Dibenci Kalangan Konservatif, Dicintai Anak Muda
Kalangan bawah mungkin mendukungnya. Tapi, ada yang menilai gebrakan Pangeran Muhammad bin Salman tergesa-gesa dan bisa membahayakan Arab Saudi.
REVOLUSI 4 November. Kalimat itu tengah viral dipakai sebagai tagar di jejaring media sosial Arab Saudi. Entah dalam bahasa Arab maupun Inggris.
Tagar itu menjadi bentuk dukungan mayoritas kalangan bawah terhadap operasi bersih-bersih putra mahkota Pangeran Muhammad bin Salman (MBS).
Sejauh ini sudah lebih dari 200 orang yang telah mengorupsi USD 100 miliar (Rp 1,3 kuadriliun) ditangkap. Jika semua uang korupsi itu bisa diambil kembali, Saudi bisa menutup seluruh utang nasional mereka.
Tapi, benarkah yang dilakukan MBS murni untuk bersih-bersih koruptor? Banyak analis yang menilai dia sejatinya bersih-bersih orang yang berpotensi menghalangi kekuasaan. Karena itu, yang ditangkapi pun terkesan tebang pilih.
”Bukannya mencari sekutu, Pangeran Muhammad malah memperluas kekuasaannya atas keluarga kerajaan, militer, dan Garda Nasional,” ujar dosen senior di S. Rajaratnam School of International Studies, Singapura, James Dorsey.
Tujuannya tentu saja memuluskan jalannya reformasi Saudi dan melanjutkan perang di Yaman.
Berbagai rumor menyebar bahwa itu bukan sekadar bersih-bersih koruptor, tapi merupakan respons terhadap rencana kudeta kepada MBS. Putra mahkota yang masih berusia 32 tahun itu memang bisa menjadi raja kapan saja lantaran ayahnya, Raja Salman, saat ini sudah sakit-sakitan.
Rumor menyebar bahwa Raja Salman menderita demensia. Penahanan para pangeran kali ini hanyalah sebuah langkah lanjutan. September lalu dia menangkap sekitar 20 orang ulama berpengaruh dan para intelektual yang dituding menjadi mata-mata dan mengancam kerajaan.
Profesor ilmu politik di Duke University Abdeslam Maghraoui mengungkapkan, penahanan para pangeran dan berbagai tokoh yang dekat keluarga kerajaan itu adalah masalah besar dan tak pernah terjadi sebelumnya. Maghraoui menilai MBS terlalu tergesa-gesa. Kebijakannya itu bisa berdampak buruk pada Saudi dan negaranegara di sekitarnya.
”Harus diingat bahwa posisi Muhammad masih putra mahkota, suksesi setelah kematian atau mundurnya ayahnya tidak akan mulus,” katanya.
Di Saudi, biasanya pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah dan posisi-posisi penting dibagi antara anggota keluarga kerjaaan. Tapi, kini MBS ingin keputusan tersentral pada raja. Karena itulah, dia memecat petinggi angkatan laut dan garda nasional serta menggantinya dengan orang yang dianggapnya bisa dikendalikan.
Dalam banyak kesempatan, MBS mengatakan ingin merombak wajah Saudi menjadi negara yang lebih modern yang tidak lagi bergantung dengan minyak. Kekuasaan polisi keagamaan untuk menangkap pelanggar aturan dihilang kan, konser diadakan kembali, larangan video call dicabut.
Tahun depan perempuan juga diperbolehkan menyetir dan menonton pertandingan di stadion. Karena kebijakan-kebijakannya itu, dia dibenci kalangan konservatif. Tapi, dicintai anak muda yang mendominasi penduduk Saudi.
MBS kian percaya diri karena Amerika Serikat (AS) yang selama ini menjadi sekutu Saudi mendukung langkahnya. Hubungan Saudi-AS membaik sejak Trump terpilih sebagai presiden.
MBS memang butuh dukungan AS untuk melanjutkan operasi militernya di Yaman. Negara yang kini luluh lantak itu menjadi lahan perang proxy antara Iran dan Saudi.
Pasukan yang digawangi MBS kerap salah sasaran dan justru menewaskan penduduk sipil. Jumlah korban tewas sudah mencapai sekitar 10 ribu orang. Tapi, banyak pihak seakan tutup mata. AS yang biasanya kritis juga tak banyak berkomentar. (The Washington Post/Vox/BBC/Financial Times/sha/c10/ttg)