Diplot untuk Festival Internasional
Night Bus Film Terbaik FFI 2017
MANADO – Film Night Bus membalikkan banyak prediksi pada malam puncak Festival Film Indonesia (FFI) 2017 Sabtu malam (11/11). Dalam acara yang digeber di Grand Kawanua Convention Center (GKCC), Manado, Sulawesi Utara, tersebut, Night Bus mengungguli filmfilm yang jauh lebih populer. Misalnya, Kartini, Pengabdi Setan, Cek Toko Sebelah, dan Posesif. Film itu menyabet total enam piala ( selengkapnya lihat grafis).
Darius Sinathrya, produser Night Bus, merasa shocked. ’’Masuk nominasi saja hal luar biasa,’’ kata Darius setelah menerima trofi. ’’Mendapat ruang di FFI, bersanding dengan karya-karya luar biasa, apalagi terpilih jadi yang terbaik, ini luar biasa,’’ tambahnya.
Film produksi Kaninga Pictures dan Nightbus Pictures tersebut memiliki cerita yang kuat. Yaitu, tentang perjalanan menaiki bus malam menuju Kota Sampar yang hancur akibat konflik selama bertahun-tahun. Perjalanan mencekam. Sebab, di dalam bus ada pembawa pesan yang dicari-cari banyak pihak. Film drama-thriller bertema konflik dan kemanusiaan itu terinspirasi dari pengalaman Teuku Rifnu Wikana pada 1999. Rifnu menuliskannya dalam cerpen yang kemudian diadaptasi menjadi skenario film.
Kemenangan Night Bus memberikan warna baru dalam perfilman Indonesia. Jika dibandingkan dengan keempat nomine film terbaik lain, masa penayangan Night Bus paling singkat. Film tersebut hanya bertahan sepekan dan ditonton sekitar 20 ribu orang di 105 layar bioskop. Jauh dari capaian
Cek Toko Sebelah yang ditonton lebih dari 2,6 juta penonton dan Pengabdi
Setan yang meraup 4 juta penonton. Didampingi Rifnu, Darius menuturkan bahwa film itu didanai secara crowdfunding, namun kemudian mendapat investor. Pihaknya berharap bisa membawa film itu ke festival film di luar negeri. ’’Karena kondisi, akhirnya diputuskan rilis di Indonesia lebih dulu. Mudah-mudahan ada jalan ke sana,’’ tutur Darius yang kali pertama menjadi produser. Willawati, produser eksekutif Night
Bus, juga tidak menyangka dengan raihan filmnya. Sebab, tema yang diangkat film tersebut cenderung berat dan tidak populer. ’’Kami sadar film seperti ini agak sulit dijual. Tapi, kita harus menghasilkan film yang berkualitas,’’ ujarnya.Menyusul kesuksesan di FFI, banyak permintaan untuk memutar kembali film tersebut di bioskop. ’’Kalau ada kesempatan dari exhibitor, kami akan persiapkan,’’ jelas Willa. Saat ini pihaknya menggodok rencana mendistribusikan
Night Bus di luar negeri. Sementara itu, bagi Rifnu, itulah piala pertama dalam karirnya yang sudah membintangi lebih dari 36 film. Aktor kelahiran Pematangsiantar, 37 tahun lalu, tersebut beberapa kali masuk nominasi ajang penghargaan. Dalam FFI 2017 ini, Rifnu juga meraih piala untuk skenario adaptasi yang ditulisnya bersama Rahabi Mandra. ’’Selain dari pengalaman saya, inspirasinya diambil dari banyak daerah dan negara yang mengalami. Konflik tidak pernah memilih korban. Rakyat yang terkena dampaknya,’’ terangnya.
Film lain yang pantas menuai perhatian adalah Posesif. Tiga piala yang diperolehnya berasal dari kategorikategori elite. Yakni, Pemeran Utama Perempuan Terbaik (Putri Marino), Pemeran Pendukung Pria Terbaik (Yayu Unru), serta Sutradara Terbaik (Edwin). Edwin memang spesialis film festival seperti Postcard from the Zoo dan Babi Buta yang Ingin Terbang.
Penyelenggaraan dan sistem penjurian FFI tahun ini berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Ketua Bidang Penjurian FFI 2017 Riri Riza memaparkan bahwa penilaian diberikan 75 juri yang merupakan wakil asosiasi film. Mereka terdiri atas sutradara, produser, kamerawan, penata suara, aktor, dan lain-lain yang sudah profesional di bidangnya.