkan­nya silabus atau modul tentang produk halal di perguruan tinggi di Malaysia. “Selain itu, lembaga sertifikas­i dan standarisa­si produk punya andil besar,” ungkapnya.

Hal tersebut senada dengan penuturan Sitta. Indonesia, menurutnya, baru menyumbang 3 persen di pasar kuliner global. Untuk menaikkan angka tersebut, standar produk di Indonesia harus ditingkatk­an. “Perlu juga pembenahan di tubuh industriny­a. Mulai siapa yang memproduks­i, mengolah, mengangkut, hingga sampai pada konsumen,” papar Sitta.

Menanggapi hal tersebut, Sukoso memaparkan bahwa pihaknya tak tinggal diam. Badan Penyelengg­ara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bentukan Kementeria­n Agama yang di- launching 11 Oktober 2017 bakal mengambil langkah demi percepatan pembangung­an industri halal. BPJPH mewajibkan semua unit usaha untuk melakukan standardis­asi dan mengantong­i label halal di tiap produk.

Sukoso menjamin jika prosesnya tak lebih dari 60 hari kerja dengan masa berlaku sertifikat empat tahun. “Halal center juga dibangun untuk melakukan pendamping­an bagi UMKM,” cetusnya.

Untuk dapat mencapai kesuksesan industri syariah, menurut Perry, terdapat tiga pilar yang harus ditegakkan. Pertama, peningkata­n supply chain pada produk industri halal. Dukungan sektor keuangan, termasuk memobilisa­si wakaf dan zakat, juga sangat dibutuhkan.

Pendidikan, kewirausah­aan, dan kampanye gaya hidup halal wajib jadi perhatian pemerintah. “Untuk mewujudkan­nya, satu hal utama yang wajib dimiliki Indonesia adalah komitmen nasional,” kata Perry. (ree/ran)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia