Jawa Pos

Punggung Ditulisi, Geli tapi Mengerti

Metode pencermina­n. Begitulah cara cepat belajar menulis huruf Arab dan Jawa ala Kepala SMPN 3 Surabaya Budi Hartono. Dalam satu sesi, siswa bisa sekaligus mendengark­an, merasakan, dan melakukan.

-

PESERTA didik kelas VIII-A terlihat ceria ketika Budi Hartono memasuki ruangan itu. Di kelas yang dipenuhi ornamen origami aneka warna tersebut, Budi menyapa anak didiknya. Kekompakan tergambar saat salah seorang siswa mengomando teman-temannya untuk berdiri dan memberikan salam khas Spega (SMPN 3 Surabaya).

”Ayo, siapa di sini yang belum bisa menulis huruf Jawa dan Arab, tunjuk tangan?” Tanya Budi di hadapan 38 siswanya. Kalimat tanya itu disambut tiga siswa yang mengacungk­an jari tangannya.

Budi dengan nada bercanda mengulangi pertanyaan­nya. ”Ayo, harus jujur. Yang tidak bisa boleh tunjuk tangan. Tidak usah malu. Bapak punya solusi nih,” tuturnya. Tawaran tersebut kemudian direspons dengan bertambahn­ya siswa yang mengaku tidak bisa.

Enam murid itu diminta maju ke depan. Jangan khawatir, Pak Budi bukan akan menyetrap kok. Ada beberapa alasan yang membuat enam siswa tersebut kesulitan. Dan, Pak Budi akan membantu mereka.

Haposan Riandra, 14, merasa masih kesulitan menulis bebe- rapa huruf Jawa. Maklum, dia berasal dari Medan. Sebenarnya, Rian sudah lama tinggal di Surabaya. Namun, sampai saat ini, dia belum seluruhnya paham menulis aksara Jawa. ”Ada beberapa yang belum saya bisa,” ungkapnya.

Setelah itu, Budi kembali bertanya kepada para anak didiknya. Kali ini, pertanyaan­nya berlawanan dari pertanyaan pertama. Para siswa yang mahir menulis bahasa Jawa dan Arab diminta maju ke depan kelas.

Siswa yang belum bisa diminta menghadap ke papan tulis. Masing-masing siswa diberi spidol. Sedangkan siswa yang bisa menulis berada tepat di belakang siswa yang belum bisa. Siswa tersebut membawa bolpoin dalam kondisi tertutup.

”Sekarang anak yang berada di belakang, coba menulis di punggung temannya. Sambil teriak ya, mau nulis huruf apa,” ujarnya. Perintah itu membuat siswa yang berada di belakang langsung menyerukan huruf yang ditulis. Tentu saja sambil ”mencoretco­ret” punggung temannya.

Sementara itu, siswa yang berada di depan terlihat mengernyit­kan dahi. Mereka mengira-kira apa yang sedang ditulis temannya. Praktik menulis di punggung teman tersebut membuat beberapa siswa tertawa geli sambil menggerakg­erakkan punggung.

Siswa yang berada di depan segera menyalin apa yang dirasakan di punggung masing-masing. Jika ada tulisan yang salah, siswa yang belakang kembali mengulang. Menuliskan huruf di punggung temannya.

Beberapa kali huruf dituliskan. Kerapian dalam menulis semakin terlihat di papan. Bentuknya tampak lebih halus. ”Belajar menggunaka­n metode ini memang akan lebih cepat dibanding cara konvension­al yang hanya menyalin,” kata Budi, sembari mengenalka­n metode percermina­n untuk pembelajar­an menulis huruf Jawa dan Arab kepada Jawa Pos (3/11).

Ide belajar menulis huruf Jawa dan Arab di punggung tersebut dicetuskan Budi saat melihat masih banyak siswa yang sulit menulis dua aksara tersebut.

Metode perceminan tersebut dirasa efektif karena menggabung­kan konsep tiga pembelajar­an. Yakni, mendengark­an, merasakan, dan melakukan. Padahal, saat belajar metode konvension­al, siswa hanya melihat dan menyalin. (elo/c21/nda)

 ??  ?? AHMAD KHUSAINI/JAWA POS SALING BANTU: Budi Hartono mendamping­i muridnya belajar huruf Arab dan aksara Jawa. Metode belajar ini dinamai metode pencermina­n.
AHMAD KHUSAINI/JAWA POS SALING BANTU: Budi Hartono mendamping­i muridnya belajar huruf Arab dan aksara Jawa. Metode belajar ini dinamai metode pencermina­n.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia