TNI-Polri Kumpulkan Kepala Suku
Cari Solusi Bebaskan 1.300 Orang yang Disandera KKB
JAKARTA – Kelompok kriminal bersenjata (KKB) masih mengisolasi Desa Kimbely dan Banti, Tembagapura, hingga kemarin (11/11). Satgas gabungan TNI-Polri masih mengedepankan dialog dengan KKB tersebut.
Karena itu, saat ini diupayakan mencari solusi dengan mengumpulkan kepala suku, tokoh agama, dan tokoh masyarakat
Tuntunan Kerohanian Sapta Darma Sanggar Candi Busana di Desa Talunblandong, Kabupaten Mojokerto, itu berharap ada langkah lanjutan dari pemerintah terhadap persoalan pendidikan agama bagi anak-cucu mereka.
”Selama ini anak-cucu kami belum mendapatkan pendidikan khusus terkait kepercayaan yang dianut. Sehingga mereka harus keluar kelas terlebih dahulu untuk tidak mengikuti pelajaran agama yang tidak dianutnya,” katanya kepada Jawa Pos Radar Mojokerto.
Menurut Tarimin, penerapan pendidikan agama itu bukan suatu yang mustahil. Sebab, itu sudah tercantum dalam Permendikbud 27/2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan YME pada Satuan Pendidikan.
Tapi, tampaknya, Tarimin masih harus menunggu harapannya itu bisa terkabul. Sebab, pelaksanaan putusan MK (Mahkamah Konstitusi) terkait penghayat kepercayaan yang masuk kolom agama di KTP saja masih jadi perdebatan di kalangan DPR.
Fraksi PPP menyatakan bahwa putusan tersebut tidak bisa dieksekusi sebelum dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Administrasi Kependudukan (Adminduk). Untuk itu, partai Kakbah pun bakal mengajukan perubahan UU.
Anggota Komisi II dari Fraksi PPP Achmad Baidowi mengatakan, selama ini putusan MK selalu ditindaklanjuti dengan pembuatan peraturan. Yaitu, dengan melakukan perubahan undang-undang. Sebab, putusan MK bersifat negatif, yaitu membatalkan norma.
”Bukan membuat norma. Jadi, ada yang hilang dalam undang-undang,” katanya kemarin (11/11).
Untuk itu, fraksinya akan mengusulkan revisi UU Adminduk. Pemerintah akan diundang untuk membahas putusan MK dan usulan perubahan undang-undang.
”Setelah reses, kami akan bertemu,” terangnya.
Berbeda dengan Fraksi PPP, menurut Fraksi PDIP, putusan MK bisa langsung dieksekusi. Anggota Komisi II dari Fraksi PDIP Arif Wibowo beralasan, putusan tersebut sejajar dengan norma dalam UU.
” Kan sudah final,” terang politikus kelahiran Madiun itu.
Jadi, kata dia, tanpa dilakukan revisi UU, putusan tersebut bisa dilaksanakan. Namun, jika ingin terbit, putusan bisa diikuti dengan perubahan undang-undang. Tapi, tutur dia, harus dilakukan kajian secara mendalam apakah revisi diperlukan dalam merespons putusan MK. ”Kami juga sedang mengkaji,” ucap dia.
Untuk itu, lanjut Arif, perlu dilakukan pertemuan antara DPR dan pemerintah. Pihaknya ingin mendengarkan penjelasan pemerintah terhadap putusan baru tersebut. Setelah itu, baru dilakukan kajian lebih mendalam.
Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pihaknya sepakat dengan usul komisi II yang akan mengajukan revisi UU. ”Kami juga akan ajukan usulan perubahan kedua UU Adminduk untuk mengakomodasi putusan MK,” kata dia. Namun, dia belum bisa menjelaskan lebih detail kapan perubahan UU akan dibahas dengan DPR.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid menuturkan, yang digugat di MK murni soal catatan sipil. Tidak terkait dengan posisi agama dengan kepercayaan. ”Domain teknis impelementasinya di Kemendagri. Tetapi, Kemendikbud juga ikut rembuk,” tuturnya.
Hilmar menyatakan, keterlibatan Kemendikbud terkait urusan kepercayaan kepada Tuhan adalah pembinaan. Kemendikbud juga siap sosialiasi ke daerah-dearah terkait putusan MK tersebut.
Itu dilakukan supaya kebijakan yang berlaku di pusat juga diterapkan di tingkat kabupaten/kota. Dia tidak ingin di pusat hak sipil di KTP para penghayat sudah diakui, tetapi tidak dijalankan di daerah.
Dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Wakil Ketua Umum Zainut Tauhid Saadi mengatakan, pihaknya berpendapat bahwa agama dan kepercayaan adalah sebuah hal yang berbeda. ”Tidak boleh disamakan kedudukannya,” tuturnya.
Dia menjelaskan, pasal 28 UUD 1945 sudah cukup arif mengatur soal agama dan kepercayaan. Urusan agama ada di pasal 1, sedangkan tentang kepercayaan ada di pasal 2.
Zainut memastikan MUI menghormati adanya perbedaan agama, keyakinan, dan kepercayaan setiap warga negara Indonesia. Sebab, perbedaan itu merupakan hak asasi manusia yang dilindungi konstitusi. MUI meminta pemerintah bisa arif dan bijaksana dalam menerapkan putusan MK itu. Agar tidak berpotensi memunculkan kegaduhan di masyarakat. (lum/wan/abi/c10/ttg)