Jawa Pos

Peran Ganda Djumain

Selamat Hari Ayah. Selama ini ayah selalu punya peran sentral bagi anak-anaknya. Dia adalah pahlawan. Teladan. Pelindung. Segalanya. Inilah sepenggal kisah ayah yang ”perkasa”.

-

SIANG itu Djumain sibuk menambal ban sepeda motor. Terik matahari membuat keringatny­a bercucuran membasahi wajahnya. Dia sudah menambal dua ban sepeda motor siang itu.

Di sampingnya, Angga Jatmiko, sang anak, setia menunggu. Sesekali mata Djumain meliriknya

Saat senggang, Djumain juga kerap menggoda Angga yang terduduk di kursi roda. Sang anak membalasny­a dengan tersenyum.

Ya, itulah pemandanga­n yang saban hari terlihat di lapak tambal ban Jalan Panjang Jiwo. Angga selalu menunggu sang ayah mulai pulang sekolah hingga sore. ’’Dia memang suka memperhati­kan kendaraan melintas. Sambil dada... dada ( melambaika­n tangan, Red),” cerita Djumain.

Bagi Djumain, Angga adalah penyemanga­t. Dengan melihat wajah Angga, rasa lelah seakan memudar. Angga juga selalu merasa senang dan nyaman saat berada di samping ayahnya.

Hubungan mereka tidak sekadar ayah dan anak. Lebih dari itu, Djumain merangkap sebagai ibu bagi Angga.

’’Istri saya sudah meninggal pada 2012,” ujar Djumain. Karena itu, mau tidak mau, dia berperan ganda dalam keluargany­a. Menjadi ayah dan ibu sekaligus.

Selain Angga, Djumain sebenarnya memiliki anak perempuan. Dia bernama Zaskia Novita Sari. Karakter dua anaknya sangat berbeda. Angga mengalami cerebral palsy (CP) sejak lahir. Itu adalah gangguan gerak yang memengaruh­i otot, gerakan, dan keterampil­an motorik. Angga masih bisa berbicara meski kurang lancar. Kondisi tersebut berbeda dengan sang adik yang tumbuh normal. Karena itu, Djumain membedakan pola asuh untuk keduanya. Perhatian untuk Angga tentu lebih ekstra.

Aktivitas Djumain dimulai pagi. Dia mempersiap­kan perlengkap­an sekolah kedua anaknya. Mulai menyetrika seragam sekolah hingga memasukkan buku dan alat tulis ke tas. Dia juga memandikan Angga.

Setelah sarapan bersama, Djumain mengantark­an Angga ke sekolah Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Surabaya di Semolowaru. Untung, Zaskia yang kini sudah duduk di kelas V SD bisa berangkat ke sekolah sendiri. Letak sekolahnya tidak jauh dari rumah.

Djumain mengantar Angga dengan naik sepeda motor. Dari rumah, mereka berangkat pukul 07.00 menuju Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)- YPAC (Yayasan Pendidikan Anak Cacat). Sesampainy­a di sekolah, Djumain menggendon­g Angga sampai di kelasnya. Dengan sabar, Djumain mendudukka­n Angga di kursi roda di kelasnya.

Tidak ada kata lelah sedikit pun. Apalagi mengeluh. Bagi Djumain, itu sudah menjadi kewajibann­ya sebagai seorang ayah. ’’Ini anak kandung saya sendiri. Saya sangat sayang mereka,” paparnya. Setelah melihat Angga sudah masuk kelas, Djumain pulang. Dia pun bersiap bekerja.

Djumain sudah hafal dengan jadwal rutinitas setiap hari. Tidak perlu ada orang yang mengingatk­an. Alarm juga tidak dibutuhkan. Djumain menutup tempat tambal ban sementara waktu pukul 12.30. Saat itu dia harus menjemput Angga. Dia pun menggendon­gnya dari kelas ke atas motor.

Dalam perjalanan pulang, Djumain selalu mengajak Angga mengobrol. Tentang apa pun. Cerita-cerita tentang sekolah. Hal apa saja yang ingin dilakukan Angga. Komunikasi itu menjadi cara Djumain mendekatka­n diri dengan Angga. Kalau sudah begitu, Angga selalu merasa nyaman di samping Djumain. Bahkan, sejak kecil Angga melakoni hal itu. Kini Angga sudah berusia 17 tahun.

Djumain pun memberikan penawaran kepada Angga. ’’Mau pulang ke rumah atau ikut ke tempat tambal ban,” katanya. Pertanyaan tersebut sering kali dijawab Angga dengan ikut ke tempatnya bekerja. Djumain tentu tidak kuasa menolaknya.

Saat sore, Djumain mengantark­an Angga pulang ke rumah. Dia membantu Angga mandi. Setelah itu, dia menyiapkan makanan di rumah. Juga buku-buku yang hendak menjadi bahan belajar dua anaknya saat malam.

Setelah semuanya beres, hati Djumain merasa lega ketika kembali ke tempat kerja. Dia melanjutka­n bekerja sampai malam. Djumain mengatakan tidak bisa marah kepada dua anaknya. Namun, dia tahu betul cara memperlaku­kan dua buah hatinya.

Djumain juga selalu menanamkan kedisiplin­an dan pendidikan moral dalam mengasuh anak-anaknya. Bagi Djumain, pendidikan adalah nomor satu. Dia ingin melihat dua buah hatinya melanjutka­n sekolah setinggi-tingginya. ’’Saya ingin mereka kelak hidup layak,” paparnya.

Selain Djumain-Angga, kisah lain datang dari Walid El Umar Sabiladdin dan Tazkia Naura Khansa Zahrany. Setiap hari Umar mengantar ketiga anaknya ke sekolah dan istrinya ke tempat kerja. Perlakuan khusus memang diberikan Umar kepada Kiki, sapaan akrab Tazkia Naura Khansa Zahrany. Kiki mengidap CP spastik. Yakni, tonus otot meningkat yang mengakibat­kan penderitan­ya sulit bergerak.

Setiap hari Umar menunggui Kiki sampai pulang sekolah. Itu dilakukan mulai pukul 08.00 hingga 13.00. Saat jam istirahat, Umar dengan setia menyuapi Kiki. Karena itu, Umar tak lupa membawa bekal makanan dari rumah.

Lauk-pauknya sederhana. Tidak banyak permintaan dari Kiki. Makanan favoritnya adalah telur dadar dan nasi putih. ’’Itu saja, dia sudah lahap sekali,” ungkapnya. Sambil menyuapi, Umar mengobrol akrab dengan Kiki.

Seperti halnya siang itu, Kiki merasa kangen mamanya. Umar pun mengabulka­n keingi na n Kiki dengan menelepon istrinya. ’’ Mau telepon mama?” tanya Umar kepada Kiki. Perta nyaan itu langsung dijawab dengan anggukan oleh Kiki. Langsung saja, Umar me nele po n istrinya lewat video call. ( roh/ bri/ c7/ git)

 ?? ROHMAT DARMAWAN/JAWA POS ?? PENUH CANDA: Walid El Umar Sabiladdin sedang membantu putrinya, Tazkia Naura Khansa Zahrany, menelepon ibunya saat jam istirahat sekolah.
ROHMAT DARMAWAN/JAWA POS PENUH CANDA: Walid El Umar Sabiladdin sedang membantu putrinya, Tazkia Naura Khansa Zahrany, menelepon ibunya saat jam istirahat sekolah.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia