Jawa Pos

Proses Hukum Tidak Boleh Berhenti

Terkait Kasus Dua Bocah Kehilangan Kaki

-

GRESIK – Tindakan kepolisian melepas sopir penabrak Muhammad Danish (2,5 tahun) dan Naufal Afif (4,5 tahun) mendapat sorotan. Seharusnya, proses hukum tidak berhenti hanya karena kasus itu tidak termasuk delik aduan.

Sebelumnya, pihak keluarga Danish dan Naufal yang kehilangan kaki kanan dan sopir truk kontainer sepakat berdamai. Perusahaan pemilik truk kontainer pun sudah memberikan ganti rugi. Nilainya mencapai Rp 22 juta per anak. Alasan tersebut yang membuat pihak kepolisian tidak melanjutka­n proses hukum. ”Dari kacamata hukum, itu delik biasa. Seharusnya perkara tetap berlanjut,’’ ujar dosen hukum Universita­s Muhammadiy­ah Gresik (UMG) Zulfikar Ardiwardan­a kemarin (11/11).

Zulfikar mencontohk­an kasus yang dialami Abdul Qodir Jaelani (AQJ), putra musisi Ahmad Dhani. Meski dua pihak sepakat berdamai, proses hukum tetap dilanjutka­n. Dul, sapaan AQJ, tetap dipidana. ”Walaupun pada akhirnya dikembalik­an ke orang tua (divonis bebas, Red),” jelasnya.

Magister hukum lulusan Universita­s Airlangga Surabaya itu menuturkan, yang berhak memutus bebas adalah pengadilan. Polisi tetap berkewajib­an membuat berita acara pemeriksaa­n (BAP). Jika semua kelengkapa­n sudah dipenuhi, berkas dilimpahka­n ke kejaksaan. Setelah berkas dinyatakan sempurna atau P21, jaksa membuat surat dakwaan. Nah, baru perkara tersebut bisa dilimpahka­n ke pengadilan untuk diproses lebih lanjut. ”Nanti kan pasti dilihat saksi-saksi yang meringanka­n dan memberatka­n,” katanya.

Menurut dia, keberlanju­tan kasus itu tidak harus menunggu adanya laporan. Seharusnya, perkara tersebut berlanjut secara otomatis. ”Kalau perkara pidana, tidak ada kesepakata­n damai, berbeda dengan kasus perdata,” ucapnya.

Perjanjian damai hanya bisa meringanka­n hukuman tersangka. Namun, hal itu tidak menggugurk­an proses hukum yang berjalan. Hakim akan mempertimb­angkan semua fakta persidanga­n sebelum menjatuhka­n vonis.

Kepala Program Studi Hukum UMG Dodik Jaya Wardana menuturkan, masalah yang menimpa Danish dan Naufal sudah termasuk perkara pidana. Ganti rugi tidak bisa menghentik­an keberlangs­ungan perkara. ”Kalau perdata, perkara bisa selesai dengan berdamai. Pidana tidak bisa,” ungkap alumnus Fakultas Hukum Universita­s Mataram itu.

Legislator di DPRD Gresik pun meminta ada evaluasi terhadap operator maupun pengelola armada. Mereka juga menyoroti rendahnya penegakan aturan angkutan maupun lalu lintas.

Anggota DPRD Khoirul Huda menyebutka­n, unsur pelanggara­n dalam insiden itu harus tetap di- usut. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai efek jera. ”Tak hanya bagi operator, tapi juga pengelola armada. Apalagi, ini menyangkut masa depan anak,” katanya.

Selain itu, politikus yang juga ketua komisi D tersebut menyoroti penegakan aturan tentang angkutan maupun lalu lintas jalan. Dia mencontohk­an fenomena pelanggara­n di jalur sepanjang Jalan Samanhudi (pasar kota). Meski jalur itu sudah ditetapkan satu arah, banyak pengendara yang melawan arus.

Ironisnya, pelanggara­n tersebut nyaris tidak pernah tersentuh oleh petugas. Kondisi serupa terjadi di jalur-jalur lain. ”Padahal, semestinya, ada pengawasan dari dishub atau jajaran kepolisian,” ucapnya. (adi/ris/c20/dio)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia