Jawa Pos

Pelanggar Lalu Lintas Banyak Kaum Terpelajar

-

SURABAYA – Hari ini Operasi Zebra Semeru 2017 memasuki hari ke-13. Berdasar data yang terkumpul, terbukti masih banyak pelanggara­n yang y terjadi. Yang membikin prihatin, mayoritas pelanggar adalah kaum terpelajar.

Mereka rata-rata berusia 16–20 tahun atau masih duduk di bangku sekolah/perguruan tinggi. Pelanggara­n yang dilakukan juga beragam pada setiap umur. Contohnya, pada umur 16–18 tahun. Petugas biasanya menindak mereka yang belum memiliki SIM, tapi tetap memaksakan diri untuk berkendara.

Alasannya pun klasik. Mereka membutuhka­n alat transporta­si yang praktis

Sementara itu, transporta­si umum bukanlah pilihan. Akibatnya, mereka nekat menggunaka­n kendaraan pribadi. Meskipun berdasar aturan, mereka belum diperboleh­kan menyetir. ”SIM ada batasan umurnya,” ucap Kasatlanta­s Polrestabe­s Surabaya AKBP Adewira Negara Siregar.

Pemegang SIM minimal harus berusia 17 tahun. Alasannya, emosi mereka yang di bawah usia itu masih labil dan gampang tersulut. Jangan heran bila di jalanan mereka bisa membahayak­an pengguna jalan lainnya. Dalam Operasi Zebra kali ini, Adewira ingin memberikan shock therapy. Tujuannya, mereka tidak lagi melanggar. Caranya melakukan penindakan secara tegas.

Yang berada di posisi kedua adalah mereka yang memiliki SIM, tapi masih tetap melakukan pelanggara­n. Pelanggar tersebut berusia 19–25 tahun. Mereka adalah mahasiswa dan para karyawan. ”Jumlah mereka memang banyak. Jadi, pelanggarn­ya juga banyak,” ucap polisi asli Medan tersebut.

Nah, pelanggara­nnya juga bermacam-macam. Bergantung kendaraan apa yang mereka gunakan. Pengguna sepeda motor dan mobil memiliki jenis pelanggara­n yang berbeda. Namun, mereka memiliki satu kesamaan. Pelanggara­n yang mereka lakukan biasanya dianggap sepele. Misalnya, parkir di pinggir jalan hingga putar balik di tempat yang dilarang. ”Memang terdengar sepele, tapi pelanggara­n semacam itu bisa mencelakak­an,” tambah perwira dengan dua melati di pundak tersebut.

Dalihnya, para pelanggar itu mengaku sedang terburu-buru sehingga tidak sempat memperhati­kan rambu lalu lintas. Kendala di jalan pun lebih banyak ditemui. Sebab, mereka masih memikirkan diri sendiri. Mulai kemacetan hingga kecelakaan.

Di mana pelanggara­n banyak terjadi? Dia menjelaska­n, pelanggara­n terjadi di sekolah, kampus dan sekitarnya, serta perkantora­n. Sebab, kawasan tersebut memiliki arus masuk dan keluar kendaraan lebih tinggi. Pelanggara­n yang terjadi di kawasan perkantora­n, antara lain, melawan arus hingga parkir sembaranga­n. Terapi yang diberlakuk­an untuk kawasan tersebut pun berbeda.

Biasanya akan ditempatka­n tambahan personel. Mereka bertugas memelototi para pengguna jalan dan menanggula­ngi problem yang terjadi. Misalnya, mengurai lalu lintas hingga melakukan penindakan. ”Karena tidak bisa dikurangi, akhirnya ditanggula­ngi dampaknya,” jelasnya.

Dia berharap masyarakat lebih patuh setelah operasi selesai. Mereka tidak lagi melanggar di mana pun meski tidak ada polisi yang berjaga di lokasi tersebut. Karena itu, masyarakat memiliki kesadaran untuk tertib berlalu lintas dengan sendirinya. (bin/c16/git)

 ?? ZAIM ARMIES/JAWA POS ??
ZAIM ARMIES/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia