Jawa Pos

NUSANTARA Bandung Terendam Banjir Satu Meter

UEA, Kuwait, dan Saudi Minta Warganya Pulang

-

DUBAI

– Tak sampai sepekan setelah pengumuman pengundura­n PM Saad Hariri, situasi di Lebanon menegang. Kamis waktu setempat (9/11) Saudi meminta pendudukny­a agar tidak mengunjung­i Lebanon. Mereka yang sudah kadung di sana diminta segera pulang. Dalam hitungan jam, langkah tersebut langsung disusul dua sekutunya, Uni Emirat Arab (UEA) dan Kuwait. Pengumuman itu diunggah lewat kantor berita resmi ketiga negara.

”Kerajaan menyaranka­n kepada semua penduduk untuk tidak bepergian ke Lebanon.” Demikian bunyi pernyataan Kementeria­n Luar Negeri Arab Saudi seperti dilansir kantor berita SPA. Bahrain sudah lebih dahulu melakukan langkah tersebut pada Minggu (5/11) atau sehari setelah PM Lebanon Saad Hariri mengajukan pengundura­n diri.

Saudi dan negara-negara sekutunya pernah menarik pendudukny­a seperti itu saat bersitegan­g dengan Qatar. Beberapa pihak menilai saat ini Saudi berencana mengambil langkah tertentu untuk Lebanon. Negara tersebut menjadi proxy war baru antara Saudi dan Iran. Sama halnya dengan Yaman. Presiden Lebanon Michel Aoun lebih pro-Iran, sedangkan Hariri memihak Saudi.

Pascaperan­g sipil yang berlangsun­g pada 1975–1990, Lebanon memang membentuk pemerintah­an koalisi dengan keterwakil­an semua pihak, yaitu Sunni, Syiah, Kristiani, Druze, dan Hizbullah. Aoun adalah sekutu politik Hizbullah. Mundurnya Hariri yang merupakan pemimpin Sunni membuat negara itu terguncang dan terancam kembali ke pusaran konflik. Terlebih, alasannya adalah nyawanya terancam dan menyalahka­n Iran karena ikut campur dalam urusan Lebanon.

Sejak Hariri mundur, hubungan Saudi dan Lebanon memang panas. Terlebih, Hariri mundur saat berada di Riyadh. Saudi dan Iran saling melontarka­n pernyataan panas. Negara yang dipimpin Raja Salman itu juga menuding Lebanon mengajak perang.

Lebanon menuding Saudi memberlaku­kan tahanan rumah kepada politikus 47 tahun tersebut sama halnya dengan Presiden Yaman Abd. Rabbuh Mansour Hadi.

Kemarin (10/11) Aoun meminta Saudi agar mengembali­kan Hariri. Dia menyatakan, keputusan Hariri mundur saat berada di luar negeri tidak bisa diterima. Sudah beberapa kali Aoun meminta Hariri pulang dan menjelaska­n secara langsung alasannya melepas jabatan.

Pernyataan serupa dilontarka­n Partai Future Movement yang digawangi Hariri. Mereka menegaskan, kepulangan Hariri penting agar sistem pemerintah­an di Lebanon kembali seperti semula. Pemimpin Progressiv­e Socialist Party Walid Jumblatt mencuit di akun Twitter- nya bahwa Hariri harus pulang entah itu secara sukarela ataupun dipaksa. ”Tidak ada pilihan baginya,” cuit Jumblatt.

Di lain pihak, Riyadh kembali mengungkap­kan bahwa pihaknya tidak pernah menahan Hariri dan tidak terlibat dalam pengundura­n dirinya. Hal tersebut didukung pernyataan dari Jerman dan Prancis. Dua negara Barat itu yakin Hariri tidak ditahan. ”Kami tidak memiliki bukti bahwa Hariri ditahan di Riyadh dan kami mengasumsi­kan bahwa itu adalah keputusann­ya sendiri (berada di Saudi, Red),” ujar juru bicara Kementeria­n Luar Negeri Jerman kemarin.

Presiden Prancis Emmanuel Macron Kamis (9/11) juga berkunjung ke Saudi dan bertemu Hariri tapi tidak memberikan perincian pertemuan tersebut. Macron bertemu dengan putra mahkota Pangeran Muhammad bin Salman untuk membicarak­an masalah krisis di Yaman, Lebanon, serta ketegangan Saudi dan Iran. Macron juga mengecam serangan rudal balistik Houthi ke Riyadh pekan lalu. (Reuters/ AP/BBC/sha/c10/any)

 ??  ?? TIMUR MATAHARI/AFP PHOTO
TIMUR MATAHARI/AFP PHOTO
 ??  ?? AFP PHOTO BAHAS SITUASI TERKINI: Presiden Michel Aoun (kiri) bertemu dengan perwakilan Saudi Walid Bukhari di Beirut, Lebanon, kemarin.
AFP PHOTO BAHAS SITUASI TERKINI: Presiden Michel Aoun (kiri) bertemu dengan perwakilan Saudi Walid Bukhari di Beirut, Lebanon, kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia