Alihkan Kepemilikan Saham Pengendali
Pembentukan Holding BUMN Tambang
JAKARTA – Holding badan usaha milik negara (BUMN) sektor tambang yang dipimpin PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) kian dekat terealisasi. Saat ini Inalum bersiap menyerap saham milik pemerintah di tiga BUMN tambang. Tiga BUMN sektor tambang tersebut adalah PT Timah Tbk (TINS), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Mereka dijadwalkan mengadakan rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk membahas anggaran dasar perseroan. RUPS dilakukan sebagai upaya penyertaan modal negara (PMN) melalui pemindahan kepemilikan saham dari pemerintah kepada Inalum.
RUPS bakal dilaksanakan pada 29 November di Hotel Borobudur, Jakarta. Hanya waktu pelaksanaan rapat yang berbeda. TINS dijadwalkan RUPS pada pukul 13.00, ANTM pukul 09.00, dan PTBA pukul 15.00.
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menuturkan, sah-sah saja bila emiten mengalihkan kepemilikan saham pengendali kepada pihak lain. Namun, pemilik baru saham para emiten yang akan menggantikan posisi pemegang saham pengendali juga harus melakukan tender offer kepada pemilik saham minoritas. ’’Ini disebabkan perubahan mendasar (dalam agenda RUPS), dari perseroan menjadi non perseroan. Minority protection secara teknis harus dilakukan. Aturan itu sama untuk seluruh emiten,’’ jelasnya kemarin (14/11).
Aturan tentang tender offer tersebut tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 54/POJK.04/2015 tentang Penawaran Tender Sukarela. Tender offer dilakukan selambatnya dua hari kerja setelah pernyataan efektif. Masa penawaran dilakukan 30–90 hari dan selesai selambatnya 12 hari setelah masa penawaran berakhir. Dalam 90 hari perdagangan terakhir sebelum tender offer dilakukan, akan dipilih capaian harga saham tertinggi untuk menentukan harga saham pada saat tender offer.
Corporate Secretary ANTM Aprilandi Hidayat Setia menyatakan, meski nanti ANTM menjadi ’’anak usaha’’ Inalum, pihaknya tetap menjalankan rencana bisnis sesuai dengan target. Hanya, bila Inalum sebagai pemegang saham pengendali nanti memberikan mandat tertentu, ANTM harus mengikuti. Mandat itu secara tidak langsung bisa jadi merupakan mandat dari pemerintah melalui Kementerian BUMN. Sebab, Inalum masih berada di bawah kementerian tersebut.
’’Kontrol pemerintah tetap ada. Walau pengalihan saham dilakukan, masih ada kontrol pemerintah pada setiap perusahaan Tbk itu (ANTM, TINS, dan PTBA, Red),’’ ungkapnya.
Pembentukan holding BUMN tambang melalui Inalum terkait dengan rencana pemerintah mengakuisisi saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Pemerintah berambisi memiliki 51 persen saham PTFI. Prosesnya diharapkan selesai pada kuartal I 2019.
Ada beberapa rencana pemerintah untuk akuisisi saham ter- sebut. Di antaranya, membeli saham lewat holding BUMN tambang, menyertakan saham tersebut kepada pemda di Papua, menginvestasikan saham melalui BPJS Ketenagakerjaan, hingga menyarankan PTFI melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) di bursa saham lokal.
Pada bagian lain, rencana pembentukan holding BUMN tambang itu menuai kritik. Sebab, pelepasan saham dari pemerintah kepada Inalum tidak dilakukan melalui persetujuan DPR. ’’Ini upaya oknum negara bisa bebas jual saham tanpa izin DPR. Saya sudah berupaya mencegahnya dengan mengajukan judicial review ke MA bersama Pak Mahfud MD, tapi kalah,’’ kata pengamat kebijakan publik Agus Pambagio.
Menurut dia, pengubahan status perseroan menjadi non persero di tiga BUMN tambang bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dia mendesak rencana pengambilalihan saham ANTM, TINS, dan PTBA dikaji ulang karena rawan praktik swastanisasi BUMN. ’’Privatisasi BUMN ujung-ujungnya supaya penjualan aset tidak perlu atas persetujuan DPR. Ketua komisi VI harus tegas,’’ tandasnya. (rin/c14/fal)