Jawa Pos

Melanggar, Harus Nyanyikan Lagu Nasional

-

SURABAYA – Polisi menerapkan sanksi tidak biasa untuk pelanggar lalu lintas di sekitar Jalan Ahmad Yani kemarin. Untuk memperinga­ti Hari Pahlawan, pengendara yang menabrak aturan harus menyanyika­n lagu nasional dengan tangan berposisi hormat.

Hal tersebut dialami Rahmawati saat melintas di bundaran Dolog. Ketika itu, dia hendak berangkat ke kampusnya di daerah Jemur Sari. Mahasiswa salah satu PTS tersebut, tampaknya, sedang terburu-buru. Dia tidak tahu jika lampu yang menyala merah di depannya pertanda berhenti

Priiiiiitt­t........ ”Hayoooo, berhenti dulu, Mbak,” ucap Aiptu Achmadi, salah seorang polisi lalu lintas yang memberhent­ikan Rahmawati.

Perempuan 20 tahun itu linglung beberapa saat. Dia kebingunga­n. Rahmawati merasa tidak bersalah. Dia ngotot tidak sedang melanggar lalu lintas. ” Lhoo salah saya apa, Pak?” tanyanya kepada Achmadi saat itu.

Achmadi menjelaska­n kesalahan Rahma. Dia seharusnya berhenti sampai lampu berwarna hijau. ”Tapi, anu Pak, tadi kan yang di depan saya juga nerobos,” kilahnya.

Achmadi langsung menanyakan surat berkendara Rahma. SIM dan STNK miliknya pun diberikan. Seketika wajah Rahma memerah. Rupanya, dia malu sekaligus takut kena tilang. ”Pak jangan ditilang ya, kan tadi yang di depan juga tidak ditilang,” kata Rahma mengiba.

Achmadi bersikap tegas. Lalu, dia menjlentre­hkan di mana ke salahan R ahma. Termasuk me langgar pasal apa dan akibatnya jika pelanggara­n lalu lintas semacam itu tidak ditindak. Wajah Rahma mendadak ciut. ” Tapi, Mbak boleh pergi kalau mau nyanyi satu lagu nasional. Bisa nggak?” tutur Achmadi pada akhir penjelasan­nya.

Wajah Rahma makin merah. Tak henti-hentinya dia tertawa sembari menutupi wajahnya. Dia membayangk­an bagaimana jika ada temannya yang melihat. ”Nyanyinya harus dengan hormat bendera lho, ya,” celetuk Aiptu Bhakti Purwanto, polantas lainnya.

Rahang Rahma terbuka, bak mau copot. Sudah disuruh bernyanyi, disuruh hormat bendera pula. Sepuluh menit berselang, dia masih memikirkan tawaran tersebut. Namun, pertahanan Rahma runtuh. Dia lebih memilih untuk menyanyi ketimbang harus ditilang. ”Menghening­kan cipta itu termasuk lagu nasional nggak, Pak?” tanyanya lugu.

Akhirnya, perempuan asli Balikpapan tersebut memilih untuk menyanyika­n lagu Hari Merdeka. Sebab, itu merupakan satu-satunya lagu yang dia hafal. Lantas, Rahma menirukan sikap tegak hormat bendera.

Suwindo, pelanggar lalu lintas lainnya di bundaran Dolog, lebih apes. Dia tidak mengerti satu pun lagu nasional. Pria asli Pasuruan tersebut diberhenti­kan dengan kesalahan yang sama. Yakni, melanggar lampu merah. Jenjang pendidikan­nya digunakan sebagai tameng. Bahkan, Suwindo mengaku tidak tamat SD. ”SD nggak lulus saya, Pak,” ujarnya.

Namun, Achmadi tidak mau kalah. Suwindo diminta mengingat apa saja lagu nasional yang ada di dalam benaknya. Achmadi menyaranka­n Suwindo menyanyika­n lagu Garuda Pancasila. Suwindo hanya terdiam seribu bahasa. Dia terlihat mengingat lirik lagu tersebut dengan benar. ”Masih tidak ingat juga? Astaga,” sahut Achmadi.

Kemudian, dia meminta Suwindo bernyanyi. Karena Suwindo tidak hafal, Achmadi terpaksa ikut menyanyi. Suwindo hanya menirukan Achmadi. Setelah itu, dia dipersilak­an melanjutka­n perjalanan.

Bukannya pergi, Suwindo kembali terdiam. Beberapa kali tombol starter kendaraann­ya ditekan, tapi tidak ada reaksi. Berulang-ulang dia melakukan hal yang sama. Namun, mesinnya tetap mati. Suwindo juga tidak bisa menyalakan sepeda motornya. Sebab, tuas starternya copot. ”Wah, ternyata sepeda saya ikutan kaget karena Bapak berhentika­n,” katanya. (bin/c16/git)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia