Jawa Pos

Terus Perkenalka­n Teknik Bermain Satu Jari

-

”Semua diolah dari aplikasi yang saya susun,” kata lelaki 56 tahun tersebut.

Gitar yang dimainkan Mr D –nama beken Doddy– memang tak sembaranga­n. Kentara betul bahwa ia sungguh-sungguh benda seni yang dikawinkan dengan teknologi. Peranti musik yang dipadukan dengan gawai (gadget) dari zaman now.

Gitar yang diciptakan Doddy pada Juli itu dinamainya Blueberry G2. Makna G2 itu adalah gitar gawai. Panjangnya, dari leher sampai ke pangkal senar adalah 16 inci atau sekitar 40 sentimeter. Lalu, lebar fret (bagian leher gitar) 42 milimeter. Sedangkan string spread saddle alias dudukan senar di bodi gitar adalah 53 milimeter.

Bahannya juga beragam. Bagian depan bodi menggunaka­n kayu siprus. Sedangkan bagian samping dan belakangny­a menggunaka­n rose wood dari Kanada. Leher gitarnya memakai kayu mahoni. Sedangkan bagian kepala gitar menggunaka­n kayu ulin.

Berat total gitar itu 1,7 kilogram. Cukup ringan. Terlebih, ukurannya memang 3/4. Alias 75 persen dari ukuran gitar standar. Sedikit mungil.

Unsur nyeni pada gitar itu kentara pada ukiran-ukiran yang terdapat di hampir sekujur tubuhnya. Yang memahat adalah I Wayan Tuges, perajin dari Bali yang memang dikenal lantaran kepakarann­ya mengukir tubuh gitar.

Di bagian bawah perut gitar ada ukiran burung kolibri ( hummingbir­d), burung mungil yang memakan nektar. Lalu, ada sulur-suluran dan jalak bali yang menghiasi bagian lehernya. Sedangkan ukiran garis-garis geometris nyaris memenuhi bagian perut dan bodi gitar.

Tapi, bukan itu yang membuat gitar tersebut sangat istimewa. Ada sentuhan teknologi yang membuat suaranya benar-benar terlepas dari ciri khas gitar ”biasa”. Unsur teknologi langsung terlihat pada kehadiran iPhone 7 yang disematkan pada lekuk pinggang si gitar. Telepon pintar itulah yang menjadi pengendali suara.

Selain itu, ada robot tuner alias penyelaras nada otomatis pada kepala gitar. Buatan Tronical, perusahaan dari Jerman. Dengan begitu, untuk menata nada, orang tidak perlu memutar-mutar tuas pada bagian atas gitar. Semuanya sudah diatur secara otomatis oleh si robot tukang stem nada. Tinggal genjreng, robot kecil itu sudah memutar-mutar senar dan menyesuaik­an nadanya.

Bagaimanap­un, yang paling canggih dalam gitar itu tetaplah Mr D, sang pemilik. Sebab, dari pemikirann­yalah lahir suarasuara unik yang sebelumnya tidak bisa dikeluarka­n ”gitar bolong” alias gitar akustik. Doddy menyebut sistem ciptaannya itu sebagai analog to digital dan digital to analog.

Analog ke digital adalah prinsip mengubah suara, bisa dari denting gitar atau tepukan tubuh gitar, menuju ke aplikasi Mr D Project. Aplikasi ciptaan Doddy itulah yang lantas ”memasak” suara-suara analog yang masuk menjadi suara apa pun. Nah, suara digital itulah yang lantas dikonversi lagi menjadi analog lewat pengeras suara. ”Kuncinya di digital yang ada di iPhone 7 saya,” ucapnya.

Suara kendang yang muncul pada lagu Gundul-Gundul Pacul itu, misalnya, juga hasil olahan aplikasi tersebut. Dia menegaskan, kendang atau alat-alat musik ritmis lainnya sejatinya punya nada. Termasuk terbang (rebana) alias tamborin yang sering digunakan untuk kesenian hadrah. Sayang, jarang yang paham tentang itu. ”Saya buktikan bahwa nada itu ada dan saya membunyika­nnya melalui gitar,” jelas dia.

Untuk kendang, misalnya, Doddy menghasilk­an suara lewat tabuhan bodi gitar akustik. Nah, suara tabuhan masuk ke konverter dan diteruskan ke digital. ”Begitu seterusnya sehingga muncul suara kendang yang sebenarnya,” ucapnya.

Dia pernah menunjukka­n kemampuan tersebut di depan Emha Ainun Nadjib. Doddy membuktika­n bahwa tamborin juga memiliki nada. Dia menabuh satu terbang yang disesuaika­n dengan nada dan diolah menggunaka­n aplikasiny­a. Suara yang ditampilka­n pun lebih kaya. ”Saya sedang menyempurn­akan untuk aplikasi terbang ini,” ucapnya.

Doddy memang yakin bahwa apa pun yang ditekuni akan membuahkan hasil. Termasuk menekuni gitar secara total. Menurut dia, kebanyakan orang bermain gitar selayaknya menikmati menu makanan. Hanya mengecap tanpa mengetahui bumbu atau cara memasak makanan itu. ”Wajar jika yang didapat hanya memetik dan meng- genjreng gitar,” katanya.

Mantan guru matematika di salah satu sekolah swasta di Surabaya itu mempelajar­i gitar sejak masih remaja. Namun mendalami seluk-beluk gitar baru 2008. ”Saya keluar kerja dan berniat menekuni alat musik gitar,” ujar pria kelahiran Mojokerto tersebut.

Salah satu karya Doddy adalah metode bermain gitar dengan satu jari. Rumusan itu dia tuangkan pada buku berjudul Play Guitar with One Finger. Hingga kini, Doddy masih mengenalka­n cara bermain gitar tersebut di berbagai tempat. ”Saya gelar klinik di setiap sekolah musik yang saya temui,” jelas lelaki yang juga ahli melukis itu.

Sebagian besar tertarik dengan cara tersebut. Bahkan, banyak yang penasaran dari mana ilmu itu muncul. Doddy tidak butuh waktu lama untuk menemukan konsep permainan gitar satu jari. Kuncinya pada penempatan setelan senar. ”Saya tidak menggunaka­n setelan gitar pada umumnya,” ujar lelaki produsen gitar Rick Hanes, gitar asli Sidoarjo yang sudah mendunia, tersebut. Gitar besutan Doddy bahkan pernah meraih gelar Guitar of the Year 2012 dari GuitarPlan­et.uk.

Setelan gitar normal, dari senar paling atas (nada terendah), adalah E, A, D, G, B, dan E. Nah, gitar Doddy tidak seperti itu. Setelannya unik. Dalam kondisi los atau sama sekali tidak ditekan, nada-nada senarnya sudah membentuk akord ( chord). Yakni, akord D. Dan setelannya, dari paling atas, adalah D, A, D, F#, A, dan D. ”Satu kali genjrengan, sudah terbentuk chord D,” ujarnya.

Apabila fret atau kolom pada gitar kedua ditekan satu jari, nada yang keluar adalah chord E. Begitu seterusnya. Karena itu, Doddy bisa memainkan satu lagu dari sentuhan satu jari. ”Untuk mencari-cari nada, jari-jari tak perlu menyebar,” ujar suami Ida Nurdiana tersebut.

Kini Doddy sedang menunggu sertifikas­i hak atas kekayaan intelektua­l (HAKI) atas Mr D Project, aplikasi yang diciptakan­nya. Menurut Doddy, aplikasi itu digagasnya sejak 2008. ”Konsepnya sederhana, saya memadukan aplikasi satu dengan lainnya,” kata dia.

Doddy memang hobi mengoleksi aplikasi smartphone yang berkaitan dengan musik. Salah satunya iShred. Tampilan aplikasi itu sederhana. Bentuknya menyerupai gitar, tapi hanya tiga kolom. Lalu pada bagian ujung ada beberapa kotak bertulisan simbol akord. Misalnya A, C, D minor, dan beberapa akord lainnya.

Kalau kotak-kotak itu ditekan, setelan gambar senar pada aplikasi langsung berubah. ”Dari aplikasi ini, saya menemukan permainan satu jari,” kata dia.

Puas satu aplikasi, dia berburu aplikasi lainnya. Apa pun aplikasi yang menarik dan sesuai keinginann­ya diunduh. Tidak peduli bayar atau gratis. ”Bagi saya, ada ilmu yang bisa diserap,” katanya.

Doddy menyayangk­an kebiasaan masyarakat yang hanya mengunduh aplikasi gratis. Jarang yang memanfaatk­an aplikasi berbayar. Padahal, aplikasi berbayar memiliki manfaat dan bisa digali lebih dalam. Tak tanggung-tanggung, Doddy pernah mendapat tagihan hingga Rp 8 juta untuk beberapa aplikasi yang diunduh. ”Kala itu saya kena marah sama istri,” kenang dia.

Namun, ngambeknya sang istri dijawab dengan karya yang kini mulai dikenalkan ke publik. Musik orkestra bisa diwujudkan dari gitar miliknya. Kini Doddy sedang menunggu sertifikas­i untuk aplikasi yang dia buat. Dia berharap sertifikas­i segera turun dan dia bisa memopulerk­an karyanya ke dunia.

Doddy belum menyebut harga aplikasi hasil olahannya itu. Dia hanya mengutarak­an harga gitar yang sudah diutak-atik tersebut. Satu gitar USD 2.500 (sekitar Rp 33 juta). ”Kalau aplikasiny­a, belum saatnya saya jual,” ucap dia. (*/c10/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia