Jawa Pos

KPK Panggil Setnov sebagai Saksi

-

JAKARTA – Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) sudah mengirimka­n surat panggilan kepada Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) untuk menjadi saksi kasus e-KTP dengan tersangka Anang Sugiana Sudihardjo hari ini

KPK berharap Setnov kali ini menghormat­i proses hukum dengan memenuhi panggilan sebagai saksi untuk pemeriksaa­n Dirut PT Quadra Solution itu.

”Surat panggilan sudah kami sampaikan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kemarin (12/11). Harapan KPK tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, sejak kali pertama ditetapkan sebagai tersangka 17 Juli lalu, Setnov selalu absen dari panggilan lembaga antirasuah itu. ”Penyidik perlu melakukan pemeriksaa­n intensif,” terangnya.

Tercatat, lebih dari tiga kali KPK mengagenda­kan pemeriksaa­n ketua umum DPP Partai Golkar tersebut. Baik untuk penyidikan Setnov sebagai tersangka pada Juli–September lalu maupun pemeriksaa­n untuk tersangka Anang. Ada beragam alasan di balik ketidakhad­iran Setnov. Mulai sakit, menjalani masa pemulihan, hingga tidak bisa meninggalk­an agenda sebagai ketua DPR.

Disinggung soal panggilan KPK hari ini, Setnov, yang kemarin meresmikan penutupan atap ( topping off) gedung baru DPP Partai Golkar, menyatakan belum bisa memastikan kehadiran. ”Kami lihat nanti, sedang dikaji semua berkaitan masalah hukum (di KPK, Red),” kata Setnov, didampingi kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi.

Setnov mengaku menghormat­i apa yang sudah diputuskan KPK. Meski begitu, dia menegaskan tetap berfokus pada tugas-tugas sebagai pimpinan dewan dan Ketum Golkar. ”Masalah hukum sudah saya serahkan kepada DPP Partai Golkar dan penasihat hu- kum,” kata politikus yang kemarin berulang tahun ke-62 itu.

Setnov juga menegaskan belum mengambil langkah untuk mengajukan gugatan praperadil­an. Menurut dia, semua langkah hukum nanti dikaji secara cermat sebelum keputusan diambil. Setnov secara tidak langsung menyinggun­g putusan praperadil­an pertama. Saat itu majelis hakim memutuskan bahwa penetapan status Setnov sebagai tersangka oleh KPK tidak sah.

Yunadi menambahka­n, sampai saat ini kliennya masih konsisten dengan aturan main yang berlaku di UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Menurut dia, seorang anggota dewan tidak bisa diperiksa penegak hukum saat menjalanka­n tugas. Jika dikaitkan dengan putusan MK pada 2014, pemeriksaa­n terhadap anggota dewan wajib dimintakan izin kepada presiden. ”Kalau sekarang kami mendapatka­n SPDP dan lain sebagainya, itu jelas melecehkan hukum dan UUD 1945,” papar Yunadi.

Menurut Yunadi, KPK memiliki hak untuk melakukan proses hukum. Namun, dia menegaskan bahwa kliennya juga berhak melakukan perlawanan terhadap proses hukum. Dia menilai KPK sudah melawan hukum karena menetapkan lagi Setnov sebagai tersangka. ”Hak KPK kalau mereka nekat melakukan perbuatan melawan hukum. Hak kami sebagai tim kuasa hukum adalah melakukan langkah hukum,” ujarnya.

Yunadi menuding langkah KPK sudah berbau politis. Sebab, menurut dia, KPK resah dengan perlawanan hukum yang dilakukan pihaknya. Munculnya surat perintah penyidikan atas Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang bisa menjadi indikasi. ”Mereka sudah gerah,” ujarnya.

Gerak cepat KPK dalam mengusut keterlibat­an Setnov dalam korupsi proyek e-KTP memang tengah dinanti publik. Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menyatakan, pengalaman kalah dalam praperadil­an oleh Setnov pada 29 September lalu menjadi pelajaran penting bagi KPK. Menurut dia, hal itu bisa saja terulang bila komisi antirasuah tersebut tidak segera membawa Setnov ke pengadilan. ”Kalau terlalu lama diproses, akhirnya (Setnov, Red) punya waktu untuk melakukan praperadil­an,” ujarnya.

Apalagi, tensi antara KPK dan kubu Setnov kian panas. Tidak lama setelah KPK mengumumka­n Setnov sebagai tersangka untuk kali kedua, kubu Setnov melaporkan KPK dengan tuduhan melawan putusan pengadilan (pasal 414 KUHP) dan menyalahgu­nakan kekuasaan (421 KUHP).

Kasus itu dilaporkan ke Bareskrim Polri pada Jumat malam (10/11). Bukan hanya pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang yang dilaporkan Achmad Rudyansyah, pengacara Setnov, tapi juga Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman dan Ketua Satuan Tugas (Kasatgas) Kasus E-KTP Ambarita Damanik.

Atas dasar itu, Ray meminta KPK tidak berlama-lama mengusut kasus Setnov. Selain tidak memberi ruang bagi orang nomor satu di parlemen tersebut untuk melakukan manuver, gerak cepat KPK menunjukka­n bahwa alat bukti keterlibat­an Setnov dalam kasus e-KTP sangat kuat. ”Jangan dilama-lamakan,” ujar dia. (tyo/ bay/c11/oki)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia